Senin, 23 Juli 2012

BENTUK TANGGUNG JAWAB MORAL PEMERINTAH DALAM SIDANG ISBAT


BENTUK TANGGUNG JAWAB MORAL PEMERINTAH DALAM SIDANG ISBAT AWAL RAMADHAN DAN LEBARAN UMAT  DEMI PERSATUAN DAN KESATUAN.
Oleh: Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan – Serang

ISLAM, RU’YAH DAN HISAB
Islam adalah rahmatallil’alamiin, rahmat bagi seluruh alam, ini berarti bukan hanya untuk umat Islam saja, tetapi memang Islam bermanfaat untuk seluruh mahluk. Esensi Islam adalah “perdamaian” (Suparman Usman, 2000: 15). Seorang muslim adalah orang yang membuat perdamaian dengan Tuhan, manusia dan mahluk ciptaan Tuhan lainnya.  Damai dengan Tuhan berarti tunduk dan patuh terhadap segala perintah-Nya dan larangan-Nya, damai dengan manusia berarti melakukan perbuatan baik dan tidak merugikan manusa lain, damai dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya berarti menjaga perbuatan dan tingkah laku untuk tidak menyakiti dan merugikan mahluk selain manusia, yaitu flora, fauna maupun mahluk ghaib. Ini berarti secara keseluruhan manusia harus menjaga hubungan baik antara hablumminallaah, hablumminannaas serta hablumminal khulq.
Berdasarkan laman id.answer.yahoo.com, hasil sensus pendduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2010, penduduk yang beragama Islam sebanyak 207,2 juta jiwa (87,1%), Kristen Protestan sebanyak 16,5 juta jiwa (6,96%), Katolik sebanyak 6,9 juta jiwa (2,91%), Hindu sebanyak 4 juta jiwa (1,69%), Kong Hu Chu sebanyak 117,09 ribu jiwa (0,05%,), aliran lainnya sebanyak 299,6 ribu jiwa dan yang tak teridentifikasi 896,7 ribu jiwa (0,4%). Berdasarkan laman serba-sepuluh.blogspot.com tentang daftar 10 negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia menempati urutan teratas. Dari data-data yang telah ada, dapat disimpulkan bahwa umat Islam di Indonesia merupakan jumlah penduduk mayoritas, akan tetapi walaupun begitu Indonesia bukanlah negara Islam.
Muslim di Indonesia terkenal dengan sifatnya yang moderat dan toleran. Cendikiawan muslim di  Indonesia tersebar diberbagai pelosok daerah. Mereka membuat perkumpulan-perkumpulan organisasi masyarakat untuk tujuan dakwah. Organisasi masyarakat  Islam yang berkembang  di masyarakat antara lain: Nahdlatul Ulama, Al Irsyad, Al Ittihadiyah, Al Wasliyah, Mathlaiul Anwar, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, Muhammadiyah, Perti, FPI, Syarikat Islam Indonesia, Rabithal Alawiyah, Persis, Az Zikro. Hal ini menunjukan khazanah hablumminannaas yang kompleks tetapi tetap satu untuk kemashlahatan ummat dalam mencapai rido Allah Subhaanallhu wa Ta’ala.
Berdasarkan laman emka.we.id; ormas-ormas Islam yang ada bersepakat untuk berpegang teguh pada empat pilar dalam kehidupan bernegara yaitu Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. Ini berarti mereka tetap satu kesatuan visi dan misi dalam melakukan  segala bentuk aktivitas demi persatuan kesatuan umat, bangsa dan negara.
Umat Islam di Indonesia bahkan diseluruh dunia setiap tahun melakukan ibadah puasa pada bulan ramadhan dan merayakan lebaran. Untuk menentukan awal  dan akhir jatuhnya tanggal bulan ramadhan dan bulan-bulan lainnya, para ulama dan cendikiawan melakukan metode ru’yah dan hisab. Mereka yang mampu melaksanakan hisab dan ru’yah biasanya ulama yang otoritas keilmuannya di bidang falak atau ilmu astronomi diakui oleh banyak orang. Makna ru’yah secara bahasa adalah melihat hilaal dengan mata kepala, adapun hilaal secara bahasa adalah bulan yang nampak pada malam pertama sampai malam ketiga di setiap bulannya dan setelah itu barulah dikatakan bulan (lihat akhwat.web.id). Dalam bahasa Indonesia hilaal dikenal dengan bulan sabit. Makna hisab secara bahasa adalah menghitung atau mengira, dan hisab terbagi dua, yaitu:
1.      Hisab yang menghitung melalui penanggalan bulan ke bulan lainnya sesuai perjalanan matahari.
2.      Hisab yang menghitung dengan melihat perjalanan dan pergerakan bulan, matahari dan bintang (Lihat Majmu’ Al Fatawa 25/ 180-181).
KH.Syafi’i adalah seorang  ulama yang mempunyai kemampuan meru’yah bulan untuk menentukan awal bulan yang lazim disebut ru’yatul hilaal. Dalam keterangan beliau dalam Rubrik Potret di majalah Hidayah edisi 30 tahun 2004, menyatakan bahwa untuk dapat meneliti ru’yatul hilaal langkah-langkah yang dilakukan adalah;
a.       Mulanya dilakukan penelitian hisab. Hisab memudahkan untuk melakukan imkanur ru’yah (kepastian bahwa bulan sudah dapat dilihat sesuai dengan ketinggiannya). Dengan hisab, dapat diketahui jadwal waktu beribadah. Termasuk mengetahui kapan bulan puasa dimulai dan lebaran dilaksanakan.
b.      Meski sudah ada hisab, ru’yatul hilaal harus tetap dilaksankan, meski diketahui bahwa hilaal atau bulan akan tampak pada jam, hari dan bulan tertentu, tetap ru’yatul hilaal harus tetap dilaksanakan.
c.       Agar bisa melihat hilaal, pastikan sudah masuk kedalam tahap imkanur ru’yat, perkiraaan bahwa sudah benar-benar dapat melakukan ru’yatul hilaal.
d.      Penelitian dilakukan seusai maghrib.
e.       Memprediksi ketinggian bulan dengan tepat, peru’yah harus dapat memastikan dimana letak bulan tersebut. Ataukah ada disebalah utara atau selatan.Berdasarkan hal itu si peneliti datang ke lokasi tempat meru’yah.
Salah sau dasar dalil dalam al-Qur’an dalam melakukan ru’yah antara lain terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah : 189 yang berarti: “Mereka bertanya kepadamu tentang hilaal-hilaal, katakanlah hilaal-hilaal itu adalah merupakan patokan waktu bagi (ibadah ibadah) manusia dan haji ”. Puasa merupakan salah satu ibadah manusia, maka hilaal dijadikan penentu waktu puasa dan lebaran. Ibnu Katsir rahimahullaahu berkata bahwa pada ayat ini Allah Subhaanallaahu wa Ta’ala menjadikan hilaal sebagai penentu waktu puasa kaum muslimin dan masa iddah bagi para wanita (Tafsir Ibnu Katsir 1/226).
Menurut Hadist Abi Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, rasulullah, SAW bersabda: “kalau kalian melihat hilaal (awal ramadhan) maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilaal tanda masuk bulan syawal) maka berbukalah. Dan jika pandangan kalian terhalangi oleh awan, maka berpuasalah tiga puluh hari” (Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan An-Nasa’i). Berdasarkan hadist tersebut maka pendapat jumhur ulama menyatakan bahwa tidak boleh berpuasa ramadhan kecuali yakin sudah keluar dari bulan sya’ban dan yakinnya tersebut dengan cara melihat hilaal atau menyempurnakan sya’ban sebayak tiga puluh hari, demikian pula tidak dinyatakan keluar dari ramadhan kecuali dengan keyakinan dengan cara melihat hilaal juga. Penentuan hukum haruslah dengan keyakinan bukan keraguan, dengan cara melihat hilaal adalah salah satu bentuk memastikan tidak ada sedikitpun keraguan dalam menentukan awal ramadhan maupun awal bulan-bulan lainnya, termasuk awal syawal. Menurut pendapat ahlul hadist yang mengeluarkan hadist-hadist tentang ru’yah seperti Al Bukhari menyatakan perintah menggunakan ru’yah disebabkan karena rasulullah SAW, menyatakan kita adalah umat yang tak dapat menulis dan menghitung. Dan hukum itu berlaku ada atau tidak ditentukannya oleh ada atau tidaknya sebab itu, maka jika umat sudah mampu menghitung dan menulis, hisab dan ru’yah bisa digunakan kedua-duanya dalam menentukan arah bulan. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa cara hisab dan ru’yah bisa digunakan untuk menetukan awal bulan (lihat akhwat.web.id) .

SIDANG ISBAT PEMERINTAH RI
Fenomena adanya perbedaan penentuan awal ramadhan dan lebaran yang terjadi  di negeri kita selama ini, adalah merupakan suatu rahmat  dalam beragama, bermasyarakat dan bernegara, akan tetapi ini jangan sampai merusak rasa persatuan dan kesatuan  bangsa kita, dan menjadi laknat bagi negara. Peran Pemerintah dalam menengahi perbedaan yang ada sangatlah penting. Pemerintah harus mempunyai  ketegasan untuk menengahi khilafiyah ini demi persatuan dan keutuhan umat, khususnya umat Islam di Indonesia. Peran Pemerintah berdasarkan filosofi  negara kita yaitu Pancasila, mulai dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, di uji. Dalam perbedaan yang ada, Pemerintah berkewajiban menaungi seluruh warga negara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sidang Isbat merupakan langkah positif yang dilakukan Pemerintah melalui Kementrian Agama Republik Indonesia dalam menentukan awal ramadhan dan lebaran, agar ada persamaan pendapat dengan cara musyawarah mufakat, dan meminimalisir perbedaan  yang ada. Isbat berasal dari bahasa arab yang berarti konfirmasi, pembenaran, penegasan, peneguhan, penentuan, pengiyaan. Sidang isbat penentuan awal ramadhan dan lebaran merupakan langkah pemerintah dalam mengakomodir kemungkinan segala perbedaan yang ada dan meniadakan keraguan di masyarakat awam, hal ini dilakukan demi  untuk memberikan rasa tentram, nyaman dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Menurut Q.S An-Nisa : 59 yang berarti; “hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil Amri diantara kalian”. Berdasarkan ayat tersebut, maka dapatlah dikategorikan  Pemerintah adalah ulil amri  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jika memang Pemerintah  menganjurkan hal yang baik, walaupun para pejabatnya tidak semuanya baik, dan tentunya tidak bertentang dengan perintah serta larangan yang sudah digariskan oleh Allah , SWT dan rasul-Nya, maka wajib dipatuhi.
Sidang Isbat di Kementiran Agama Republlik Indonesia pada hari kamis, 19 Juli 2012 pukul 19.00-21.00 WIB, telah ditetapkan awal ramadhan 1433 H jatuh pada tanggal 21 Juli 2012. Hal ini berdasarkan perhitungan, penelitian dan pendapat jumhur ulama se Indonesia dan ilmuwan dari institusi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Terlepas dari berbagai perbedaan tentang penentuan awal ramadhan, dari 17 ormas Islam yang diundang,  3 ormas Islam menetapkan awal ramadhan 1433 H jatuh pada tanggal 20 juli 2012, dan 14 ormas Islam lainnya menetapkan awal ramadhan 1433 H jatuh pada tanggal 21 juli 2012. Perbedaan adalah rahmat, tidak boleh menimbulkan perpecahan, disinilah rasa toleransi di uji. Persatuan dan kesatuan umat Islam di Indonesia haruslah di nomorsatukan.  Rasulullah, SAW berkata: “Mudahkanlah (dalam urusan) dan janganlah mempersulit, beritakanlah kabar yang baik dan jangan membuat orang lari, bersepakatlah dan jangan bersengketa” (Juniarso Ridwan; 2010, 15).
Tentang perbedaan pendapat yang terjadi antara kelompok yang memakai jalur ru’yah maupun hisab sering memantik perpecahan di kalangan umat. Sebenarnya baik ru’yah maupun hisab sah-sah saja bila tahu dalilnya, karena bisa dipertanggung jawabkan penelitiannya. Menurut KH.Syafi’i, perbedaan itu sebetulnya rangkaian dari ilmu yang dipelajari. “Bukankah berijtihad itu mendapat rahmat dan bukan untuk mengundang laknat. Jika salah berijtihad saja dapat pahala, apalagi ijtihadnya betul”. Semoga dengan semakin banyak orang paham tentang hal ini, umat Islam terbiasa untuk menghargai perbedaan (Hidayah; 2004, 101).
Sebagai saran, sebaiknya untuk sidang isbat penentuan awal bulan ramadhan dan lebaran dilakukan secara tertutup. Ini untuk mengantisipasi agar masyarakat awam tidak resah terhadap realita adanya perbedaaan pendapat yang sebenarnya dapat di minimalisir. Sebaiknya masyarakat cukup mengetahui keputusan akhir sidang isbat dari pemerintah. Sehingga masyarakat tidak ikut berpolemik dan menimbulkan keresahan dalam beragama, berbangsa dan bernegara. Semoga seluruh umara selalu di lindungi dan dirahmati Allah, SWT dalam menjalankan tugasnya untuk kemashlahatan umat, bangsa dan negara. Wallahu ‘alam bisshawaab.

Senin, 09 Juli 2012

PENGULASAN TUDUHAN JUAL BELI BANGKU SEKOLAH YANG MENGARAH PADA GRATIFIKASI KEPADA OKNUM ANGGOTA DEWAN CILEGON

PENGULASAN TUDUHAN JUAL BELI BANGKU SEKOLAH YANG MENGARAH PADA GRATIFIKASI KEPADA OKNUM ANGGOTA DEWAN CILEGON

Jual beli bangku sekolah, jual beli ijasah, jual beli lowongan kerja,,ini adalah secuil kegilaan masyarakat yang tidak mengedepankan hati nurani,,memang kita harus hidup realistis, tidak boleh hanya berangan-angan, akan tetapi, angan-angan yang positif tidak bisakah terwujud dengan cara yang baik dan jalan yang positif pula? ini kemudian menjadi hal tabu yang biasa, mencari jalan yang positif dianggap aneh sekarang, terkesan kita diharuskan ikut berkompromi juga dengan jalan yang mungkin tidak sesuai dengan hati nurani kita, jaman sudah gila, ataukah manusianya yang gila?!.
Keanehan moralitas kehidupan yang mulai terjadi atau mungkin bahkan sudah terjadi sejak jaman jahiliah dulu, menjadi asupan kegiatan keseharian kita sekarang ini, tinggal bagaimana kita dapat menyaring dan mengambil makna positif berdasarkan aturan dan rel yang sudah dibuatkan oleh yang maha kuasa untuk manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini,,kabar berita berdasarkan koran radar banten tertanggal 10 juli 2012, diberitakan tentang dewan atau anggota DPRD Cilegon yang berani bersumpah pocong bahwa mereka tidak ikut-ikutan jual beli kursi siswa baru. Tuduhan ini disampaikan oleh sejumlah aktivis LSM generasi Muda Peduli Tanah Air (Gempita) di Cilegon yang menyebutkan adanya oknum anggota Dewan yang terlibat aksi jual beli kursi pada Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini.
jika memang benar hal tersebut terjadi, maka ini dapat dikategorikan sebagai gratifikasi.

Berdasarkan laman http://id.wikipedia.org/wiki/GratifikasiGratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik [1]
Walaupun batas minimum belum ada, namun ada usulan pemerintah melalui Menkominfo pada tahun 2005 bahwa pemberian dibawah Rp. 250.000,- supaya tidak dimasukkan ke dalam kelompok gratifikasi. Namun hal ini belum diputuskan dan masih dalam wacana diskusi. Dilain pihak masyarakat sebagai pelapor dan melaporkan gratifikasi di atas Rp. 250.000,- wajib dilindungi sesuai PP71/2000.
Landasan hukum tindak gratifikasi diatur dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12 dimana ancamannya adalah dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
Pada UU 20/2001 setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, namun ketentuan yang sama tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

[sunting]Contoh kasus yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi

  • Pembiayaan kunjungan kerja lembaga legislatif, karena hal ini dapat memengaruhi legislasi dan implementasinya oleh eksekutif.
  • Cinderamata bagi guru (PNS) setelah pembagian rapor/kelulusan.
  • Pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak jelas, oknum yang terlibat bisa jadi dari petugas kepolisian (polisi lalu lintas), retribusi (dinas pendapatan daerah), LLAJR dan masyarakat (preman). Apabila kasus ini terjadi KPK menyarankan agar laporan dipublikasikan oleh media massa dan dilakukan penindakan tegas terhadap pelaku.
  • Penyediaan biaya tambahan (fee) 10-20 persen dari nilai proyek.
  • Uang retribusi untuk masuk pelabuhan tanpa tiket yang dilakukan oleh Instansi Pelabuhan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pendapatan Daerah.
  • Parsel ponsel canggih keluaran terbaru dari pengusaha ke pejabat.
  • Perjalanan wisata bagi bupati menjelang akhir jabatan.
  • Pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah (karena biasanya sudah tersedia anggaran untuk pembangunan tempat ibadah dimana anggaran tersebut harus dipergunakan sesuai dengan pos anggaran dan keperluan tambahan dana dapat menggunakan kotak amal).
  • Hadiah pernikahan untuk keluarga PNS yang melewati batas kewajaran.
  • Pengurusan KTP/SIM/Paspor yang "dipercepat" dengan uang tambahan.
  • Mensponsori konferensi internasional tanpa menyebutkan biaya perjalanan yang transparan dan kegunaannya, adanya penerimaan ganda, dengan jumlah tidak masuk akal.
  • Pengurusan izin yang dipersulit

Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
  • Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
  • Pengecualian
    Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peraturan yang mengatur Gratifikasi adalah:
Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,
Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK
Penjelasan aturan Hukum
Pasal 12 UU No. 20/2001
Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar:
  1. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
  2. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Sanksi
Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001
Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

PENGULASAN

Berdasarkan pasal 21 UU No.20/2001, kasus posisi diatas jikalau memang terbukti, dapat kita kategorikan sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk jual beli bangku sekolah,yang sudah tentu bertentangan dengan kewajibannya dan atau pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, maka oknum pejabat tersebut mendapat sanksi pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
wallahu a'lam bisshawaab.

[sunting]Referensi

  1. ^ Penjelasan Pasal 12B, ayat 1, UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/ 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Diambil dari Buku Gratifikasi. Apa, Mengapa, dan Bagaimana. Penerbit: Indonesian Business Link didanai oleh CIP dan Rio Tinto.

