MENGULAS BISNIS INVESTASI BODONG BERDASARKAN HUKUM
ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KASUS KOPERASI LANGIT BIRU)
Oleh:
Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar
Fakultas Hukum
Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta
KM 4 Pakupatan – Serang
PENDAHULUAN
Berdasarkan
Badan Pusat Statistik dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 21,
Februari 2012 menyatakan; dari hasil final sensus penduduk 2010 jumlah penduduk
Indonesia sebanyak 237.641.326 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak
119.630.913 orang dan perempuan
sebanyak 118.010.413 orang, jumlah
itu tersebar di 33 provinsi dimana sekitar 57 persen dari jumlah penduduk
tersebut tinggal di Pulau Jawa. Potensi penduduk yang banyak merupakan peluang
untuk mengembangkan investasi diberbagai bidang. Maraknya berbagai bisnis
investasi yang mengiming-imingi keuntungan yang signifikan, berkisar antara 10%
sampai 20%, akhir-akhir ini menjadi magnet yang mempunyai daya tarik kuat bagi
masyarakat untuk menanamkan uangnya dengan harapan mendapat keuntungan luar
biasa tanpa harus bersusah payah. Dorongan untuk mendapat uang dari keuntungan
besar yang mudah tanpa berusaha atau bekerja keras, merupakan gula yang manis
yang mengundang semut untuk menikmatinya. Begitupun dengan bisnis investasi
yang semenjak tahun 2000-an sampai dengan sekarang ini menjamur. Bisnis dengan
cara menanamkan modal mulai dari ratusan ribu sampai milyaran rupiah, dengan
estimasi keuntungan sekitar 10-20 persen setiap bulannya, memang sangat
menggiurkan. Fenomena sekarang yang terjadi, masyarakat berbondong-bondong
menanamkan uangnya disebuah bisnis investasi baik yang berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum, untuk mendapat keuntungan besar tanpa memikirkan resiko
yang akan mereka terima, mereka tidak berfikir higher risk higher turn, semakin besar modal (resiko) yang mereka
tanam, maka akan semakin besar juga kemungkinan untuk kemacetan pengembalian
keuntungannya. Mereka berfikir sebaliknya, semakin besar uang yang mereka
tanam, maka mereka berharap untuk mendapat keuntungan lebih besar juga.
Sungguh
ironis, fenomena seperti ini jika di telaah lebih dalam adalah merupakan
kegagalan pemerintah untuk dapat menyejahterakan rakyatnya sesuai dengan amanat
Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945 yang berbunyi “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan”. Oleh karena itu, rakyat mencari sensasi “kesejahteraan”nya
dengan jalannya sendiri, yaitu mencari cara instan untuk mendapat penghasilan
demi memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Apabila diperhatikan, apapun dan
bagaimanapun kebijakan pemerintah, yang katanya pro rakyat, toh rakyat tetap
harus “mencari makan” sendiri. Perhatian pemerintah demi kesejahteraan
rakyatnya masih minim, pemerintah yang pada umumnya terdiri dari para birokrat,
politisi dan akademisi, lebih nyaman memikirkan dirinya sendiri dan kerabatnya
saja. Sudah tentu kita bisa lihat, implementasi dari sila Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia, tidak terlaksana. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa–pun
ternyata tereliminasi juga, rakyat lebih mentuhankan materi dari pada keyakinan
relegiusnya. Pada hukum Islam, bisnis seperti ini seperti judi, jika anda
mendapat keuntungan, maka anda akan coba untuk menanam modal lebih besar lagi
untuk mendapat keuntungan yang lebih besar, jika anda belum mendapat keuntungan
atau bonusnya, maka anda akan menyimpan modal lagi dengan berharap keuntungan
yang nanti akan didapat di bulan berikutnya bisa berlipat. Bisnis yang
dijalankanpun tidak kasat mata, barang yang di perjualbelikan yang merupakan
objek suatu perdagangan tidak jelas, dan sudah tentu jenis usaha yang seperti ini
dalam hukum positif Indonesia, tidak diperbolehkan.
