. Desentralisasi
Pengelolaan Lingkungan.
Semenjak dikeluarkannya UU Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah telah diubah dengan UU Nomor
32 Tahun 2004, maka pengaturan mengenai lingkungan hidup telah mengalami
perubahan pula. UU Pemerintah Daerah
sebagai Hukum Positif memerlukan peraturan organiknya berupa peraturan
pelaksanaannya.[1]
Oleh karena itu, untuk
lebih merinci pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, khususnya di bidang lingkungan hidup, maka hal ini diatur dalam Pasal 2
ayat (3) butir 18 PP Nomor 25 Tahun 2000 tersebut menyangkut bidang lingkungan
hidup sebagai berikut:[2]
1. Penetapan
pedoman pengendalian sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan.
2. Pengaturan
pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya laut diluar 12 (dua belas)
mil.
3. Penilaian
analisis mengenai dampak lingkungan bagi kegiatan-kegiatan yang potensial
berdampak negatif pada masyarakat luas dan/atau menyangkut pertahanan dan keamanan,
yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah provinsi, kegiatan yang
beralokasi di wilayah sengketa dengan negara lain, di wilayah laut di bawah 12
( dua belas) mil dan berdomisili dilintas batas negara.
4. Penetapan
baku mutu lingkungan dan penetapan pedoman tentang pencemaran lingkungan hidup.
5. Pedoman
tentang konversasi sumber daya alam.
Kewenangan yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup di luar dari kewenangan yang dialokasikan kepada
pemerintah (pusat) dan provinsi menjadi kewenangan otonomi kabupaten/kotamadya
yang meliputi kewenangan-kewenangan sebagai berikut:[3]
1. Pemberian
konsesi ( pemanfaatan/pengusahaan ) sumber daya alam yang berdampak pada
keseimbangan daya dukung ekosistem dan masyarakat adat/setempat (penyelenggara
perizinan).
2. Pengendalian
dampak dari suatu kegiatan terhadap sumber daya air, udara, tanah, termasuk
melaksanakan pengawasan penataan sampai dengan penjatuhan sanksi administratif
(pengendalian dampak lingkungan).
Kedua
kewenangan tersebut selama ini
dimiliki pemerintah pusat. Selama diserahkannya wewenang pengelolaan lingkungan
hidup kepada daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, kondisi
lingkungan tidak lebih baik dari sebelumnya. Padahal dengan terjadinya
penyerahan tersebut, pemerintah pusat dan masyarakat berharap pengelolaan
lingkungan akan lebih baik. Terlalu banyak masalah yang terjadi di daerah, baik
provinsi maupun kabupaten/kota, misalnya:
1. Tersedianya
sumber daya manusia yang andal dalam bidang lingkungan.
2. Kurangnya
perhatian gubernur atau bupati/walikota dalam menata atau menanggulangi
pencemaran atau kerusakan lingkungan yang terjadi di daerahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar