Senin, 07 Oktober 2013

KEMBALI KEPADA EKONOMI KERAKYATAN
Oleh: Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan – Serang
PENDAHULUAN
Indonesia, negara yang terkenal dengan sebagai negara kepulauan, berbagai macam suku adat dan bahasa. Karakteristik masyarakat yang sangat beragam dan kompleks mengakibatkan Indonesia menjadi negara yang eksklusif secara topografi dan demografi. Masyarakat yang terjalin dalam suatu asas Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda akan tetapi satu jua. Berbeda-beda bahasa, bangsa, adat istiadat dan agama tidak mengakibatkan perpecahan, akan tetapi hal tersebut semakin memperkuat rasa persaudaraan dan persatuan bangsa. Dalam bermasyarakat tidak dipungkiri, terjalin hubungan perekonomian dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup keseharian mereka. Perekonomian yang merupakan suatu jalinan yang terintegrasi secara lahir dan bathin kaitannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup ekonomis berupa pangan, sandang dan papan agar kesejahteraan para individu orang yang terkumpul dalam suatu lingkungan kelompok masyarakat tercapai, dilaksanakan dengan asas kebersamaan dan saling bahu membahu. Rasa gotong royong dan musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama, selalu menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila, hal yang dipaparkan diatas oleh para stakeholders kemudian telah dirumuskan dalam sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab, sila ketiga persatuan Indonesia, sila keempat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan serta sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perekonomian yang terjalin berdasarkan hubungan sosial ekonomi rakyat yang baik antar masyarakat, menimbulkan suatu asas perekonomian yang berbentuk asas ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan telah mendarah daging sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, yang merupakan embrio kelahiran bangsa Indonesia. Ekonomi kerakyatan yang berkembang berasal dari suatu kebiasaan perekonomian yang disebut dengan barter. Barter merupakan suatu sistem dalam perdagangan. Barter adalah pertukaran langsung antara satu barang dengan barang lainnya, dimana orang menjual barang-barang dan mengerjakan jasa-jasa yang produktif untuk memperoleh barang-barang dan jasa-jasa lainnya secara langsung di dalam pertukaran (Syamsudin Mahmud, 1985: 1).
EKONOMI KERAKYATAN DALAM UUD 1945
Pergeseran asas perekonomian di Indonesia telah terjadi. Ekonomi liberal kapitalis, hal ini diakui atau tidak diakui, disadari atau tidak disadari telah menjadi dasar perekonomian di Indonesia kita dewasa ini. Kontrak pinjaman luar negeri, yang secara manis dan halus telah mengiming-imingi kemakmuran dengan konsep negara kesejahteraan, pada kenyataannya telah menjerumuskan seluruh rakyat Indonesia kejurang ekonomi liberal kapitalis. Ekonomi kerakyatan yang berdasarkan kekeluargaan yang selama ini digadang-gadang sebagai asas perekonomian Indonesia, telah bergeser perlahan tapi pasti kearah sistem liberal kapitalis, yaitu sistem ekonomi yang aset-aset produktif dan faktor-faktor produksinya sebagian besar dimiliki oleh individu atau swasta. Sementara tujuan utama kegiatan produksi adalah untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Ciri-ciri dari sistem ekonomi liberal kapitalis antara lain: 
a. Masyarakat diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi.
b. Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi.
c. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh).
d. Timbul persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan.
e. Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar.
f. Pasar merupakan dasar setiap tindakan ekonom.
g. Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen keempat terpaparkan dalam pasal 33, tentang dasar perekonomian di Indonesia, yaitu:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak  dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.****)

 Pada amandemen keempat UUD 1945 pasal (1), (2) dan (3) telah memberikan landasan perekonomian pro kesejahteraan rakyat, akan tetapi pada pasal 33 ayat (4) dan (5) dapat ditafsirkan sebagai landasan yang memberikan dasar tindakan melakukan perekonomian liberal kapitalis, yaitu dalam asas efisiensi berkeadilan. Disini dapat dilihat terdapat ambiguitas dari penentu kebijakan dalam menentukan arah kebijakan dalam perekonomian negara demi kesejahteraan rakyat. Lagi-lagi rakyat dipertaruhkan karena adanya “kepentingan” yang bermain didalam suatu kebijakan. Berharap pemangku kebijakan dapat lebih arif dalam menentukan arah kebijakan. Kembalikan arah kebijakan perekonomian yang terindikasi kearah liberal kapitalis ke khittah asas perekonomian bangsa Indonesia, yaitu perekonomian berbasis kerakyatan yang telah diamanatkan dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 sebelum amandemen keempat. Wallahu’alambisshawab.