BISNIS
INVESTASI
Bisnis
berasal dari kata business (Inggris)
yang artinya dapat berupa: usaha, perusahaan, urusan, tugas, perkara dan atau
kewajiban. Sedangkan kata investasi berasal dari kata investment (Inggris) yang artinya ; penanaman modal, pemberian
hadiah. Dari arti kata diatas maka dapatlah didefinisikan bisnis investasi
adalah usaha untuk menanamkan modal dengan mengharapkan keuntungan. Berdasarkan
forum.vibizportal.com, investasi terbagi atas:
a. Finansial,
terbagi atas:
-
Langsung ; dapat diperdagangkan dan
tidak dapat diperdagangkan (pasar modal, pasar uang & bursa komoditi
berjangka).
-
Tidak langsung; terdiri atas kontrak
investasi kolektif dan reksadana.
b. Non
finansial (Riil) seperti teknologi, jasa, manufaktur dan property.
Bisnis
Investasi dalam hukum perdata merupakan suatu perikatan (verbintenis) yang timbul karena perjanjian (overeenkomst). Perjanjian merupakan bagian dari perikatan. Jadi,
perjanjian melahirkan perikatan dan perjanjian merupakan sumber terpenting yang
melahirkan perikatan (P.N.H.Simanjuntak, 1999 : 331). Menurut pasal 1313
KUHPer, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari berbagai jenis
perjanjian, bisnis investasi merupakan bentuk perjanjian atas beban, yaitu
perjanjian dengan mana terdapat prestasi pihak yang satu terdapat prestasi pihak
yang lain dan antara prestasi itu ada hubungan hukum. Pihak yang satu melakukan
prestasi berupa penanaman modal, dan pihak yang lain harus mengelola modal
tersebut dan kemudian memberikan keuntungan kepada pihak pemodal.
Dalam hukum Islam, bisnis investasi merupakan bentuk
muamalat yaitu suatu kegiatan yang mengatur hubungan antar manusia dibidang
ekonomi. Menurut fikih, hukum hubungan antara manusia adalah boleh (mubah),
kecuali yang memang jelas terlarang (haram) dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Rasulullah
Salallahu ‘Alaihi Wassalam melarang jual beli yang dilakukan secara buruk,
mendatangkan mudharat (bahaya) bagi orang lain serta mengambil harta seseorang
dengan cara yang bathil.
Kegiatan muamalat ekonomi, secara eksplisit
diartikan sebagai jual beli. Sebagai suatu kegiatan ekonomi, investasi dapat
dianalogikan sebagai kegiatan jual beli. Berdasarkan laman blog proteksi
syariah, sampai tahun 2004 terdapat enam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan investasi pasar modal, yaitu:
1.
No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli
Saham.
2.
No. 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah.
3.
No. 32/DSN-MUI/IX/2000 tentang Obligasi
dan Syariah.
4.
No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi
Syariah Mudharabah.
5.
No. 40/DSN-MUI/IX/2003 tantang Pasar
Modal dan pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
6.
No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi
Syariah Ijarah.
KASUS
INVESTASI BODONG KOPERASI LANGIT BIRU
Koperasi
Langit Biru yang terletak di daerah Tangerang-Banten, awalnya bernama PT.
Transindo Jaya Komara (PT.TJK). Koperasi ini berdiri tahun 2011. Koperasi ini,
awalnya merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pengelolaan daging
sapi, dengan memiliki 62 suplier peternakan,
penggemukan, pemotongan dan pendistribusian daging sapi. Kegiatan ini berawal
dari diadakannya arisan daging oleh Ustad Jaya Komara untuk masyarakat sekitar,
yang hasilnya dibagikan setiap lebaran haji berupa uang dan daging sapi itu
sendiri. Untuk mengembangkan usahanya,
Jaya Komara menggandeng masyarakat sekitar untuk menanamkan modalnya dengan
iming-iming mendapat bagi hasil keuntungan dan tentu daging sapinya. Sejak
berdiri sampai sekarang, Koperasi Langit Biru telah memiliki 150 ribu nasabah yang
tersebar di berbagai daerah ( Apa Kabar Indonesia, Tv One : 3 Juni 2012) dengan
potensi dana yang sudah tergalang sebesar 6 trilliun rupiah. Investasi yang
ditanamkan terdiri atas dua macam paket, yaitu paket kecil senilai 5 juta rupiah
dan paket besar senilai 10 juta rupiah.
