Selasa, 16 Agustus 2016

LETHARGY OF FOOD PRICE

LETHARGY OF FOOD PRICE
Ikomatussuniah, SH., MH.
Law Faculty of Sultan Ageng Tirtayasa University 
A: Jl. Raya Jakarta KM. 04 Pakupatan Serang

Introduction
       Food Sovereignty is a key issue to achieve welfare. Welfare concept in the welfare state in Indonesia objectives set forth in the fourth paragraph of the Preamble to the Constitution of the Republic of Indonesia, 1945. Based on the Law of Food, Food sovereignty is the right of states and nations that independently determine the policy which guarantees the right of Food to Food for the people and which entitles people to determine Food systems in accordance with the potential of local resources. State's food production must be able to produce food that varied from country to ensure sufficient food needs until the individual level by exploiting the potential of natural resources, human, social, economic and local wisdom. Ideal circumstances aspired in the regulations-law, on the level of implementation cannot be done well. The potential of natural resources, human, social, economic and local wisdom untapped and fully utilized. When hit by a problem on the procurement of food needs, symptoms of lethargy in food needs to happen. This situation caused an uproar stability of food supply, so the price becomes erratic and there is no certainty. This of course makes people uneasy and uncomfortable.

Lethargy of Food Price
       Lethargy is a situation where a decline in awareness, concentration and alertness, at the moment of lethargy, the patient may experience confusion accompanied by delirium, but they have little ability to communicate (https://id.wikipedia.org/wiki/Letargi). Sociological research highlights the symptoms of lethargy as forms of social behavior in the community where apathy widespread and many people become unproductive, completely desperate and without passion (Robertus Robert, Kompas 04/08/2016).

       Food price stability criterion is one of welfare in society. If food prices stable, the welfare of the community in the fulfillment of basic needs can be met properly. In Indonesia, food prices are always fluctuating, especially price fluctuations will occur on the day of religious festivities, and this impact on the domestic economy (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/06/06/155929026/indef.cuma.di.indonesia.harga.pangan.selalu.naik.jelang.hari.raya, 08.10.2016). Fluctuating commodity price increases precisely, among others, rice, egg, onion, red pepper, chicken and beef. It is indeed occurs because of demand from consumers to meet the needs of religious festivities. In fact, if there is condition when there are more demands so the supplies will be higher. In this condition the traders took the opportunity to profit as possible.

Rabu, 10 Agustus 2016

LETARGI HARGA PANGAN


Ikomatussuniah, SH., MH
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta Km. 04 Pakupatan-Serang
ikomatussuniah-design.blogspot.com



PENDAHULUAN
       Kedaulatan Pangan merupakan isu utama untuk mencapai kesejahteraaan. Kesejahteraan yang terkonsep dalam tujuan Negara welfarestate di Indonesia termaktub dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Berdasarkan Undang-Undang Pangan, Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Dalam memproduksi pangan Negara harus mampu memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai ditingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal.  Keadaan ideal yang dicita-citakan dalam ketentuan peraturan-perundang-undangan, pada tataran implementasi belum dapat terlaksana dengan baik. Potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal belum tergali dan dimanfaatkan secara maksimal. Ketika terbentur oleh suatu permasalahan tentang pengadaan kebutuhan pangan, gejala letargi dalam pemenuhan kebutuhan pangan terjadi. Keadaan ini mengakibatkan gejolak stabilitas ketersediaan pangan, sehingga harga menjadi tidak menentu dan tidak ada kepastian. Hal ini tentu saja membuat rakyat resah dan tidak nyaman.

LETARGI HARGA PANGAN
       Letargi merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kesadaran dan pemusatan perhatian dan kesiagaan, Pada saat mengalami letargi, penderita mungkin akan mengalami kebingungnan yang disertai dengan mengigau, tetapi masih mempunyai sedikit kemampuan untuk berkomunikasi (https://id.wikipedia.org/wiki/Letargi). Penelitian sosiologi menyoroti gejala letargi sebagai bentuk-bentuk perilaku sosial di dalam masyarakat di mana apati meluas dan banyak orang menjadi tidak produktif, serba putus asa, tanpa gairah (Robertus Robert, Opini Kompas 04/08/2016).
       Harga pangan merupakan salah satu patokan kestabilan kesejahteraan di masyarakat. Jika harga pangan stabil, maka kesejahteraan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi dengan baik. Di Indonesia harga pangan selalu fluktuatif, khususnya fluktuasi harga akan terjadi pada hari-hari besar keagamaan, dan ini berdampak pada perekonomian dalam negeri (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/06/06/155929026/indef.cuma.di.indonesia.harga.pangan.selalu.naik.jelang.hari.raya, 10/08/2016). Komoditas yang mengalami fluktuasi tepatnya kenaikan harga antara lain beras, telur ayam, bawang merah, cabe merah, daging ayam, daging sapi. Hal ini memang tejadi karena banyaknya permintaan dari konsumen untuk memenuhi kebutuhan perayaan hari besar keagaamaan. Kenyataannya semakin banyak permintaan maka penawaran akan semakin tinggi. Dalam kondisi ini pedagang mengambil kesempatan untuk mendapat keuntungan sebaik mungkin.
       Kompas 09/02/2016, mengabarkan bahwa khusus tentang beras, krisis beras di Indonesia terjadi menjelang Mei 1998. Masyarakat khawatir beras akan hilang dari peredaran di pasar. Beberapa pengamat politik dalam dan luar negeri berpendapat bahwa krisis beras menjadi salah satu faktor penentu jatuhnya Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Kekhawatiran masyarakat atas krisis berat di awal Februari 1998 membuat Menteri Koordinator Produksi dan Distribusi Kabinet Pembangunan VI Hartato Sastrosoenarto serta Kepala Badan Urusan Logistik (Kabulog) Beddu Amang dipanggil Presiden Soeharto ke tempat kediamannya. Kepada wartawan, Hartato dan Beddu Amang membantah bahwa stok beras di Bulog sudah habis. Kalaupun persediaan tidak cukup akan segera impor keluar negeri. Pernyataan ini merupakan pemicu letargi dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Kabulog juga menekankan, pihak swasta diperkenankan untuk mengimpor beras, gula, kedelai dan tepung terigu dengan bebas.  Pemerintahan Soeharto menginginkan stok beras tetap menjadi tanggung jawab Bulog. Setelah Soeharto lengser, Indonesia memasuki masa reformasi. Soeharto mendapat penghargaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa bidang swasembada pangan pada tahun 1980-an.
       Pemerintahan saat ini mencanangkan swasembada beras seperti halnya pada era Soeharto. Akan tetapi sempat terjadi impor. Impor merupakan ciri letargi harga pangan, dimana dalam pemenuhan kebutuhan pangan ternyata masih terkendala ketidaksiapan dan ketidaksiagaan stakeholder, sehingga ditempuh jalur cepat melalui impor yang tentu saja sudah menjadi rahasia umum, ini menjadi “proyek” bagi segelintir oknum. Ketidaksiapan dan ketidaksiagaan terhadap permasalahan yang sebenarnya selalu berulang di setiap tahun, mengakibatkan kerugian bagi kesejahteraan rakyat. Dengan impor, produktivitas menjadi lemah, pasar tidak bergairah dan ini merupakan tanda putus asa untuk dapat melakukan swasembada. Saat ini banyak yang tidak produktif baik dalam sumber daya alam dan atau sumber daya manusia dalam mengelola ketersediaan pangan. Keadaan Letargi pangan dimana terjadi keadaan yang tidak menentu dan mengakibatkan ketidaksiapan serta ketidaksiagaan harga pangan untuk dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini menimbulkan gejolak harga pangan dan ketahanan pangan dipertanyakan.


PENUTUP

       Letargi harga pangan yang menjadi fenomena sekarang ini merupakan ekses dari kebijakan pemerintah dari periode ke periode. Ketahanan pangan merupakan pekerjaan yang sangat besar bagi pemerintah dan seluruh stakeholder. Niat baik dan tindakan nyata pemangku kebijakan dalam pengaturan pangan dari tingkat pusat sampai daerah, dapat menciptakan kestabilan harga pangan sehingga kesejahteraan dapat terwujud.  Regulasi yang jelas, tindakan pemerintah yang nyata, pengusaha yang bijak dan masyarakat yang produktif serta penegakan hukum yang konkrit akan menciptakan kesatabilan harga pangan.