Jumat, 11 November 2016

SWASEMBADA PANGAN UNTUK KETAHANAN PANGAN

SWASEMBADA PANGAN UNTUK KETAHANAN PANGAN
Ikomatussuniah, SH., MH
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta Km. 04 Pakupatan-Serang
ikomatussuniah-design.blogspot.co.id



PENDAHULUAN
       Indonesia dikenal sebagai Negara agraris.  Negara dengan luas lahan pertanian, perkebunan, perairan dan hutan yang representatif. Akan tetapi disinyalir disetiap tahun 100.000 hektar lahan pertanian menyusut, produktivitas perkebunan menurun, hasil perairan menurun karena rusaknya daerah perairan dan semakin menurunnya luas hutan karena pembalakan liar dan sistem perizinan baik yang legal maupun illegal dalam Hak Pengelolaan Hutan yang mengakibatkan fungsi hutan menurun bahkan hilang. Sebagai negara agraris secara logis Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dengan baik dan berkelanjutan. Dasar penguatan hukum terkait regulasi pangan diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Regulasi ini memberikan dasar penguatan bahwa negara hadir dalam menjamin ketersediaan pangan rakyatnya untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Salah satu bentuk bahwa kebutuhan pangan rakyat terjaga dan terjamin adalah dengan melakukan swasembada pangan. Swasembada adalah pekerjaan rumah pemerintah karena terkait ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan merupakan esensi bagi rakyat untuk dapat hidup sejahtera. Pekerjaan rumah tersebut antara lain terkait dengan kestabilan harga dan pemenuhan pasokan yang seringkali mengalami masalah sehingga berimbas kepada rakyat, misalnya sampai dengan melambungnya harga bahan pangan dipasaran dan kelangkaan stok bahan pangan dipasaran. Ketika era pemerintahan Soeharto, Indonesia pernah melakukan swasembada beras, dan ini diharapakan dapat terwujud kembali.

SWASEMBADA PANGAN UNTUK KETAHANAN PANGAN
       Berdasarkan Undang-Undang Pangan 2012, Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan adalah salah satu hak asasi manusia, karena ini besinggungan langsung dengan hidup dan penghidupan rakyat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya pemerintah melakukan perlindungan kepada rakyatnya dengan memberikan kepastian pemenuhan pangan dengan swasembada pangan demi terwujudnya ketahanan pangan. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Terkait swasembada, swasembada merupakan kemampuan manusia/rakyat dalam memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dalam suatu lingkungan tanpa adanya impor dan campur tangan pihak luar.
       Poin ketujuh dari Nawa Cita pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla menyatakan bahwa “Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik”. Salah satunya penjabaran dari point tersebut adalah swasembada pangan. Berdasarkan katadata.co.id dikatakan Menteri Pertanian Amran Sulaiman bahwa pemerintah telah memenuhi janjinya mengenai swasembada pangan. Tiga komoditas pangan yang dijanjikan swasembada sudah terwujud, yaitu padi, bawang dan cabai. Swasembada tersebut berarti untuk komoditas pangan padi, bawang dan cabai tidak lagi bergantung pada impor. Kinerja pemerintah terkait swasembada pangan ternyata melebihi target awal yang dijanjikan, selain ketiga bahan pangan diatas, ternyata bahan pangan jagung juga telah swasembada. Swasembada beras misalnya dapat ditelaah dengan ketersediaan stok beras hingga saat ini mencapai dua juta ton. Beras organik hasil dari 44 Kabupaten di Indonesia sudah dapat dijual ke luar negeri, dengan harga 66 euro per kilogram atau sekitar Rp. 900.000,00. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dinyatakan pula bahwa:
1.    Produksi padi tahun 2015 sebanyak 75.36 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami kenaikan sebanyak 4.51 juta ton (6.37 persen) dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebanyak 2.31 juta ton dan di luar Pulau Jawa sebanyak 2.21 juta ton. Kenaikan produksi padi terjadi karena kenaikan luas panen seluas 0.32 juta hektar (2.31 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar 2.04 kuintal/hektar (3.97 persen).
2.    Kenaikan produksi padi tahun 2015 sebanyak 4,51 juta ton (6,37 persen) terjadi pada subround Januari–April, subround Mei–Agustus, dan subround September-Desember masing-masing sebanyak 1,49 juta ton (4,73 persen), 3,02 juta ton (13,26 persen), dan 1,80 ribu ton (0,01 persen) dibandingkan dengan produksi pada subround yang sama tahun 2014 (year-on-year).
      Katadata.co.id menyatakan bahwa untuk bawang dan cabai naik masing-masing 1.8 persen dan 3.7 persen. Indonesia sudah tidak perlu lagi mengimpor tiga komoditas tersebut. Bahkan untuk bawang juga sudah bisa ekspor serta untuk jagung produksinya meningkat menjadi 21 persen dan sudah dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, komoditas lainnya yang mengalami kenaikan produksi adalah kelapa sawit, kakao, kopi dan karet. Keadaan yang lebih baik ini tidak terlepas dari komitmen pemerintah dalam memberikan dukungan maksimal pada sektor yang dapat memperkuat swasembada pangan.
       Kondisi terkait beberapa bahan pangan diatas yang telah dinyatakan swasembada idealnya rakyat dapat mengkases bahan pangang tersebut dengan mudah. Jika semua rakyat dengan mudah dapat mengaksesnya, maka pemerintah telah sukses melakukan swasembada dan mewujudkan ketahanan pangan, akan tetapi jika ternyata dilapangan rakyat tidak semua dapat mengaksesnya dengan baik, maka swasembada secara implementatif belum terwujud. Implementasi swasembada dan perwujudan ketahanan pangan dapat maksimal dengan dilakukannya beberapa langkah berikut:
1.      Pembenahan infrastruktur yang menunjang peningkatan produksi pangan, seperti pembenahan dan pembangunan irigasi.
2.      Pendidikan dan Pelatihan kepada para petani.
3.      Akses harga terjangkau untuk benih, bibit, pupuk serta alat pertanian atau alat penunjang keberhasilan peningkatan produksi pangan.
4.      Pembentukan dan atau Penguatan lembaga ketahanan pangan atau Badan Otoritas Pangan seperti yang diamanatkan Undang-Undang Pangan 2012.
5.      Penegakan hukum disemua lini, dari hulu ke hilir, sehingga tidak ada kartel ataupun sistem yang dapat merugikan petani khususnya dan rakyat pada umumnya.

PENUTUP

       Tindakan nyata pemerintah bersegi satu ataupun bersegi dua dalam mewujudkan swasembada pangan diperlukan untuk memperkuat ketahanan pangan yang merupakan salah satu wujud hadirnya negara dalam menciptakan kesejahteraan untuk rakyatnya. Undang-Undang Pangan tahun 2012, merupakan salah satu dasar yuridis bagi stakeholder dalam menciptakan pangan yang berdaulat. Wallahu’alambisshawaab.