Pelaksanaan
Tata Kelola Lingkungan Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Dalam Mengatasi Kemacetan Dan Banjir Di Daerah Industri
Cikande Serang[1]
Oleh:
Ikomatussuniah, SH., MH
ABSTRAK
Untuk
menganalisis pelaksanaan proses membangun pabrik di daerah Cikande pada tahapan
pra konstruksi, konstruksi dan masa operasional sesuai dengan tata kelola
lingkungan, penulis menggunakan cara penelitian kualitatif, dengan tipe
penelitian empiris yaitu penelitian tentang hukum dan sifat penelitian bersifat
deskriptif analitis. Penelitian tata kelola lingkungan pada pembangunan pabrik
di daerah industri Cikande Kabupaten Serang sudah ideal, tetapi dalam
pelaksanaannya tidak semua konsep tersebut berjalan baik. Kemacetan dan banjir menjadi
masalah yang belum terpecahkan. Kemacetan yang terjadi dapat menyebabkan
berkurangnya produktivitas kinerja para pegawai yang bekerja di area industri
Cikande. Mereka sebelum sampai ditempat kerja, mereka sudah kelelahan karena
macet yang terjadi. Banjir yang kerap terjadi karena meluapnya air dari sungai Ciujung
ataupun dari saluran drainase yang mampet, menyebabkan keresahan bagi para
investor karena dapat menyebabkan kerugian. Program Pemerintah dalam
Pembangunan Berkelanjutan berdasarkan tata kelola lingkungan hidup haruslah
mengacu pada konsep teori modern environment law. Modern environment law
merupakan teori hukum lingkungan yang mengedepankan pelestarian lingkungan
dalam pembangunan suatu daerah industri. Macet dan banjir dapat terurai dengan
baik apabila masyarakat, pemerintah dan pengusaha menerapkan sistem tata kelola
lingkungan yang baik berdasarkan peraturan perundang-undangan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang berlaku.
Sanksi yang tegas harus dilaksanakan agar tidak ada pengusaha nakal dan
oknum pegawai pemerintah yang berlaku buruk sehingga merugikan masyarakat.
Kata
kunci: tata, kelola, lingkungan, macet, banjir.
I.
PENDAHULUAN
Perkembangan
dunia industri di Indonesia sangat
pesat. Pengkajian mengenai rancang bangun suatu industri yang terbentuk
dalam suatau pabrik harus memperhatikan semua aspek, termasuk aspek tata kelola
lingkungan yang diatur oleh Undang-undang dan peraturan-peraturan daerah. Hal ini tentu berkaitan dengan Hukum
Lingkungan, yaitu hukum yang mengatur tatanan lingkungan (=lingkungan hidup).[2] Industri
yang terbentuk dalam suatu bangunan pabrik yang didalamnya dilakukan kegiatan
dan usaha, dimungkinkan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, meliputi: [3]
a.
Pengubahan
bentuk lahan dan bentang alam;
b.
Ekploitasi
sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaharui;
c.
Proses
dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup serta kemerosotan sumberdaya alam dan
pemanfaatannya;
d.
Proses
dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan serta lingkungan sosial dan budaya;
e.
Proses
dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
f.
Introduksi
jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik;
g.
Pembuatan
dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;
h.
Penerapan
teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi
lingkungan hidup;
i.
Kegiatan
yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan Negara.
Karena itu setidaknya ada 3 alasan
menjadi penting ketika membangun pabrik dilihat dari sisi tata kelola
lingkungan, ditambah dengan adanya otonomi daerah, maka masalah lingkungan
dalam pembangunan pabrik akan mendapatkan perhatian yang lebih serius.
Ketiga alasan tersebut: pertama,
dalam membicarakan proyek kapital
industri.[4] Proyek
kapital pembangunan industri adalah suatu industri yang oleh American Institute of Chemical Enginees
digolongkan sebagai industri yang didalam proses pengolahan atau pabrikasi dari
bahan mentah menjadi produk yang diinginkan terjadi proses perubahan kimia (unit proces) dan atau fisika (unit operation). Dilakukan dalam waktu bersamaan atau
berurutan dengan cara terkoordinasi dalam peralatan yang
keseluruhannya akan merupakan kilang atau fasilitas produksi/industri. Kegiatan proyek pembangunan industri diarahkan untuk melakukan
perencanaan atau desain baik secara
engeneering, ekonomi maupun tata kelola lingkungan, dalam tata kelola
lingkungan potensi pencemaran terhadap lingkungan oleh suatu industri yang
operasinya didasarkan atas adanya proses kimia dan fisika dianggap cukup besar,
misalnya adanya pembakaran yang tidak sempurna sehingga terjadi penyebaran
senyawa karbon yang dapat membahayakan lingkungan, atau mungkin terjadinya
kebakaran bahan kimia yang beracun atau senyawa hidrokarbon yang mengalir atau
tersebar kesekeliling kilang dapat
membahayakan kehidupan flora dan fauna ditempat tersebut. Oleh karena itu
kilang industri itu harus dilengkapi dengan peralatan yang dapat
memberikan tanda adanya kebocoran yang
mungkin terjadi agar tidak menyebar keluar kilang yang dapat membahayakan
lingkungan sekitarnya.
Kedua.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, disatu sisi merupakan studi
kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, disisi lain
merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan
atau kegiatan. Berdasarkan analisis dapat diketahui secara lebih jelas dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun positif
yang akan timbul dari usaha dan atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan
langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (1)
UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk mengukur atau
menentukan dampak besar dan penting tersebut, diantaranya digunakan kriteria
mengenai: [5]
a.
Besarnya
jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/ atau kegiatan;.
b.
Luas
wilayah penyebaran dampak;
c.
Intensitas
dan lamanya dampak berlangsung;
d.
Banyaknya
komponen lingkungan hidup lain yanga akan terkena dampak;
e.
Sifat
kumulatif dampak;
f.
Berbalik
(reversible) atau tidak berbalik (irreversible) dampak
Pengelolaan limbah merupakan kegiatan
yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan.[6]
Ketiga.
Berdasarkan penilaian Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) 2009 terhadap kinerja 627 perusahaan,
terdapat 56 perusahaaan berperingkat hitam, 48 perusahaan merah minus, 82
perusahaan merah, 229 perusahaan biru minus, 170 perusahaan biru, 41 perusahaan
hijau, dan hanya satu perusahaan yang berperingkat emas.[7]
Tindakan tegas bagi pencemar dan pelanggar lingkungan merupakan bentuk
penerapan prinsip berkeadilan dalam
pengelolaan lingkungan, terutama dalam melindungi masyarakat dan
lingkungan hidup. Setelah berlakunya Undang-undang baru, kedepan tidak hanya
perusahaan berlabel hitam yang mendapat warning,
tetapi juga perusahaan yang termasuk
daftar merah dan merah minus. Perusahaan-perusahaan itu bisa
diperkarakan kemeja hijau. Hal itu berdasarkan alasan
perusahaan berperingkat merah hanya melakukan sebagian persyaratan pengelolaan
lingkungan sesuai dengan Undang-undang, sedangkan
peserta proper berperingkat merah minus
masih sedikit sekali melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan
Undang-undang. Sebelum dituntut secara hukum, perusahaan itu akan dibina
terlebih dahulu. Perusahaan yang dua kali masuk daftar hitam akan mendapatkan
pembinaan dari Deputi Penataan Hukum Kantor Negara Lingkungan Hidup. Pasalnya, filosofi dasar proper adalah pembinaan dan
pengawasan.[8]
Pembangunan di daerah dalam kerangka program Pembangunan Nasional
merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi
seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas
mewujudkan tujuan nasional untuk
mewujudkan negara kesejahteraan telah diamanatkan bahwa:[9]
a)
Negara berkewajiban memberikan perlindungan
kepada segenap bangsa Indonesia dan seluruh wilayah teritorial Indonesia
b)
Negara berkewajiban memajukan kesejahteraan umum
c)
Negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Pelaksanakan
pembangunan nasional perlu memperhatikan
pembangunan berkelanjutan [10] secara seimbang, hal ini sesuai dengan hasil
konfrensi PBB tentang Lingkungan Hidup
yang diadakan di Stockholm Tahun 1972 dan suatu Deklarasi Lingkungan Hidup KTT
Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992 yang menyepakati prinsip dalam pengambilan
keputusan pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta
KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan
mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup.
Bagi
Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbangkan
pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah sumberdaya
alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam
perekonomian, dan penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati
dunia internasional.[11]
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan, permasalahan
lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di areal
pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan
lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan
juga cenderung meningkat. Kemajuan
transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak
negatif terutama pada lingkungan perkotaan.[12]
Berdasarkan
PP No. 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi
Sebagai Daerah Otonom khususnya mengenai lingkungan hidup, terdapat kewenangan
otonomi kabupaten atau kotamadya, yang meliputi kewenangannya sebagai berikut:[13]
1.
Pemberian
konsesi ( pemanfaatan/pengusahaan ) sumber daya alam yang berdampak pada
keseimbangan daya dukung ekosistem dan masyarakat adat/setempat (penyelenggara
perizinan).
2.
Pengendalian
dampak dari suatu kegiatan terhadap sumber daya air, udara, tanah, termasuk
melaksanakan pengawasan penataan sampai dengan penjatuhan sanksi administratif
(pengendalian dampak lingkungan).
Banten
merupakan daerah otonom. Berdasarkan kewenangan yang terdapat dalam PP diatas, Kecamatan
Cikande merupakan wilayah admnistratif dari Kabupaten Serang Provinsi Banten.
Pada daerah ini terdapat kawasan industri Serang Timur. Aktivitas yang terjadi
di daerah Kawasan Industri Serang timur Cikande selain mempunyai dampak positif,
ternyata dampak negatif dapat dirasakan pula. Penyerapan tenaga kerja dan
aktivitas produksi yang dapat menghasilkan dan meningkatkan nilai ekonomis,
taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat merupakan hal positif yang dapat
dirasakan, akan tetapi kerusakan lingkungan yang disebabkan aktivitas yang
dilakukan, ternyata tidak dapat terelakkan. Perubahan bentang alam yang tak
terkendali mengakibatkan kerusakan lingkungan. Hal tersebut dirasakan dengan
timbulnya berbagai macam dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Dampak negatif tersebut diantaranya adalah banjir dan kemacetan yang
ditimbulkan oleh buruknya penerapan tata kelola lingkungan sesuai dengan
peraturan perundangan yang ada. Ini masih menjadi persoalan kita semua, mulai
dari pemerintah, pengusaha serta masyarakat. Rencana Pemkab Serang untuk
membangun jalan simpang susun, agar kemacetan dapat terurai, dari tahun 2008 sampai sekarang belum
terlaksana, karena banyaknya kendala yang dihadapi.
II.
KENDALA TATA KELOLA LINGKUNGAN YANG
MENGAKIBATKAN BANJIR DI DAERAH CIKANDE
Dalam
pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sektor sumberdaya alam dan
lingkungan hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang
terkandung dari Program Pembangunan Nasional, yaitu pada dasarnya merupakan
upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan
keseimbangan lingkungan hidup.
Pembangunan Berkelanjutan (World
Summit on Sustainable Development – WSSD) di Johannesburg Tahun 2002[14],
Indonesia aktif dalam membahas dan berupaya mengatasi kemerosotan kualitas
lingkungan hidup, maka diputuskan untuk melaksanakan pembangunan yang
berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan
bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang
berimbang sebagai pilar-pilar yang saling bergantung dan memperkuat satu sama
lain. Pembangunann berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan
ekosistem untuk mendukungnya. Konsep ini mengandung dua unsur: [15]
1.
Kebutuhan,
khususnya kebutuhan dasar bagi golongan masyarakat yang kurang beruntung, yang
amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari semua Negara.
2.
Keterbatasan.
Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus memperhatikan keterbatasan
kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa
datang.
Hal ini
mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak dari Pembukaan Undang-undang
Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia; tercapainya kesejahteraan[16]umum dan
kehidupan bangsa yang cerdas; dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Sesuai dengan Undang-undang No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang
lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari
pemerintah pusat ke daerah:
a.
Meletakan daerah pada posisi penting dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
b.
Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain
kebijakan.
c.
Membangun hubungan interdependensi antar
daerah.
d.
Menetapkan pendekatan kewilayahan.
Dapat dikatakan bahwa konsekuensi
pelaksanaan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan
PP No. 20 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, pengelolaan lingkungan
hidup titik tekannya ada di daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang
lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut
sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
1.
Program Pengembangan
dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk memperoleh dan
menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas
sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta
penguasaan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini
adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumber daya alam dan lingkungan
hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam
dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
2.
Program
Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya
Alam. Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan
pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air, udara dan
mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya
suberdaya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan
berkelanjutan. Sasaran lain diprogram ini adalah terlindunginya kawasan-kawasan
konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak
terkendali dan eksploitatif.
3.
Program
Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup. Tujuan
Program ini adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya
mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas
lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta
kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang
ditetapkan.
4.
Program
Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Pelestarian Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk mengembangkan
kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta
menegakan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestariaan
lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah
tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat
dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya
penegakan hukum secara adil dan konsisten.
5.
Program
Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup. Tujuan dari program ini untuk meningkatkan
peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan
sumbserdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini
adalah tersedianya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
pelestaraian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Sisi lemah
dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah
penegakan hukum. sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan hidup. Sesuai
dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan Hidup dilakukan peningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya
pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penataan dan penegakan hukum
termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan. Kebijakan
daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan
kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan
hidup di daerah dapat meliput: [18]
a.
Regulasi
Perda tentang lingkungan.
b.
Penguatan
kelembagaan lingkungan hidup.
c.
Penerapan
dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan.
d.
Sosialisasi/pendidikan
tentang peraturan perundangan dan pengetahuan tentang lingkungan hidup.
e.
Meningkatkan
kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders.
f.
Pengawasan
terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
g.
Memformulasikan
bentuk dan macam sangsi pelanggaran lingkungan hidup.
h.
Peningkatan
kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
i.
Peningkatan
pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
j.
Regulasi
Perda tentang lingkungan.
k.
Penguatan
kelembagaan lingkungan hidup.
l.
Penerapan
dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan.
m.
Sosialisasi/pendidikan
tentang peraturan perundangan dan pengetahuan tentang lingkungan hidup.
n.
Meningkatkan
kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders.
o.
Pengawasan
terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
p.
Memformulasikan
bentuk dan macam sangsi pelanggaran lingkungan hidup.
q.
Peningkatan
kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
r.
Peningkatan
pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Kondisi
lingkungan dari waktu ke waktu ada kecenderungan penurunan kualitas, penyebab
utamanya yaitu karena pada tingkat pengambilan keputusan. Kepentingan
pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan
kerusakan lingkungan[19]. Dengan
terjadinya kerusakan dan pemcemaran lingkungan[20]
ternyata juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan.
Berbagai permasalahan tersebut diperlukan
perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup. Secara umum telah
diatur dengan undang-undang No.4 Tahun 1982. Namun berdasarkan pengalaman dalam
pelaksanaan berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum
dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan
ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang
No.4 tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan diganti
lagi dengan Undang-undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya. Dalam
penerapannya ditunjang dengan peraturan perundang-undangan yang sektoral. Hal
ini mengingat pengelolaan lingkungan hidup memerlukan koordinasi dan
keterpaduan secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah
non departemen sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti
Undang-undang No.22 Tahun 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No.24 tahun 1992
tentang Penataan Ruang dan diikuti
pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur. [21]
Kemorosatan fungsi alam berupa banjir yang
terjadi di daerah industri Cikande, Serang Timur, merupakan salah satu efek
dari tidak terlaksananya rencana awal yang termaktub dalam berkas izin
lingkungan berupa Amdal atau UKL/UPL. Berkas UKL/UPL merupakan berkas izin yang
harus dilengkapi oleh seorang pengusaha ketika membuat atau membangun suatu
industri atau pabrik. Pemaparan dalam berkas UKL/UPL haruslah meliputi
pemaparan rencana yang akan dilakukan ketika seorang pengusaha akan melakukan
kegiatan yang menyebabkan perubahan bentang alam dan diperkirakan akan ada
pencemaran atau kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi ketika melakukan
kegiatan. Berkas UKL/UPL didalamnya terkandung pemaparan tentang masa pra
konstruksi, masa konstruksi dan masa operasional yang akan dilakukan oleh
pengusaha tersebut dalam melakukan aktivitas pembangunan dan opersional pabrik
tersebut. Pada masa pra konstruksi, pada umumnya masa ini tidak mengakibatkan
kerusakan bentang alam, karena pada masa ini, proses yang dilakukan adalah
kegiatan pembebasan lahan, pematangan lahan dan proses perizinan. Masa
konstruksi, dalam masa ini bersinggungan dengan bentang alam. Masa konstruksi
kegiatan yang dilakukan merupakan proses pembangunan pabrik yang mengakibatkan
banyak polusi udara, polusi suara dan bahkan kerusakan jalan yang diakibatkan
karena banyaknya kendaraan berat yang keluar masuk untuk membawa barang-barang
konstruksi, apabila pengaturan pembangunan tidak dilakukan dengan baik ,
dimungkinkan saluran drainase yang ada dapat tersumbat dan mengakibatkan
banjir, oleh karena itu dalam masa konstruksi ini pembuatan drainase harus
diperhatikan, dan daerah serapan air harus dibuat, agar air yang mengalir
karena air limbah ataupun air hujan dapat tersalurkan dengan baik. Masa
operasional, merupakan masa kegiatan yang dilakukan oleh pabrik tersebut dalam
melakukan produksi. Daerah serapan air dan drainase yang telah dibuat, apabila
tidak dapat menampung debit air ataupun saluran tersebut macet, maka akan
mengakibatkan air meluap dan banjir.
III. KEMACETAN DI DAERAH INDUSTRI CIKANDE – SERANG
Daerah
Pancatama Idustrial Estate Cikande
Serang Banten berada di Kabupaten Serang, di Jalan Raya Jakarta-Serang.[22] Lokasi
ini dipilih menjadi area penelitian karena di daerah ini setiap hari kerja
selalu macet. Peneliti mengasumsikan bahwa kemacetan yang terjadi tidak hanya
karena tempat tersebut menjadi pusat
industri sehingga banyak pekerja yang beraktivitas, namun hal tesebut
dikarenakan belum terimplementasikannya tata kelola lingkungan yang baik di daerah
industri tersebut. Untuk melakukan spesifikasi dan memudahkan penelitian apakah
benar asumsi tersebut, peneliti memilih
melakukan penelitian terhadap UKL/ UPL dari salah satu pabrik yang ada di daerah
Pancatama Industrial Estate. Dari hasil pemantauan dan wawancara, para pekerja
merasakan kemacetan ketika akan berangkat ataupun pulang kerja. Kemacetan ini
bisa berdampak pada ketidak efisienan
waktu. Banyak waktu kerja yang terbuang karena macet. Setelah peneliti analisis, penumpukan
kendaraan disatu jalur jalan yang
mengakibatkan kemacetan, juga dikarenakan adanya pasar-pasar sepanjang jalan
utama menuju Cikande. Terlebih pada
setiap hari Senin dan Kamis, terdapat pasar harian yang mengakibatkan kemacetan
lebih parah lagi. Kemacetan karena
banyaknya kendaraan juga mengakibatkan peningkatan polusi udara.
Bahan buangan karbondioksida yang
dihasilkan dari kendaraan-kendaraan tersebut sudah tentu menambah polusi udara,
dan membuat lingkungan serta kwalitas udara yang tidak nyaman. Selain
kemacetan, karena tidak teraturnya sistem drainase di daerah industri tersebut,
menyebabkan banjir sering terjadi, khususnya di musim penghujan. Hal tersebut
sudah tentu akan mengurangi kwalitas hidup dari penduduk yang bertempat tinggal
ataupun memilih beraktivitas di daerah tersebut.
Lokasi penelitian di Komplek
Pancatama Leuwilimus, Cikande, Serang. Dalam peraturan daerah Kabupaten Serang
No. 9 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah bahwa wilayah Desa
Leuwilimus, Kecamatan Cikande dan Desa Nambo Ilir Kecamatan Kibin, merupakan
daerah dengan peruntukan sebagai zona aneka industri. Pembangunan industri
tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat serta menciptakan lapangan
pekerjaan baru, khususnya untuk tenaga kerja setempat dan sekitarnya, sehingga
akan memberikan dampak positif bagi kehidupan sosial dan memacu laju
pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Serang.
Pada waktu operasional pabrik dikawasan ini,
akan terjadi kegiatan mobilisasi karyawan dan pengunjung serta transportasi
barang, kegiatan tersebut akan mengakibatkan peningkatan volume lalu lintas di
ruas jalan di dalam daerah Industri Pancatama Blok E-57 yang akan memberikan
kontribusi terhadap pencemaran terhadap gas buang, debu dan kebisingan yang
berasal dari kendaraan dan gangguan terhadap lalu lintas, aksesibilitas
transportasi, dampak sosial serta keamanan disekitar kegiatan. Pembangunan pabrik
merupakan kegiatan merubah fungsi lahan kosong menjadi bangunan yang nantinya
akan membawa dampak perubahan lingkungan baik yang bersifat positif maupun
negatif, maka berbagai dampak negatif penting yang mungkin timbul dapat
diantisipasi dan dilakukan upaya pengelolaannya secara dini, sehingga kegiatan
dapat berlangsung dengan baik.
IV.
PENUTUP
Faktor
pelaksana peraturan yaitu masyarakat, pengusaha serta pemerintah daerah masih banyak melanggar, hal ini menjadi
kendala besar ketika peraturan yang sudah ada, tidak terimplementasikan. Faktor
sanksi yang belum dilaksanakan secara tegaspun menjadi salah satu penyebab tata
kelola lingkungan pabrik khususnya di daerah Industri serang Timur Cikande
belum baik. Dari kesimpulan tersebut, penulis sarankan beberapa hal yang
berkaitan dengan tata kelola lingkungan hidup di daerah Industri Pancatama
Cikande Kabupaten Serang, sebagai bahan masukan, baik bagi masyarakat,
pemerintah dan pihak swasta (investor),
yaitu:
1.
Lokasi industri di daerah Cikande berpengaruh
terhadap masyarakat dan lingkungan hidup pada umumnya. Kondisi ini tentu saja
harus menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan Lingkungan Hidup, karena industri yang ada harus tetap menjaga sumber
daya alam, sehingga pembangunan dapat berkelanjutan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Ini berarti sebelum suatu pabrik berdiri, seharusnya
mereka lolos uji terlebih dahulu untuk mendapatkan izin lingkungan berupa Amdal
dan UKL/UPL. Pemkab Serang harus jeli dan selektif dalam memberikan izin
lingkungan kepada para investor sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
2.
