Kamis, 14 Juni 2012

Penegakan Hukum Lingkungan


              Penegakan Hukum Lingkungan.
                        Penegakan hukum  sebenarnya tidak terlepas pada suatu sistem pemerintahan yang berlaku disuatu negara. Dalam perkembangnnya, terdapat asas-asas yang  memberikan batasan apakah suatu pemerintahan di suatu negara dapat dikategorikan baik atau belum. Asas-asas ini disebut sebagai asas-asas pemerintahan yang baik (the general principels of good adminstration/goverment) yaitu:[1]
a)    Asas kepastian hukum (principels of legal certainty), yaitu asas yang menghendaki dihormatinya hak telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasi negara.
b)   Asas keseimbangan (principels of proporsionality), yaitu asas yang menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dengan kelalaian atau kealpaan seorang pegawai.
c)    Asas bertindak cermat (principles of carefulnes), yaitu asas yang memperingatkan agar aparatur negara senantiasa bertindak hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.
d)   Asas motivasi untuk setiap keputusan administrasi negara (principels of motivation) yaitu asas yang menghendaki agar setiap putusan adminstrasi negara diberikan alasan dan motivasi yang cukup dan sifatnya benar.
e)    Asas    jangan mencampuradukan  kewenangan (principels of nonmixed of competence)
f)    Asas permainan yang layak (principels of fairplay), yaitu asas yang memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mencari kebenaran dan keadilan.
g)   Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonables), yaitu asas yang menentang tindakan yang tidak mempertimbangkan semua faktor yang relevan dengan khusus yang bersangkutan sehingga timbul ketimpangan.
h)   Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raisde expectation), yaitu asas yang menghendaki tindakan pemerintah dapat menimbulkan harapan yang wajar bagi berbagai kepentingan.
i)     Asas meniadakan akibat putusan yang batal (principle of undoing the consequences of an anulled dicission), yaitu asas yang menghendaki bila terjadi pembatalan atas suatu keputusan, akibat keputusan yang dibatalkan itu harus dihilangkan sehinggga yang bersangkutan diberikan ganti rugi atau rehabilitasi.
j)     Asas perlindungan atas pandangan hidup (principle of protection the personal way of life), yaitu asas yang menghendaki agar setiap pegawai diberi kebebasan dan hak untuk mengatur kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan hidup yang dianutnya.
k)   Asas kebijaksanaan (principle of wisdom), yaitu asas yang menghendaki pelaksanaan tugas pemerintah diberikan kebebasan untuk melakukan kebijaksanaan tanpa harus selalu menunggu instruksi.
l)     Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service), yaitu asas yang menghendaki penyelenggaraan tugas pemerintahan, pemerintah selalu mengutamakan kepentingan umum.



[1]http://rajamaroloansitio. op. cit., hlm. 6-7.

Minggu, 10 Juni 2012

Potret Lingkungan Hidup di Daerah


     

       Mengingat kompleksnya pengelolaan lingkungan hidup dan permasalahan yang bersifat lintas sektoral dan wilayah, maka dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan  dengan prinsip pembangunan  yang berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling memperkuat satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya  melibatkan berbagai pihak, serta ketegasan dalam penataan hukum lingkungan.
       Diharapkan dengan adanya partisipasi berbagai pihak dan pengawasan serta penataan hukum yang betul-betul dapat ditegakkan , dapat dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana
 sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat diimplementasikan dilapangan tidak berhenti pada slogan semata. Namun demikian fakta dilapangan seringkali bertentangan dengan apa yang diharapkan. Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah dalam era otonomi daerah antara lain sebagai berikut: [1]
a.       Ego sektoral dan daerah. Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimpahkan sebagian kewenangan mengelola lingkungan hidup di daerah belum mampu dilaksanankan dengan baik. Ego kedaerahan masih sering nampak dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, demikian juga ego sektor. Pengelolaan lingkungan hidup yang sering dilaksankan overlaping antar sektor yang satu dengan sektor yang lain. Kenyataan menunjukkan  bahwa dalam perencanaan program (termasuk pengelolaan lingkungan hidup) terjadi tumpang tindih antara satu sektor dan sektor lain.
b.      Pendanaan yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan. Program dan kegiatan mesti didukung dengan dana yang memadai apabila mengharapkan keberhasilan yang baik.
c.       Walaupun semua orang mengakui bahwa lingkungan hidup merupakan bidang penting dan sangat diperlukan. Namun, pada kenyataannya PAD masih terlalu rendah yang dialokasikan untuk pengelolaan lingkungan hidup, diperparah lagi tidak adanya dana dari APBN yang dialokasikan langsung kedaerah untuk pengelolaan lingkungan hidup.
d.      Keterbatasan sumberdaya manusia. Harus diakui bahwa dalam pengelolaan lingkungan hidup selain dana yang memadai juga harus didukung oleh sumberdaya yang mumpuni. Sumberdaya manusia seringkali masih tidak mendukung. Pesonil yang seharusnya bertugas melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup (termasuk aparat pemda) banyak yang belum memahami secara baik tentang arti pentingnya lingkungan hidup.   
e.       Eksploitasi sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi. Sumberdaya alam seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Walupun kenyataannya tidak demikian; eksploitasi bahan tambang, ilegal logging, hanya menguntungkan sebagian masyarakat, aspek lingkungan yang seharusnya, kenyataanya banyak diabaikan. Fakta menunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekenomi dan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang semestinya.
f.       Lemahnya implementasi peraturan perundangan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, cukup banyak, tetapi didalam implementasinya masih lemah. Ada beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan perundangan dengan baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk dimanfaatkan guna mencapai tujannya.
g.      Lemahnya penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan. Berkaitan dengan implementasi peraturan perundangan ialah sisi pengawasan pelaksanaan peraturan perundangan. Banyak pelanggaran yang dilakukan (pencemaran lingkungan, perusakan lingkungan), namun sangat lemah didalam pemberian sanksi hukum. 
h.      Pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup sebagian masyarakat masih lemah dan hal  ini perlu ditingkatkan. Tidak hanya masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga masyarakat golongan menengah keatas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih kurang kesadarannya tentang lingkungan hidup.
i.        Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan dapat terjadi untuk mendapatkan hasil yang instan, cepat dapat dinikmati. Mungkin dari sisi ekonomi dapat menguntungkan tetapi mengabaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
       Perlu dicatat bahwa sebetulnya ditiap-tiap  daerah terdapat kearifan lokal yang sering sudah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan secara turun temurun. Tentu saja masih banyak masalah-masalah lingkungan hidup yang terjadi di daerah-daerah otonom yang hampir tidak mungkin untuk diidentifikasi satu persatu, yang kesemuanya ini timbul akibat “pembangunan” didaerah yang pada intinya ingin mensejahterakan rakyat, dengan segala dampak yang ditimbulkan. Dengan fakta diatas maka akan timbul pertanyaan, apakah sebetulnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan masih diperhatikan dalam pembangunan kita. Kondisi lingkungan kita dari waktu ke waktu bertambah baik atau bertambah buruk. Hal ini sangat diperkuat dengan fakta seringnya terjadi bencana alam baik tsunami, gempa bumi, banjir, kekeringan, tanah longsor, semburan lumpur dan bencana alam lain yang menyebabkan lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak  ada yang mengharapkann itu semua itu terjadi. Sebagaian bencana alam juga  disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri.
       Begitu banyak masalah yang terkait dengan  lingkungan hidup yang berkaitan dengan pembangunan. Masalah tersebut dapat timbul akibat proses pembangunan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup. Di era otonomi ini tampak ada kecenderungan permasalahan  lingkungan hidup semakin bertambah kompleks. Ada sementara dugaan  bahwa kemerosotan lingkungan hidup terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah, dimana daerah ingin meningkatkan PAD, dengan melakukan eksploitasi sumberdaya alam yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup dengan semestinya.  Dengan cara seperti ini maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan dimana-mana, yang diikuti dengan timbulnya bencana alam.[2] Terdapat banyak hal yang menyebabkan aspek lingkungan hidup menjadi kurang diperhatikan dalam proses pembangunan, yang bervariasi dari daerah satu dengan daerah yang lain, dari hal-hal yang bersifat lokal sepereti ketersediaan SDM sampai kepada hal-hal yang berskala lebih luas seperti penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan.Hal ini sangat terkait dengan niat baik pemerintah  termasuk pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengelola lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya agar prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat terselenggara dengan baik. Oleh karena pembangungan pada dasarnya untuk kesejahteraan masyarakat,  maka aspirasi dari masyarkat perlu didengar dan program-program kegiatan pembangunan betul-betul menyentuh kepentingan masyarakat.    
       Konstitusi di negara ini sebenarnya sudah cukup memberikan dasar yang kuat bagi masyarakat untuk dapat menikmati lingkungan yang ajeg yang tertuang secara khusus, di dalam UUD 1945 yang menyangkut langsung hak atas lingkungan hidup terdapat di pasal 28 H ayat 1: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.[3]
       Kemudian dalam pasal 33 ayat 2: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, pada ayat 3: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, serta ayat 4: “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.[4]  
       Kerusakan dan pencemaran yang terjadi akibat ulah manusia secara pasti telah ditetapkan Allah SWT melalui firman-Nya yang berbunyi:
a.      “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.[5]  serta
b.      “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. [6]
       Berdasarkan firman Allah SWT diatas, dapat dikatakan  bahwa kerusakan yang terjadi dimuka bumi sebenarnya adalah perbuatan manusia itu sendiri.


[1] http://geo.ugm.ac.id/archives/125. Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan Otonomi Daerah, hlm. 7.

[2] Ibid., hlm. 8
[3] Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945, disahkan 18 Agustus 2000
[4] Perubahan  Keempat Undang-Undang Dasar 1945 disahkan 10 Agustus 2002.
[5] Al-Quran,  Surah Ar-Rum ayat 41.
[6]Al-Quran, Surah Al-Qashash  ayat 77.