Selasa, 03 Juli 2012

MENGULAS BISNIS INVESTASI BODONG


MENGULAS  BISNIS INVESTASI BODONG BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KASUS KOPERASI LANGIT BIRU)
Oleh: Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan – Serang

PENDAHULUAN
Berdasarkan Badan Pusat Statistik dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 21, Februari 2012 menyatakan; dari hasil final sensus penduduk 2010 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 jiwa, yang terdiri dari laki-laki  sebanyak  119.630.913 orang dan perempuan  sebanyak  118.010.413 orang, jumlah itu tersebar di 33 provinsi dimana sekitar 57 persen dari jumlah penduduk tersebut tinggal di Pulau Jawa. Potensi penduduk yang banyak merupakan peluang untuk mengembangkan investasi diberbagai bidang. Maraknya berbagai bisnis investasi yang mengiming-imingi keuntungan yang signifikan, berkisar antara 10% sampai 20%, akhir-akhir ini menjadi magnet yang mempunyai daya tarik kuat bagi masyarakat untuk menanamkan uangnya dengan harapan mendapat keuntungan luar biasa tanpa harus bersusah payah. Dorongan untuk mendapat uang dari keuntungan besar yang mudah tanpa berusaha atau bekerja keras, merupakan gula yang manis yang mengundang semut untuk menikmatinya. Begitupun dengan bisnis investasi yang semenjak tahun 2000-an sampai dengan sekarang ini menjamur. Bisnis dengan cara menanamkan modal mulai dari ratusan ribu sampai milyaran rupiah, dengan estimasi keuntungan sekitar 10-20 persen setiap bulannya, memang sangat menggiurkan. Fenomena sekarang yang terjadi, masyarakat berbondong-bondong menanamkan uangnya disebuah bisnis investasi baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, untuk mendapat keuntungan besar tanpa memikirkan resiko yang akan mereka terima, mereka tidak berfikir higher risk higher turn, semakin besar modal (resiko) yang mereka tanam, maka akan semakin besar juga kemungkinan untuk kemacetan pengembalian keuntungannya. Mereka berfikir sebaliknya, semakin besar uang yang mereka tanam, maka mereka berharap untuk mendapat keuntungan lebih besar juga.
Sungguh ironis, fenomena seperti ini jika di telaah lebih dalam adalah merupakan kegagalan pemerintah untuk dapat menyejahterakan rakyatnya sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Oleh karena itu,  rakyat mencari sensasi “kesejahteraan”nya dengan jalannya sendiri, yaitu mencari cara instan untuk mendapat penghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Apabila diperhatikan, apapun dan bagaimanapun kebijakan pemerintah, yang katanya pro rakyat, toh rakyat tetap harus “mencari makan” sendiri. Perhatian pemerintah demi kesejahteraan rakyatnya masih minim, pemerintah yang pada umumnya terdiri dari para birokrat, politisi dan akademisi, lebih nyaman memikirkan dirinya sendiri dan kerabatnya saja. Sudah tentu kita bisa lihat, implementasi dari sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, tidak terlaksana. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa–pun ternyata tereliminasi juga, rakyat lebih mentuhankan materi dari pada keyakinan relegiusnya. Pada hukum Islam, bisnis seperti ini seperti judi, jika anda mendapat keuntungan, maka anda akan coba untuk menanam modal lebih besar lagi untuk mendapat keuntungan yang lebih besar, jika anda belum mendapat keuntungan atau bonusnya, maka anda akan menyimpan modal lagi dengan berharap keuntungan yang nanti akan didapat di bulan berikutnya bisa berlipat. Bisnis yang dijalankanpun tidak kasat mata, barang yang di perjualbelikan yang merupakan objek suatu perdagangan tidak jelas, dan sudah tentu jenis usaha yang seperti ini dalam hukum positif Indonesia, tidak diperbolehkan.
BISNIS INVESTASI
Bisnis berasal dari kata business (Inggris) yang artinya dapat berupa: usaha, perusahaan, urusan, tugas, perkara dan atau kewajiban. Sedangkan kata investasi berasal dari kata investment (Inggris) yang artinya ; penanaman modal, pemberian hadiah. Dari arti kata diatas maka dapatlah didefinisikan bisnis investasi adalah usaha untuk menanamkan modal dengan mengharapkan keuntungan. Berdasarkan forum.vibizportal.com, investasi terbagi atas:
a.       Finansial, terbagi atas:
-          Langsung ; dapat diperdagangkan dan tidak dapat diperdagangkan (pasar modal, pasar uang & bursa komoditi berjangka).
-          Tidak langsung; terdiri atas kontrak investasi kolektif dan reksadana.
b.      Non finansial (Riil) seperti teknologi, jasa, manufaktur dan property.
Bisnis Investasi dalam hukum perdata merupakan suatu perikatan (verbintenis) yang timbul karena perjanjian (overeenkomst). Perjanjian merupakan bagian dari perikatan. Jadi, perjanjian melahirkan perikatan dan perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan (P.N.H.Simanjuntak, 1999 : 331). Menurut pasal 1313 KUHPer, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari berbagai jenis perjanjian, bisnis investasi merupakan bentuk perjanjian atas beban, yaitu perjanjian dengan mana terdapat prestasi pihak yang satu terdapat prestasi pihak yang lain dan antara prestasi itu ada hubungan hukum. Pihak yang satu melakukan prestasi berupa penanaman modal, dan pihak yang lain harus mengelola modal tersebut dan kemudian memberikan keuntungan kepada pihak pemodal.
Dalam hukum Islam, bisnis investasi merupakan bentuk muamalat yaitu suatu kegiatan yang mengatur hubungan antar manusia dibidang ekonomi. Menurut fikih, hukum hubungan antara manusia adalah boleh (mubah), kecuali yang memang jelas terlarang (haram) dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam melarang jual beli yang dilakukan secara buruk, mendatangkan mudharat (bahaya) bagi orang lain serta mengambil harta seseorang dengan cara yang bathil.
Kegiatan muamalat ekonomi, secara eksplisit diartikan sebagai jual beli. Sebagai suatu kegiatan ekonomi, investasi dapat dianalogikan sebagai kegiatan jual beli. Berdasarkan laman blog proteksi syariah, sampai tahun 2004 terdapat enam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan investasi pasar modal, yaitu:
1.      No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham.
2.      No. 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah.
3.      No. 32/DSN-MUI/IX/2000 tentang Obligasi dan Syariah.
4.      No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
5.      No. 40/DSN-MUI/IX/2003 tantang Pasar Modal dan pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
6.      No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
KASUS INVESTASI BODONG KOPERASI LANGIT BIRU
Koperasi Langit Biru yang terletak di daerah Tangerang-Banten, awalnya bernama PT. Transindo Jaya Komara (PT.TJK). Koperasi ini berdiri tahun 2011. Koperasi ini, awalnya merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pengelolaan daging sapi, dengan memiliki 62 suplier peternakan, penggemukan, pemotongan dan pendistribusian daging sapi. Kegiatan ini berawal dari diadakannya arisan daging oleh Ustad Jaya Komara untuk masyarakat sekitar, yang hasilnya dibagikan setiap lebaran haji berupa uang dan daging sapi itu sendiri. Untuk mengembangkan  usahanya, Jaya Komara menggandeng masyarakat sekitar untuk menanamkan modalnya dengan iming-iming mendapat bagi hasil keuntungan dan tentu daging sapinya. Sejak berdiri sampai sekarang, Koperasi Langit Biru telah memiliki 150 ribu nasabah yang tersebar di berbagai daerah ( Apa Kabar Indonesia, Tv One : 3 Juni 2012) dengan potensi dana yang sudah tergalang sebesar 6 trilliun rupiah. Investasi yang ditanamkan terdiri atas dua macam paket, yaitu paket kecil senilai 5 juta rupiah dan paket besar senilai 10 juta rupiah.
Pada akhir Mei 2012, terjadilah suatu insiden. Nasabah melakukan aksi perusakan terhadap aset Koperasi Langit Biru. Hal ini dipicu karena nasabah belum mendapat keuntungan yang dijanjikan oleh pihak pengurus semenjak Februari 2012.  Berdasarkan kesepakatan antara pengelola koperasi dan nasabah, apabila sampai dengan tanggal 2 juni 2012, pihak pengelola belum juga memberikan keuntungan yang dijanjikan, maka nasabah diperkenankan mengambil produk  yang tersimpan di gudang Koperasi. Semenjak terjadi kemacetan pemberian bonus tersebut, pimpinan Koperasi Langit Biru, Ustad Jaya Komara keberadaannya tidak diketahui.
Investasi jenis ini termasuk dalam jenis investasi finansial yang tak langsung, dengan bentuk kontrak investasi kolektif. Dalam investasi ini, dilakukan perjanjian antara individu masyarakat sebagai investor dengan pimpinan Koperasi Langit Biru dengan bentuk perjanjian atas beban, dimana investor melakukan prestasi berupa penanaman modal, dan management Koperasi Langit Biru melakukan prestasi berupa penglolaan modal tersebut dengan janji memberikan keuntungan sebesar 10%. Dalam kasus ini, investasi yang mengiming-imingi bonus besar (10% - 20%) , secara logika tidak masuk akal, karena:
a.       Perputaran modal dalam suatu usaha selama jangka waktu satu sampai tiga bulan belum dapat dilihat secara signifikan perkembangan bisnisnya apalagi keuntungannya. Jika memang modal itu diputarkan dengan cara membeli barang tertentu, maka untuk mendapat keuntungan, tentu barang tersebut harus terjual lebih dahulu, sedangkan potensi pasar terkadang naik turun, tidak stabil. Jadi keuntungan yang dijanjikan setiap bulan atau per tiga bulan sekali sebesar 10% - 20% tersebut, kecil kemungkinannya untuk slalu dapat terpenuhi. Kecuali sistemnya jelas bagi hasil, dimana si penerima modal melakukan kegiatan jual belinya secara langsung terlihat oleh si penanam modal, dan diperjanjikan dalam hal terburuk penerima modal rugi bukan karena kesalahannya, maka si penanam modalpun ikut menanggung kerugian tersebut. Jadi tidak ada yang terdzolimi.
b.      Dalam bisnis investasi yang jelaspun, seperti stock trading di Bursa Efek ataupun diperusahaan tertutup lainnya, dividen atau keuntungan baru dapat dibagikan minimal per satu tahun, bukan hitungan bulan.
c.        Break even point atau titik impas tidak akan bisa tercapai, jika keuntungan selalu dijanjikan setiap bulan atau per tiga bulan. Maka perusahaan akan collapse atau runtuh.
Berdasarkan penalaran logika diatas, bisa terlihat, koperasi ini runtuh, karena untuk memenuhi janji memberikan bonus setiap bulan kepada investor ternyata mustahil. Mungkin pada awalnya berjalan baik, tetapi apabila modal yang dipakai harus diambil untuk memenuhi bonus investasi yang dijanjikan, maka lama kelamaan koperasi ini mismanagement dan bangkrut. Dilihat dari cara pandang hukum Islam, bisnis investasi dengan cara menjanjikan keuntungan luar biasa yang secara logika mustahil, merupakan bentuk jual beli yang dilakukan secara buruk, mendatangkan mudharat (bahaya) bagi orang lain serta mengambil harta seseorang dengan cara yang bathil.
Sebagai penutup, berhati-hatilah kita dalam menginvestasikan dana, jangan tergiur dengan cara mendapat keuntungan instan, tanpa bekerja keras. Apabila rezeki kita cari dengan cara yang instan maka jikalaupun ada hasilnya, maka hasil tersebutpun akan hilang dengan cara instan pula. Wallahu a’lam bisshawaab.