Masalah kemacetan lalu lintas, sebaiknya
dilakukan koordinasi secara rutin antara para investor yang ada di area Industri Cikande dengan pemerintah daerah
dalam hal ini Dinas Perhubungan Kabupaten Serang. Hal ini bisa dilakukan dengan
cara pengaturan jam kerja antar pabrik. Agar tidak terjadi penumpukan kendaraan
dan karyawan disatu waktu. Kemudian setiap pabrik menyediakan bus atau angkutan
karyawan, sehingga mereka tidak membawa kendaraan sendiri, untuk mengurangi
kemacetan. Pengaturan trayek dan tempat pangkalan angkutan umum yang jelas,
sehingga angkutan umum tidak bertumpuk pada satu titik di sembarang area lokasi
industri saja, yang dapat mengakibatkan terhambatnya arus lalu lintas. Ini
diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengaturnya dalam hal ini adalah
Dinas Perhubungan Kabupaten Serang.
3.
Pemerintah Daerah Kabupaten Serang hendaknya
segera merealisasikan program yang telah disusun semenjak tahun 2008 mengenai
pembangunan jalur alternatif jalan
simpang susun atau interchange ke arah area Industri Cikande tersebut. Jangan sampai
ini tertunda lagi karena hal-hal atau kasus yang akhirnya merugikan masyarakat.
Pemda Serang harus benar-benar mengawal program ini sampai dengan selesai
sesuai dengan target waktu yang ditentukan pada tahun 2014 nanti. Merelokasi
pasar-pasar yang berada di sepanjang jalan daerah industri Cikande, agar
kemacetan dapat berkurang. Pembukaan lahan pemukiman khusus di daerah Cikande
untuk para buruh atau karyawan yang berkerja di area tersebut. Untuk masalah
banjir, sebaiknya pihak Dinas Pekerjaan Umum dan para pemilik pabrik selalu
berkoordinasi, agar sistem drainase dibentuk dengan baik dan lebih banyak
membuka ruang hijau seperti taman kota serta membuat sumur resapan. Dalam
penegakan hukum lingkungan, para oknum harus diberi sanksi yang tegas, dengan
pemberlakuan ketentuan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku Teks:
Iman
Soeharto. 1990, Manajemen Proyek Industri
(Persiapan, Pelaksanaan, Pengelolaan).
Erlangga.
Munadjat
Danusaputro. 1985, Hukum Lingkungan, Buku
I: Umum, Bina Cipta, Bandung.
Otto Soemarwoto. 2004, Ekologi,
Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta.
P.Joko Subagyo. 1999, Hukum
Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya, Rineka Cipta, Jakarta.
Raihan. 2007, Lingkungan dan Hukum
Lingkungan, Universitas Islam Jakarta, Jakarta.
Silalahi Daus. 2001, Hukum Lingkungan
Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung.
Supriadi. 2006, Hukum Lingkungan Di
Indonesia Sebuah Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta.
Tesis, koran
Ikomatussuniah.
2011, Tesis: Implementasi Tata Kelola
Lingkungan Hidup Dalam Pembangunan Pabrik Di Daerah Cikande Kabupaten Serang
Provinsi Banten.
Koran
Jakarta, 20 Oktober 2009.
Peraturan Perundang-undangan
Pembukaan
UUD 1945
Undang-Undang
Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Internet
[1]Disarikan
dari tesis yang berjudul: “Implementasi Tata Kelola Lingkungan
Hidup Dalam Pembangunan Pabrik Di Daerah Cikande Kabupaten Serang Provinsi
Banten”. Oleh Ikomatussuniah. SH., MH. 2011.
[4] Iman Soeharto, Manajemen Proyek Industri (Persiapan,Pelaksanaan, Pengelolaan).
Erlangga,1990, hlm.12
[6] Pasal 1 ayat (23) Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[14] Lihat
Supriadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia Sebuah Pengantar, Sinar Grafika,
Jakarta, 2006, hlm. 76.
[16] Ibid.
[19] Lihat Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta,
2004, hlm. 221-257.
[20] Lihat P.Joko
Subagyo, Hukum Lingkungan Masalah dan
Penanggulangannya, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm. 16.
[21] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar