Senin, 03 November 2014

EFEKTIFITAS ORGANISASI DEWAN PENGUPAHAN DAERAH DALAM PENETAPAN UPAH MINIMUM
Ikomatussuniah, SH., MH
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Email: ikomatussuniah80@yahoo.co.id

Abstrak
Upah adalah imbalan yang diberikan pengusaha kepada pekerja atas kinerja yang dilakukan sesuai perjanjian kerja. Dewan pengupahan daerah adalah organisasi penunjang dalam pemerintahan untuk merumuskan kebijakan penetapan upah. Dewan pengupahan adalah tim organisasi yang terdiri atas unsure pekerja, pengusaha, pemerintah dan pakar perguruaan tinggi. Sejauhmana efektifitas tim tersebut dalam merumuskan kebijakan upah untuk ditetapkan oleh kepala daerah menjadi kajian yang harus di telaah. Penulisan makalah ini dilakukan dengan metode normative empiris, melalui studi literature dan data serta pengamatan penulis sebagai peserta dalam konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional di Hotel Sahid Jakarta. Kesolidan tim yang terdapat dalam orgnisasi  Dewan pengupahan berimplikasi pada rekomendasi upah yang berkeadilan sosial kepada kepala daerah.
Kata kunci: Upah, kerjasama tim Dewatractn Pengupahan Daerah, keadilan sosial.

Abstract
Wage compensation granted the employer to the employee for the performance of work done according to the agreement. Regional wage boards is an organization supporting the government to formulate a policy of wage determination. Wage Board is a team consisting of elements of the organization of workers, employers, government and experts from university. How far the team's effectiveness in formulating wage policy to be set by the head of the study area should be reviewed. Writing this paper made ​​by normative empirical methods, through the study of literature and data and observations of the author as a participant in the consolidation of National Wage Council in Sahid Jakarta. Solidity team contained in the Board remuneration society together has implications for social justice wage recommendations to the head of region.
Keywords: Wages, Regional Wage Board team collaboration, social justice.



BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
       Ketenagakerjaan merupakan peralihan kata dari perburuhan. Semenjak diundangkannya aturan perundangan ketenagakerjaan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003, maka istilah perburuhan sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1974 tentang perburuhan, berganti menjadi ketenagakerjaan. Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan, pengertian ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Tentang upah, ini termasuk kedalam kategori pengaturan ketenagakerjaan sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Sebelum masa kerja, upah diperjanjikan dalam perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja. Selama masa kerja, upah diberikan sesuai kinerja dan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu pengusaha dan pekerja. Setelah masa kerja, pemutusan hubungan kerja dapat menimbulkan hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha baik berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Berdasarkan pasal 1 angka 30 UU Ketenagakerjaan:


       Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan  menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau yang akan dilakukan.

       Masalah ketenagakerjaan, terutama upah minimum menjadi isu yang krusial untuk Indonesia menjadi lebih kompetitif. Memperbaiki upah minimum akan meningkatkan daya saing nasional dengan alasan:[1]
a.    Perusahaan tergolong labor intensif, fluktuasi dan ketidakpastian upah sangat berpengaruh bagi pengusaha dalam kepastian berbisnis.
b.    Upah kompetitif, jika pemerintah membantu kompensasi atas beberapa kebutuhan pekerja (seperti kesahatan dan transportasi), akan menyebabkan harga barang yang kompetitif pula sehingga meningkatkan penjualan serta pertumbuhan ekonomi secara signifikan.
c.    Upah minimum yang rasional tak akan menyulitkan pengusaha merekrut pegawai baru, sehingga mendukung penyerapan tenaga kerja mengurangi pengangguran.
       Upah, sistem pengupahan dan keadilan sosial merupakan suatu isu yang ingin penulis ketengahkan. Permasalahan selalu terjadi setiap tahun ketika upah akan ditetapkan oleh pemerintah. Demo-demo tenaga kerja yang menggulirkan isu isu ketenagakerjaan salah satunya mengenai upah dan dinamikanya dapat dipastikan setiap tahun terjadi. Penutupan jalan tol, anarkisme, sweeping pabrik-pabrik dan pengerahan buruh dalam jumlah besar dipastikan terjadi pada akhir tahun dimana per tanggal 1 November setiap tahunnya berdasarkan Permenakertrans No. 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum, Gubernur masing-masing daerah menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP), kemudian selambat-lambatnya tanggal 21 November Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing Gubernur.
       Permasalahan yang kemudian terjadi di lapangan adalah ketika peraturan perundangan yang sudah ditetapkan dalam suatu regulasi hukum ternyata di lapangan tidak berjalan sebagaimana mestinya, contohnya terungkap dalam data yang diberikan oleh Dirjen PHI dan Jamsos Kemenakertrans R. Irianto Simbolon, SE., MM dalam pemaparannya pada kegiatan Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional di Jakarta pada tanggal 7 - 9 September 2014, menyatakan Pelaksanaan Inpres No. 9 Tahun 2013 Tentang penetapan Upah Minimum dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja diketahui bahwa penetapan UMP tidak dilakukan secara serentak, dan terdapat pula provinsi yang tidak menetapkan UMP. [2]           Sebagai pengawal penentuan upah dan kebijakan upah, Dewan pengupahan adalah representasi dari organisasi antara unsur pekerja, pengusaha, pemerintah serta pakar dari perguruan tinggi, yang secara regular bekerjasama untuk mencapai tujuan penentapan upah yang berkeadilan.[3]

B.   Perumusan Masalah
       Berdasarkan pemaparan di atas, maka permasalahan inti dalam tulisan ini adalah:
1.    Upaya untuk meningkatkan kapasitas kerjasama tim Dewan Pengupahan Daerah.
2.    Upaya untuk meningkatkan kerjasama tim Dewan Pengupahan Daerah sehingga kinerja dan efektifitasnya juga meningkat.
3.    Cara optimalisasi pelaksanaan tugas Dewan Pengupahan Daerah dalam membangun kerjasama tim.

C.   Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui upaya untuk meningkatkan kapasitas kerjasama tim dalam Dewan Pengupahan Daerah.
2.    Untuk mengetahui dan memahami upaya untuk meningkatkan kerjasama tim Dewan Pengupahan Daerah sehingga kinerja dan efektifitasnya juga meningkat.
3.    Untuk mengetahui dan memahami cara optimalisasi pelaksanaan tugas Dewan Pengupahan Daerah dalam membangun kerjasama tim


BAB II
EFEKTIFITAS ORGANISASI DEWAN PENGUPAHAN DAERAH DALAM PENETAPAN UPAH MINIMUM

A.   Dewan Pengupahan
         Upah dan sistem pengupahan merupakan salah satu pembahasan dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUTK). Pengaturan pengupahan dalam UUTK terdapat dalam pasal 88-98. Pada pasal 98 khusus dipaparkan tentang Dewan Pengupahan yang dibentuk untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional. Dewan Pengupahan adalah suatu lembaga non structural yang bersifat tripartit. Keanggotaan Dewan Pengupahan terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, organisasi serikat pekerja/serikat buruh, perguruan tinggi dan pakar. Keanggotaan Dewan Pengupahan Nasioanl diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota. Lebih lanjut mengenai Dewan Pengupahan diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan.
       Dewan Pengupaha Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota merupakan kelompok produktif yang yang berfungsi secara efektif dan efisien. Dalam kelompok ini terhimpun jumlah orang yang berorientasi pada kesamaan tujuan yang berkualitas unggul, kompak serta dinaungi oleh nilai-nilai prilaku yang jelas dan mengikat. Semua anggota mempunyai kualitas kompetensi dan integritas yang kurang lebih seimbang. Semangat pembelajaran diantara anggota kelompok sangat tinggi demi mencapai keberhasilan dan keunggulan bersama. Kelompok ini tidak lagi sekedar bekerja bersama tetapi sampai pada taraf bekerjasama.[4] Dalam Dewan pengupahan anggotanya berperilaku sebagai sebuah tim Dewan pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota merupakan kelompok yang dibentuk oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Daerah dibawah naungan kemenakertans yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur, bupati/walikota, untuk melaksankan tugas yang sudah diamanatkan dalam peraturan perundangan, serta keanggotaannya diamanatkan dalam jangka waktu 3 tahun. Dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 kali periode berikutnya. Idealnya suatu kelompok termasuk Dewan Pengupahan Daerah mengarahkan kelompoknya ke tingkat lebih tinggi dengan membangun sebuah tim yang antara lain memiliki ciri sebagai berikut:[5]
·         Terdiri atas sejumlah orang yang berkeahlian, berbagai tujuan yang sama, saling mendorong dan memberdayakan.
·         Saling berbagi informasi untuk membangun tingkat  kepercayaan dan tanggung jawab yang tinggi.
·         Mengunakan batasan yang jelas untuk menciptakan kebebasan dan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas secara produktif.
·         Secara efektif menggunakan waktu dan bakat anggota serta kepemimpinan kelompok yang terdistribusi.
·         Mengendalikan diri dengan baik dalam pengambilan keputusan kelompok yang berkontribusi bagi kinerja yang luar biasa bagi anggota, kelompok dan organisasi.
Dewan Pengupahan Daerah bertugas untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan. Definisi upah berdasarkan pasal 1 (a) Peraturan Pemerintah RI No. 08/1981 Tentang Perlindungan Upah adalah:
Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan atau dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya.

     Regulasi pengupahan terdapat upah minimum, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman.[6] Upah Minimum terdiri atas Upah Minimum Provinsi atau Upah Minimum Kab/Kota serta Upah Minimum Sektoral Provinsi atau Upah Minimum Sektoral Kab/Kota. Penetapan Upah Minimum didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah Minimum diarahkan pada pencapaian KHL. Pencapaian KHL merupakan perbandingan besarnya Upah Minimum terhadap nilai KHL pada periode yang sama. Untuk pencapaian KHL gubernur menetapkan tahapan pencapaian KHL dalam bentuk peta jalan pencapaian KHL bagi Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu dan bagi perusahaan lainnya dengan mempertimbangkan kondisi kemampuan dunia usaha. Peta Jalan pencapaian KHL disusun dengan langkah sebagai berikut:[7]
a.   Menentukan tahun pencapaian upah minimum sama dengan KHL;
b.   Memprediksi nilai KHL sampai akhir pencapaian;
c.   Memprediksi besaran upah minimum setiap tahun;
d.   Menetapkan prosentase pencapaian KHL dengan membandingkan prediksi besaran upah minimum dengan pediksi nilai KHL setiap tahun.


B.   Data Upah Minimum
              Beberapa data yang dapat di analisa untuk sistem pengupahan yang berkeadilan sosial dapat dilihat pada data yang diberikan oleh Dirjen PHI dan Jamsos:
1.    UMP ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing gubernur serentak setiap tanggal 1 November pada setiap tahunnya, akan tetapi berdasarkan pemaparan data dari Dirjen PHI dan Jamsos, diketahui, bahwa:
a.   Provinsi yang menetapkan UMP 2014 serentak tepat waktu 1 November 2013 yaitu NAD, Sumut, Riau, Kepri, Sumsel, DKI Jakarta, Sulsel, Sulteng dan Papua Barat.
b.   Provinsi yang menetapkan UMP 2014 sebelum 1 November 2013 yaitu Sumbar, Jambi, Babel, Bengkulu, Banten, NTB, NTT, Kalbar, Kalsel, Kalteng, Kaltim, Gorontalo, Sulut, Sultra, Maluku, Papua.
c.   Provinsi yang menetapkan UMP 2014 setelah 1 November 2013 yaitu Lampung, Bali, Maluku Utara, Sulawesi Barat.
d.   Provinsi yang tidak Menetapkan UMP 2014 dan hanya menetapkan UMK yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogjakarta.
2.    Pada penetapan upah minimum provinsi industri padat karya, yang diamanatkan dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2013 dan Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2013: “Kebijakan Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Keberlangsungan Usaha Dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja”, hanya Provinsi NTT saja yang menetapkan yaitu Rp. 1.125.000.
3.    UMP Tertinggi adalah DKI Jakarta Rp. 2.441.000, dan persentase tertinggi kenaikan UMP 2014 adalah Provinsi Bali dengan kenaikan 30,62%.
4.    UMP terendah adalah NTT Rp. 1.150.000, dan persentase terendah kenaikan UMP 2104 adalah Kaltim dengan 7,66%.
5.    Terdapat 16 provinsi yang menetapkan UMP lebih besar sama dengan KHL, yaitu: NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten, Bali, DKI Jakarta, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Papua. Pada tahun 2013 terdapat 11 provinsi yang UMP lebih besar sama dengan KHL dengan demikian tahun 2014 bertambah 5 provinsi.
6.    Terdapat empat provinsi menetapkan UMP 90 s.d 99 % KHL, yaitu: Sumsel, Babel, Sultra, Sulteng.
7.    Terdapat enam provinsi menetapkan UMP 80 s.d 89 % KHL, yaitu: NTB, Kalbar, Kalteng, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat.
8.    Terdapat tiga provinsi menetapkan UMP < 80% KHL, yaitu: NTT, Sulbar dan Maluku.
Apabila diperhatikan dari data yang disajikan diatas, terlihat bahwa keadaan upah dan sistem upah belum merata dan kesamaan sistem pengupahan yang diberlakukan belum terjadi karena memang banyak permasalahan di daerah terkait dewan pengupahan yang bertugas, yaitu:
a.    Dewan Pengupahan Provinsi/Kab/Kota belum sepenuhnya memahami tata cara survey dan penetapan nilai KHL sesuai peraturan perundang-undangan, sehingga mekanisme penetapan upah belum sesuai dengan ketentuan.
b.    Belum optimal koordinasi Dewan Pengupahan Nasional, Dewan Pengupahan Prov dan Dewan Pengupahan Kab/Kota
c.    Belum terbentuknya petunjuk teknis tentang Peta Jalan pencapaian KHL (Road Map) sebagaimana diamanatkan dalam Permenakertrans Nomor 7 tahun 2013.
d.    Kurangnya dukungan anggaran untuk pelaksanaan tugas Dewan Pengupahan.

C.   Upah Berkeadilan Sosial
            Sistem pengupahan yang berkeadilan sosial tidak terlepas dari peran semua pihak. Dalam ketenagakerjaan pihak-pihak yang saling berkaitan adalah pekerja, pengusaha dan pemerintah. Pekerja, pengusaha dan pemerintah adalah tim yang harus bekerjasama dalam merumuskan rekomendasi penetapan upah yang akan diserahkan kepada Gubernur untuk ditetapkan.
       Ketenagakerjaan merupakan ranah yang kompleks, ranah ini mencakup ranah hukum, ekonomi, statistik dan cakupan keilmuan lainnya. Jikalau dilihat dari ranah hukum berdasarkan regulasinya, sebetulnya pemerintah sudah memberikan aturan-aturan yang jelas dalam membangun sistem pengupahan yang berkeadilan sosial. Beberapa regulasi pengupahan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem upah yang berkeadilan sosial adalah:[8]
a.    UUD 1945 Pasal 27 ayat (2).
b.    Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
c.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah.
d.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2001 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan yang Diterima oleh Pekerja sampai dengan Sebesar Upah Minimum Provinsi Atau Upah Minimum Kabupaten/Kota.
e.    Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan.
f.     Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Keberlangsungan Usaha Dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja.
g.    Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-231/Men/2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.
h.    Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-49/Men/2004 Tentang Ketentuan Struktur Skala Upah.
i.      Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-102/Men/VI/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur Dan Waktu Kerja Lembur.
j.      Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per-04/Men/VI/1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja Di Perusahaan.
k.    Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per-02/Men/VI/1999 Tentang Pembagian Upah Service Pada Usaha Hotel Restoran Dan Usaha Pariwisata Lainnya.
l.      Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per-03/Men/I/2005 Tentang Tata Cara Pengusulan Keanggotaan Dewan Pengupahan Nasional.
m.   Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 13Tahun 2012 Tentang Komponen Dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
n.    Pedoman Survey Dan Pengolahan Data Kebutuhan Hidup Layak.
o.    Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 51/M-IND/PER/10/2013.
p.    Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor SE-01/Men/1982 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1981.
q.    Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor SE-07/Men/1990 Tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah.
r.     Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor SE-05/Men/BW/1998 Tentang Upah Kerja Yang Dirumahkan Bukan Kearah Pemutusan Hubungan Kerja.
s.     Keputusan Ketua Dewan Pengupahan Nasional Nomor 01/Depenas/XII/2006 Tentang Tata Kerja Dewan Pengupahan Nasional.
       Pengaturan secara hukum oleh pemerintah walaupun belum sempurna, setidaknya upaya pemerintah konkrit dalam membuat dan menyusun suatu regulasi pengupahan demi terciptanya sistem pengupahan yang ideal demi terwujudnya keadilan sosial. Keadilan sosial berbicara tentang kesejahteraan seluruh rakyat dalam negara merdeka. Keadialan sosial bukan hanya sekedar bicara dalam konteks penegakan peraturan perundangan semata, tetapi bicara luas tentang hak warga negara dalam suatu negara. Keadilan sosial adalah keadaan dimana kekayaan negara didistribusikan secara adil dan merata kepada seluruh rakyatnya.[9] Dalam keadilan sosial setiap orang berhak untuk mendapat “kebutuhan manusia yang mendasar”. Menurut Abraham Maslow kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologi maupun psikologi.