Pada
akhir Mei 2012, terjadilah suatu insiden. Nasabah melakukan aksi perusakan
terhadap aset Koperasi Langit Biru. Hal ini dipicu karena nasabah belum mendapat
keuntungan yang dijanjikan oleh pihak pengurus semenjak Februari 2012. Berdasarkan kesepakatan antara pengelola
koperasi dan nasabah, apabila sampai dengan tanggal 2 juni 2012, pihak
pengelola belum juga memberikan keuntungan yang dijanjikan, maka nasabah
diperkenankan mengambil produk yang
tersimpan di gudang Koperasi. Semenjak terjadi kemacetan pemberian bonus
tersebut, pimpinan Koperasi Langit Biru, Ustad Jaya Komara keberadaannya tidak diketahui.
Investasi
jenis ini termasuk dalam jenis investasi finansial yang tak langsung, dengan
bentuk kontrak investasi kolektif. Dalam investasi ini, dilakukan perjanjian
antara individu masyarakat sebagai investor dengan pimpinan Koperasi Langit
Biru dengan bentuk perjanjian atas beban, dimana investor melakukan prestasi
berupa penanaman modal, dan management Koperasi
Langit Biru melakukan prestasi berupa penglolaan modal tersebut dengan janji
memberikan keuntungan sebesar 10%. Dalam kasus ini, investasi yang
mengiming-imingi bonus besar (10% - 20%) , secara logika tidak masuk akal,
karena:
a. Perputaran
modal dalam suatu usaha selama jangka waktu satu sampai tiga bulan belum dapat
dilihat secara signifikan perkembangan bisnisnya apalagi keuntungannya. Jika
memang modal itu diputarkan dengan cara membeli barang tertentu, maka untuk
mendapat keuntungan, tentu barang tersebut harus terjual lebih dahulu,
sedangkan potensi pasar terkadang naik turun, tidak stabil. Jadi keuntungan
yang dijanjikan setiap bulan atau per tiga bulan sekali sebesar 10% - 20%
tersebut, kecil kemungkinannya untuk slalu dapat terpenuhi. Kecuali sistemnya
jelas bagi hasil, dimana si penerima modal melakukan kegiatan jual belinya
secara langsung terlihat oleh si penanam modal, dan diperjanjikan dalam hal
terburuk penerima modal rugi bukan karena kesalahannya, maka si penanam
modalpun ikut menanggung kerugian tersebut. Jadi tidak ada yang terdzolimi.
b.
Dalam bisnis investasi yang
jelaspun, seperti stock trading di
Bursa Efek ataupun diperusahaan tertutup lainnya, dividen atau keuntungan baru dapat dibagikan minimal per satu
tahun, bukan hitungan bulan.
c.
Break
even point atau titik impas tidak akan bisa tercapai, jika keuntungan selalu
dijanjikan setiap bulan atau per tiga bulan. Maka perusahaan akan collapse atau runtuh.
Berdasarkan
penalaran logika diatas, bisa terlihat, koperasi ini runtuh, karena untuk
memenuhi janji memberikan bonus setiap bulan kepada investor ternyata mustahil.
Mungkin pada awalnya berjalan baik, tetapi apabila modal yang dipakai harus
diambil untuk memenuhi bonus investasi yang dijanjikan, maka lama kelamaan
koperasi ini mismanagement dan
bangkrut. Dilihat dari cara pandang hukum Islam, bisnis investasi dengan cara
menjanjikan keuntungan luar biasa yang secara logika mustahil, merupakan bentuk
jual beli yang dilakukan secara buruk, mendatangkan mudharat (bahaya) bagi
orang lain serta mengambil harta seseorang dengan cara yang bathil.
Sebagai
penutup, berhati-hatilah kita dalam menginvestasikan dana, jangan tergiur
dengan cara mendapat keuntungan instan, tanpa bekerja keras. Apabila rezeki
kita cari dengan cara yang instan maka jikalaupun ada hasilnya, maka hasil
tersebutpun akan hilang dengan cara instan pula. Wallahu a’lam bisshawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar