SWASEMBADA
PANGAN UNTUK KETAHANAN PANGAN
Ikomatussuniah,
SH., MH
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta Km. 04 Pakupatan-Serang
ikomatussuniah-design.blogspot.co.id
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai Negara agraris. Negara dengan luas lahan pertanian,
perkebunan, perairan dan hutan yang representatif. Akan tetapi disinyalir
disetiap tahun 100.000 hektar lahan pertanian menyusut, produktivitas
perkebunan menurun, hasil perairan menurun karena rusaknya daerah perairan dan
semakin menurunnya luas hutan karena pembalakan liar dan sistem perizinan baik
yang legal maupun illegal dalam Hak Pengelolaan Hutan yang mengakibatkan fungsi
hutan menurun bahkan hilang. Sebagai negara agraris secara logis Indonesia
dapat memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dengan baik dan berkelanjutan. Dasar
penguatan hukum terkait regulasi pangan diatur dalam Undang-undang Nomor 18
Tahun 2012 tentang Pangan. Regulasi ini memberikan dasar penguatan bahwa negara
hadir dalam menjamin ketersediaan pangan rakyatnya untuk mewujudkan
kesejahteraan umum. Salah satu bentuk bahwa kebutuhan pangan rakyat terjaga dan
terjamin adalah dengan melakukan swasembada pangan. Swasembada adalah pekerjaan
rumah pemerintah karena terkait ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan
merupakan esensi bagi rakyat untuk dapat hidup sejahtera. Pekerjaan rumah
tersebut antara lain terkait dengan kestabilan harga dan pemenuhan pasokan yang
seringkali mengalami masalah sehingga berimbas kepada rakyat, misalnya sampai
dengan melambungnya harga bahan pangan dipasaran dan kelangkaan stok bahan
pangan dipasaran. Ketika era pemerintahan Soeharto, Indonesia pernah melakukan
swasembada beras, dan ini diharapakan dapat terwujud kembali.
SWASEMBADA PANGAN UNTUK
KETAHANAN PANGAN
Berdasarkan Undang-Undang Pangan 2012, Pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Pangan adalah salah satu hak asasi manusia, karena ini besinggungan langsung
dengan hidup dan penghidupan rakyat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu,
sudah sewajarnya pemerintah melakukan perlindungan kepada rakyatnya dengan
memberikan kepastian pemenuhan pangan dengan swasembada pangan demi terwujudnya
ketahanan pangan. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi
negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Terkait swasembada, swasembada merupakan kemampuan manusia/rakyat dalam
memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dalam suatu lingkungan tanpa adanya impor
dan campur tangan pihak luar.
Poin ketujuh dari Nawa Cita pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla menyatakan
bahwa “Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik”. Salah satunya penjabaran dari point tersebut adalah
swasembada pangan. Berdasarkan katadata.co.id dikatakan Menteri Pertanian Amran
Sulaiman bahwa pemerintah telah memenuhi janjinya mengenai swasembada pangan.
Tiga komoditas pangan yang dijanjikan swasembada sudah terwujud, yaitu padi,
bawang dan cabai. Swasembada tersebut berarti untuk komoditas pangan padi,
bawang dan cabai tidak lagi bergantung pada impor. Kinerja pemerintah terkait
swasembada pangan ternyata melebihi target awal yang dijanjikan, selain ketiga
bahan pangan diatas, ternyata bahan pangan jagung juga telah swasembada.
Swasembada beras misalnya dapat ditelaah dengan ketersediaan stok beras hingga
saat ini mencapai dua juta ton. Beras organik hasil dari 44 Kabupaten di
Indonesia sudah dapat dijual ke luar negeri, dengan harga 66 euro per kilogram atau sekitar Rp.
900.000,00. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dinyatakan pula bahwa:
1.
Produksi padi tahun 2015 sebanyak 75.36
juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami kenaikan sebanyak 4.51 juta
ton (6.37 persen) dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi tersebut terjadi
di Pulau Jawa sebanyak 2.31 juta ton dan di luar Pulau Jawa sebanyak 2.21 juta
ton. Kenaikan produksi padi terjadi karena kenaikan luas panen seluas 0.32 juta
hektar (2.31 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar 2.04 kuintal/hektar
(3.97 persen).
2.
Kenaikan produksi padi tahun 2015
sebanyak 4,51 juta ton (6,37 persen) terjadi pada subround Januari–April,
subround Mei–Agustus, dan subround September-Desember masing-masing sebanyak
1,49 juta ton (4,73 persen), 3,02 juta ton (13,26 persen), dan 1,80 ribu ton
(0,01 persen) dibandingkan dengan produksi pada subround yang sama tahun 2014
(year-on-year).
Katadata.co.id menyatakan bahwa untuk bawang dan cabai naik
masing-masing 1.8 persen dan 3.7 persen. Indonesia sudah tidak perlu lagi
mengimpor tiga komoditas tersebut. Bahkan untuk bawang juga sudah bisa ekspor
serta untuk jagung produksinya meningkat menjadi 21 persen dan sudah dapat
memenuhi kebutuhan dalam negeri, komoditas lainnya yang mengalami kenaikan
produksi adalah kelapa sawit, kakao, kopi dan karet. Keadaan yang lebih baik
ini tidak terlepas dari komitmen pemerintah dalam memberikan dukungan maksimal
pada sektor yang dapat memperkuat swasembada pangan.
Kondisi terkait beberapa bahan pangan diatas yang telah dinyatakan
swasembada idealnya rakyat dapat mengkases bahan pangang tersebut dengan mudah.
Jika semua rakyat dengan mudah dapat mengaksesnya, maka pemerintah telah sukses
melakukan swasembada dan mewujudkan ketahanan pangan, akan tetapi jika ternyata
dilapangan rakyat tidak semua dapat mengaksesnya dengan baik, maka swasembada
secara implementatif belum terwujud. Implementasi swasembada dan perwujudan
ketahanan pangan dapat maksimal dengan dilakukannya beberapa langkah berikut:
1.
Pembenahan infrastruktur yang menunjang
peningkatan produksi pangan, seperti pembenahan dan pembangunan irigasi.
2.
Pendidikan dan Pelatihan kepada para
petani.
3.
Akses harga terjangkau untuk benih,
bibit, pupuk serta alat pertanian atau alat penunjang keberhasilan peningkatan
produksi pangan.
4.
Pembentukan dan atau Penguatan lembaga
ketahanan pangan atau Badan Otoritas Pangan seperti yang diamanatkan
Undang-Undang Pangan 2012.
5.
Penegakan hukum disemua lini, dari hulu
ke hilir, sehingga tidak ada kartel ataupun sistem yang dapat merugikan petani
khususnya dan rakyat pada umumnya.
PENUTUP
Tindakan nyata pemerintah bersegi satu ataupun bersegi dua dalam
mewujudkan swasembada pangan diperlukan untuk memperkuat ketahanan pangan yang
merupakan salah satu wujud hadirnya negara dalam menciptakan kesejahteraan
untuk rakyatnya. Undang-Undang Pangan tahun 2012, merupakan salah satu dasar yuridis
bagi stakeholder dalam menciptakan
pangan yang berdaulat. Wallahu’alambisshawaab.