[10] Mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan adalah unsur yang dibutuhkan oleh manusia untuk mempertahankan kesimbangan fisiologinya. Penghasilan yang didapat dengan upah yang baik akan idealnya meningkatkan taraf hidup dan kehidupan pekerja. Akan tetapi ternyata kenaikan upah tidak secara otomatis menaikan taraf hidup dan daya beli pekerja. Ini terjadi jika tingkat inflasi tidak terkendali. Apa gunanya upah naik, jika inflasi naik mengakibatkan seluruh kebutuhan pokokpun ikut naik. Dan sebaliknya, jika inflasi dapat dikendalikan, minimal nilai inflasi di bawah KHL, maka kenaikan upah akan berdampak signifikan pada tingkat daya beli dan kesejahteraan pekerja. Keadilan sosial terhadap sistem pengupahan ternyata tidak saja bergantung pada perhitungan upah secara normative, akan tetapi kebijakan makro ekonomi pemerintah pusat dapat mempengaruhi efektivitas nilai kenaikan upah. Kebijakan makro tersebut misalnya keputusan pemerintah untuk menaikan Tarif Dasar Listrik, kenaikan Bahan Bakar Minyak dan ketidakpastian hukum. Ini semua dapat mengakibatkan nilai inflasi tidak terkendali, dan betapapun tinggi upah yang dinaikkan, apabila inflasi lebih tinggi dari nilai KHL, maka itu semua sia-sia, dalam arti pekerja tetap tidak dapat hidup layak dan pengusaha semakin tertekan karena naiknya biaya produksi dan biaya pekerja. Jika ini dibiarkan, maka investor lambat laun akan gulung tikar dan mencabut investasinya. Tentu ini semua akan menimbulkan masalah baru.
D.   Tahapan Perkembangan Dan Aktivitas Dewan Pengupahan Daerah
       Dewan pengupahan daerah berada dalam tahap produktif[11], dalam Dewan Pengupahan telah memantapkan norma interaksi, kelompok berinterksi dengan tim dengan tingkat toleransi, kepercayaan dan kerjasama yang lebih kuat. Dalam tupoksinya Dewan Pengupahan menanggani rekomendasi kebijakan upah dan pilar utama dalam hubungan industrial adalah pengupahan. Pada tingkat mikro di perusahaan, masalah pengupahan mempunyai pengaruh strategis dalam menjaga dan meningkatkan produktifitas pekerja dan perusahaan serta kesejahteraan pekerja/buruh. Oleh karena itu pengupahan perlu dikelola melalui manajemen yang baik sebagai bagian yang tidak terpisahkan di perusahaan, sehingga efektif dalam meminimalisasi permasalahan penetapan upah minimum. Untuk memperkuat sistem pengupahan dalam menetapkan upah yang berkeadilan sosial yang direkomendasikan Dewan Pengupahan, maka perlu dilakukan analisa sebagai berikut:
1.    Membangun Sistem Komunikasi Dewan Pengupahan[12]
                  Dalam rangka mengefektikan tugas dan  fungsi Dewan Pengupahan Provinsi dan Kab/Kota mencakup : Memberikan saran dan pertimbangan dalam rangka penetapan upah minimum; Memberikan saran dan pertimbangan penerapan sistem pengupahan di tingkat Provinsi atau Kab/Kota dan Menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional, masih ditemui kendala atau permasalahan.
a.    Permasalahan Dewan Pengupahan tersebut antara lain:
1.   Belum sepenuhnya dipahami oleh Dewan Pengupahan Provinsi atau Kab/Kota mengenai cara survey dan penetapan nilai KHL sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga mekanisme penetapan upah minimum belum sesuai ketentuan.
2.   Belum optimalnya koordinasi dan sinergitas antara Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi dan Kab/Kota.
3.   Masih terbatasnya penyampaian rekomendasi terkait pengembangan dan penerapan sistem pengupahan.
4.   Kurangnya dukungan anggaran untuk pelaksanaan tugas Dewan Pengupahan.
5.   Gubernur belum seluruhnya memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan dalam menetapkan UMP
b.    Upaya yang Ditempuh
       Dalam rangka mengefektifkan tugas-tugas Dewan Pengupahan khususnya terkait penerapan pengupahan dan sistem pengupahan nasional tersebut perlu segera :
1.   Membangun jejaring dan sistem komunikasi antara Dewan Pengupahan Nasional, Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kab/Kota dengan jejaringan komunikasi via websitn Dewan Pengupahan.
2.   Melaksanakan kajian-kajian pengupahan sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Gubernur/Bupati/Walikota dan instansi terkait mendorong semua perusahaan menerapkan struktur dan skala upah dengan membuat surat edaran.
3.   Mengalokasikan anggaran Dewan Pengupahan pada APBD.
4.   Melakukan sosialisasi UU dan peraturan perundangan tentang Ketenagakerjaan umumnya dan pengupahan pada khususnya di kalangan aparat pemerintah daerah.
c.    Langkah Dalam Membangun Sistem Jejaring / Komunikasi Dewan Pengupahan:
1.   Peningkatan kapasitas anggota Dewan Pengupahan Provinsi dan Kab/Kota melalui :
a.  Pelatihan, workshop dan bimbingan teknis Pusat dan Daerah yang diselenggarakan melalui dana dekonsentrasi.
b.  Pendampingan oleh Dewan Pengupahan Nasional terhadap Dewan Pengupahan Daerah dan Kab/Kota yang dianggarkan oleh APBN.
2.   Penguatan konsultasi dan koordinasi untuk mensinergiskan Dewan Pengupahan:
a.  Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan tingkat Regional dan tingkat Nasional.
b.  Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan tingkat Nasional.
c.  Penguatan Koordinasi dan Komunikasi antara Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi dan Kab/Kota.
d.  Pembekalan anggota Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kab/Kota.
3.   Membuat petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksana (juklak) tata cara pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan Pengupahan.
2.    Penerapan Instrumen Pengupahan Yang Berkeadilan[13]
              Dalam rangka mewujudkan penerapan pengupahan yang berkeadilan dan berdaya saing, ada 3 (tiga) instrumen yang dapat dilakukan bagi stakeholders (pemangku kepentingan) meliputi:
1.      Framework penerapan struktur dan skala upah di perusahaan.
2.      Kajian peningkatan upah yang lebih berdaya saing dan berkeadilan.
3.      Strategi peninjauan upah secara berkala.
Adapun penjelasan secara ringkas kami sampaikan sebagai berikut:
I.    Framework Penerapan Struktur Dan Skala Upah Di Perusahaan
1.   Basis dari pengupahan adalah:
a.      Keseimbangan;
b.      Kesetaraan;
c.      Kesinambungan.
2.   Jenis struktur dan skala upah di perusahaan:
a.      Struktur dan skala upah sederhana;
b.      Struktur dan skala upah sesuai dengan KLUI;
c.      Struktur dan skala upah advance.
3.   Dasar skala upah yang sederhana mencakup:
a.      Masa kerja;
b.      Person (attitude);
c.      Position (jabatan);
d.      Performance (unjuk kerja).
4.   Upaya yang dilakukan dalam memasyarakatkan struktur dan skala upah meliputi:
a.      Pembinaan oleh Instansi di bidang ketenagakerjaan;
b.      Training and development;
c.      Dilembagakan dalam sarana hubungan industrial seperti :
-     standard operating procedure;
-     forum bipartit;
-     lembaga tripartit;
-     peraturan perusahaan;
-     perjanjian kerja bersama.
d.      Law enforcement (reward dan punishment).
II.   Dasar-Dasar Kajian Peningkatan Upah Yang Lebih Berdaya Saing Dan Berkeadilan
1.   Harus ada upaya mewujudkan upah yang berdaya saing dan berkeadilan melalui tidak melulu pada peninjauan basic salary, namun dapat diupayakan melalui pemberian bonus, insentif dan benefit lainnya.
2.   Bagi investor asing yang masuk ke Indonesia, penggajian tidak hanya berdasarkan pada upah minimum, tetapi harus lebih dari upah minimum.
3.   Standarisasi dan sertifikasi profesi.
III. Strategi Peninjauan Upah Secara Berkala
1.   Peninjauan struktur dan skala upah secara periodik dilakukan berdasarkan kelompok lapangan usaha dengan mempertimbangkan:
-     produktivitas;
-     periodisasi peninjauan;
-     daya saing perusahaan dalam kelompok lapangan usaha yang bersangkutan;
-     salary survey
2.   Mengefektifkan sarana hubungan industrial.
3.    Kebijakan Pemerintah dalam Perbaikan Makro Ekonomi[14]
       Berdasarkan pemaparan dan pengarahan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dapat dipahami beberapa pokok bahasan, yaitu:
1.      Pokok Bahasan
       Kenaikan UM tidak secara otomatis meningkatkan daya beli pekerja. Hal ini disebabkan oleh:
a.   Tidak terkendalinya inflasi
b.   Tidak adanya standarisasi mekanisme survey KHL
c.   MetodePenghitungan regresi dan proyeksi pada tahun berjalan belum diseragamkan
d.   Belum adanya kajian mendalam terhadap komponen KHL.
          Oleh karena itu direkomendasi:
a.   Perlu mengefektifkan Tim pengendalian  inflasi
b.   Perlu dilaksanakan standarisasi mekanisme survey KHL
c.   Perlu penyeragaman metode perhitungan regresi dan proyeksi KHL pada tahun berjalan.
d.   Perlu dilakukan kajian yang mendalam terhadap penambahan komponen KHL
2.      Pokok Bahasan
       Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, perlu adanya kerjasama yang lebih intens antara pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia, melalui:
a.      Peningkatan kompetensi pekerja/buruh yang difasilitasi Pemda dan dunia usaha (perusahaan)
b.      Peningkatan kompetensi dengan melibatkan lembaga-lembaga pelatihan.
c.      Adanya sertifikasi profesi

3.   Pokok Bahasan
                Peranan Pemerintah daerah terkait dengan perlindungan pengupahan:
a.   Menetapkan upah dan penangguhan sesuai dengan ketentuan
b.   Menambah jumlah dan meningkatkan kapasitas aparatur di bidang  pengawasan dan penyelesaian perselisihan.
c.   Memperkuat Dewan Pengupahan daerah melalui peningkatan alokasi anggaran dan penegasan tugas dan fungsi anggota dewan pengupahan daerah.
d.   Agar kebijakan pengupahan disosialisasikan secara berjenjang di seluruh Propinsi dan Kabupaten/Kota.
e.   Penyusunan Peta Jalan pencapaian KHL.
4.   Pokok Bahasan
       Peranan Pemerintah daerah terkait dengan perluasan lapangan kerja baru, melalui Penyederhanaan proses sistem perijinan pemangkasan birokrasi.
BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN DAN SARAN
       Dewan pengupahan merupakan organisasi non struktural yang diberi amanat oleh peraturan perundangan untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan. Dewan pengupahan Daerah melaksankan tugasnya untuk memberikan rekomendasi kebijakan sistem pengupahan kepada kepala daerah. Dewan Pengupahan Daerah merupakan jenis kelompok produktif, karena memang dalam kelompok ini terhimpun sejumlah orang yang berorientasi pada kesamaan tujuan yaitu penetapan kebijakan upah yang berkeadilan sosial, kompak serta dinaungi oleh nilai perilaku yang jelas dan mengikat yang terdapat dan diatur dalam tata tertib. Untuk dapat menjaga kondusifitas dan menjamin terlaksananya suatu upah yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kerja, pemerintah sebagai pemegang kebijakan publik berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan turut campur dalam menyusun dan menegakan suatu sistem pengupahan yang ideal agar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sila ke lima Pancasila dapat terlaksana dengan baik. Keadilan sosial yang tercipta dalam sistem pengupahan mendorong  terwujudnya suatu negara kesejahteraan.
       Untuk meningkatkan efektifitas tugas Dewan Pengupahan sebagai kelompok/tim dalam rangka membangun suatu sistem pengupahan yang baik dan berkeadilan perlu kiranya dilakukan:
1.    Peningkatan kapasitas anggota Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota melalui pelatihan, workshop atau bimbingan teknis yang terintegrasi serta pendampingan oleh Dewan Pengupahan Nasional.
2.    Penguatan konsultasi dan koordinasi unutk mensinergikan Dewan Pengupahan melalui forum konsolidasi Dewan Pengupahan tingkat regional, forum konsolidasi Dewan Pengupahan tingkat nasional dan penguatan  koordinasi komunikasi antara Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
3.    Optimalisasi pelaksanaan tugas Dewan Pengupahan dengan melakukan strategi:
a.    Membangun sistem komunikasi atau jejaring Dewan Pengupahan, contohnya dengan melakukan pertemuan-pertemuan antar Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota
b.    Melaksanakan kajian sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.
c.    Dewan Pengupahan Nasional, Dewan Pengupahan Provinsi, Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota membuat telaahan mengenai Dampak Upah Minimum terhadap perkembangan lapangan kerja
d.    Alokasi anggaran Dewan Pengupahan Daerah pada APBD perlu ditingkatkan.
       Dewan Pengupahan Daerah sebagai organisasi sudah selayaknya dalam memutuskan suatu kebiijakan didasarkan pada hasil kesepakatan antara anggota kelompok yang merupakan reprensentasi kerjasama tim, sehingga tujuan untuk dapat menelurkan suatu rekomendasi kebijakan sistem pengupahan yang diteruskan kepada kepala daerah, dapat memberikan kontribusi positif bagi seluruh elemen masyarakat, baik itu pekerja, pengusaha dan tentunya image pemerintah itu sendiri. Produktivitas kerja terus ditingkatkan dengan mengedepankan kerjasama tim, agar fungsi di bentuknya Dewan Pengupahan Daerah dapat efektif.


DAFTAR REFERENSI
Anton J Supit (2014), Makalah Penerapan Sistem Pengupahan Yang Berkeadilan (Perspektif Asosiasi Pengusaha), disampaikan pada acara Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.

Esping-Andersen (2006) dalam Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo,  Mimpi Negara Kesejahteraan, Jakarta, LP3ES.

Juniarso Ridwan & Achmad Sodik Sudrajat , (2010), Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Publik, Bandung, Nuansa.

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (2013), Diktat diklat prajabatan golongan 3, Membangun Kerjasama Tim, edisi keempat cetakan pertama, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan , Jakarta Pusat.

R.Irianto Simbolon, (2014), Makalah “Membangun Sistem Komunikasi Dewan Pengupahan (Nasional, Provinsi dan Kab/Kota)”, disampaikan pada acara Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.

Himpunan Peraturan Bidang Pengupahan Direktorat Jendaral PHI dan Jamsostek, Kemenakertrans RI tahun 2014

Undang-Undang RI No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Permenakertrans No. 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum

Inpres No 9 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Keberlangsungan Usaha Dan Peningkatan Kesejahtraan Pekerja

            http://id.wikipedia.org/wiki/Keadilan_sosial. Minggu, 14/09/2014. Pkl. 10.19 Wib.


Rekomendasi Kelompok 1, 2 dan 3 pada dikusi kelompok  Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional yang dilakukan pada tanggal 7-9 September di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta.




       [1] Anton J Supit sebagai wakil ketua dewan pengupahan nasional unsur pengusaha, Makalah “Penerapan Sistem Pengupahan Yang Berkeadilan (Perspektif Asosiasi Pengusaha)”, disampaikan pada acara Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada tanggal 8 September 2014.
       [2]R.Irianto Simbolon, Makalah “Membangun Sistem Komunikasi Dewan Pengupahan (Nasional, Provinsi dan Kab/Kota)”, disampaikan pada acara Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada tanggal 7 September 2014.
       [3]Diklat prajabatan golongan 3, Membangun Kerjasam Tim, edisi keempat cetakan pertama, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, Depok, 2013, hlm. 1.
       [4] Ibid. Hlm. 12.
       [5] Ibid. Hlm. 13
       [6] Pasal 1 angka (1) Permenakertrans No. 7 tahun 2013 Tentang Upah Minimum.
      [7] Pasal 4 Permenakertrans No. 7 Tahun 2013 Tentang Upah Miimum
       [8] Himpunan Peraturan Bidang Pengupahan Direktorat Jendaral PHI dan Jamsostek, Kemenakertrans RI tahun 2014.
       [10]http://www.kapukonline.com/2012/02/kebutuhandasarmanusiaabrahammaslow.html. Minggu, 14/09/2014. Pkl. 16.22 Wib.
       [11] Diklat prajabatan golongan 3, Membangun Kerjasam Tim, Op.Cit. hlm. 26
       [12] Rekomendasi Kelompok 1 pada dikusi kelompok  Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional yang dilakukan pada tanggal 7-9 September di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta.
       [13] Rekomendasi Kelompok 2 pada dikusi kelompok  Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional yang dilakukan pada tanggal 7-9 September di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta.

       [14]Rekomendasi Kelompok 3 pada dikusi kelompok  Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional yang dilakukan pada tanggal 7-9 September di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta.