Mengingat kompleksnya pengelolaan
lingkungan hidup dan permasalahan yang bersifat lintas sektoral dan wilayah,
maka dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan
dengan prinsip pembangunan yang
berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang
berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling memperkuat satu
sama lain. Di dalam
pelaksanaannya melibatkan berbagai
pihak, serta ketegasan dalam penataan hukum lingkungan.
Diharapkan dengan adanya partisipasi
berbagai pihak dan pengawasan serta penataan hukum yang betul-betul dapat
ditegakkan , dapat dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup
dengan cara yang bijaksana
sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan
dapat diimplementasikan dilapangan tidak berhenti pada slogan semata. Namun
demikian fakta dilapangan seringkali bertentangan dengan apa yang diharapkan.
Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah dalam era
otonomi daerah antara lain sebagai berikut: [1]
a. Ego
sektoral dan daerah. Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimpahkan sebagian
kewenangan mengelola lingkungan hidup di daerah belum mampu dilaksanankan
dengan baik. Ego kedaerahan masih sering nampak dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup, demikian juga ego sektor. Pengelolaan lingkungan hidup yang
sering dilaksankan overlaping antar
sektor yang satu dengan sektor yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam perencanaan program (termasuk
pengelolaan lingkungan hidup) terjadi tumpang tindih antara satu sektor dan
sektor lain.
b. Pendanaan
yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan. Program dan kegiatan mesti
didukung dengan dana yang memadai apabila mengharapkan keberhasilan yang baik.
c. Walaupun
semua orang mengakui bahwa lingkungan hidup merupakan bidang penting dan sangat
diperlukan. Namun, pada kenyataannya PAD masih terlalu rendah yang dialokasikan
untuk pengelolaan lingkungan hidup, diperparah lagi tidak adanya dana dari APBN
yang dialokasikan langsung kedaerah untuk pengelolaan lingkungan hidup.
d. Keterbatasan
sumberdaya manusia. Harus diakui bahwa dalam pengelolaan lingkungan hidup
selain dana yang memadai juga harus didukung oleh sumberdaya yang mumpuni.
Sumberdaya manusia seringkali masih tidak mendukung. Pesonil yang seharusnya
bertugas melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup (termasuk aparat pemda)
banyak yang belum memahami secara baik tentang arti pentingnya lingkungan
hidup.
e. Eksploitasi
sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi.
Sumberdaya alam seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat. Walupun kenyataannya tidak demikian; eksploitasi
bahan tambang, ilegal logging, hanya menguntungkan sebagian masyarakat, aspek
lingkungan yang seharusnya, kenyataanya banyak diabaikan. Fakta menunjukkan
bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekenomi dan lingkungan hidup. Masalah
lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang semestinya.
f. Lemahnya
implementasi peraturan perundangan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup, cukup banyak, tetapi didalam implementasinya masih lemah. Ada
beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan perundangan dengan baik, bahkan mencari
kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk dimanfaatkan guna mencapai
tujannya.
g. Lemahnya
penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan. Berkaitan dengan
implementasi peraturan perundangan ialah sisi pengawasan pelaksanaan peraturan
perundangan. Banyak pelanggaran yang dilakukan (pencemaran lingkungan,
perusakan lingkungan), namun sangat lemah didalam pemberian sanksi hukum.
h. Pemahaman
masyarakat tentang lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya
lingkungan hidup sebagian masyarakat masih lemah dan hal ini perlu ditingkatkan. Tidak hanya
masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga masyarakat golongan menengah
keatas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih kurang kesadarannya tentang
lingkungan hidup.
i.
Penerapan teknologi
yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan dapat
terjadi untuk mendapatkan hasil yang instan, cepat dapat dinikmati. Mungkin
dari sisi ekonomi dapat menguntungkan tetapi mengabaikan dampak lingkungan yang
ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan.
Perlu dicatat bahwa sebetulnya ditiap-tiap daerah
terdapat kearifan lokal yang sering sudah menggunakan teknologi yang ramah
lingkungan secara turun temurun. Tentu saja masih banyak masalah-masalah
lingkungan hidup yang terjadi di daerah-daerah otonom yang hampir tidak mungkin
untuk diidentifikasi satu persatu, yang kesemuanya ini timbul akibat
“pembangunan” didaerah yang pada intinya ingin mensejahterakan rakyat, dengan
segala dampak yang ditimbulkan. Dengan fakta diatas maka akan timbul
pertanyaan, apakah sebetulnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan masih diperhatikan dalam pembangunan kita. Kondisi lingkungan kita
dari waktu ke waktu bertambah baik atau bertambah buruk. Hal ini sangat diperkuat dengan fakta
seringnya terjadi bencana alam baik tsunami, gempa bumi, banjir, kekeringan,
tanah longsor, semburan lumpur dan bencana alam lain yang menyebabkan
lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak ada
yang mengharapkann itu semua itu terjadi. Sebagaian bencana alam juga disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri.
Begitu banyak masalah yang terkait
dengan lingkungan hidup yang
berkaitan dengan pembangunan. Masalah tersebut dapat timbul akibat proses
pembangunan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup. Di era otonomi
ini tampak ada kecenderungan permasalahan lingkungan
hidup semakin bertambah kompleks. Ada sementara dugaan bahwa kemerosotan lingkungan hidup terkait
dengan pelaksanaan otonomi daerah, dimana daerah ingin meningkatkan PAD, dengan
melakukan eksploitasi sumberdaya alam yang kurang memperhatikan aspek
lingkungan hidup dengan semestinya.
Dengan cara seperti ini maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan
dimana-mana, yang diikuti dengan timbulnya bencana alam.[2]
Terdapat banyak hal yang menyebabkan aspek lingkungan hidup menjadi kurang
diperhatikan dalam proses pembangunan, yang bervariasi dari daerah satu dengan
daerah yang lain, dari hal-hal yang bersifat lokal sepereti ketersediaan SDM
sampai kepada hal-hal yang berskala lebih luas seperti penerapan teknologi yang
tidak ramah lingkungan.Hal
ini sangat terkait dengan niat baik pemerintah termasuk
pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk
mengelola lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya agar prinsip
pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat terselenggara dengan
baik. Oleh karena pembangungan pada dasarnya untuk kesejahteraan masyarakat, maka aspirasi dari masyarkat perlu didengar
dan program-program kegiatan pembangunan betul-betul menyentuh kepentingan masyarakat.
Konstitusi di negara ini sebenarnya
sudah cukup memberikan dasar yang kuat bagi masyarakat untuk dapat menikmati
lingkungan yang ajeg yang tertuang secara khusus, di dalam UUD 1945 yang
menyangkut langsung hak atas lingkungan hidup terdapat di pasal 28 H ayat 1:
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.”[3]
Kemudian
dalam pasal 33 ayat 2: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, pada ayat 3: “Bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamya dikuasai negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, serta ayat 4: “Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.[4]
Kerusakan dan pencemaran yang terjadi
akibat ulah manusia secara pasti telah ditetapkan Allah SWT melalui firman-Nya yang berbunyi:
a.
“Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.[5] serta
b.
“Dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
[6]
Berdasarkan
firman Allah SWT diatas, dapat dikatakan bahwa
kerusakan yang terjadi dimuka bumi sebenarnya adalah perbuatan manusia itu
sendiri.
[1] http://geo.ugm.ac.id/archives/125. Pembangunan Berkelanjutan,
Lingkungan Hidup dan Otonomi Daerah, hlm. 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar