KENAIKAN BAHAN BAKAR MINYAK
OLEH:
IKOMATUSSUNIAH.SH.MH
Diberikan
Pada Saat Tutorial Delegasi Debat Mahasiswa FH Untirta Pada Event Debat
Konstitusi di Mahkamah Konstitusi Pada Tanggal 1 Juni – 26 Juni 2012
PIDATO PRESIDEN RI
Pidato
Gerakan Nasional Penghematan Energi (bbm & listrik) pada tanggal 29 mei
2012 jam 19.30.
1. Krisis
di Yunani mengakibatkan krisis ekonomi di negara-negara Eropa dan negara berkembang ikut terdampak.
- Ekonomi Indonesia tumbuh 6,11 %
tahun 2011 dan penduduk miskin berkurang.
- Perekonomian global melemah, harga
bahan bakar di Timur Tengah melemah
KEINGINAN PEMERINTAH
- Lapangan kerja bagi rakyat dan
level kecil terbuka tinggi.
- Berkurangnya kemiskinan
- Pembangunan infrastruktur
- Anggaran subsidi bbm & listrik besar;
140 trilliun tahun 2010 dan 256 trilliun tahun 2011
2. Besarnya
subsidi bbm & listrik berpotensi melemahnya penyerapan APBN untuk kegiatan
lain.
ANGGARAN
TERBATAS HARUS DIKELOLA UNTUK SEBESAR-BESARNYA KEMAKMURAN RAKYAT.
• Alokasi
anggaran lebih banyak untuk pelayanan publik, peningkatan infrastruktur dan
penurunan kemiskinan.
AGENDA
1. Mencegah defisit anggaran dengan cara
efisiensi dan optimalisasi belanja negara dengan cara meningkatkan belanja
modal, contoh: pembangunan infrastruktur
2. Mengurangi subsidi bbm & listrik
dengan cara gerakan penghematan secara nasional agar APBN aman, cara lain
menaikan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik (TDL)
3. Meningkatkan pendapatan negara dengan
pajak ( penjaringan wajib pajak & kepatuhan wajib pajak meningkat), dan non
pajak (sektor pertambangan, minyak & gas bumi untuk membantu rakyat miskin)
1. Pengendalian sistem distribusi di SPBU.
2. Larangan bbm bersubsidi bagi plat
merah dan dinas pemerintahan.
3. Pelarangan penggunaan bbm bersubsidi
untuk pertambangan dan perkebunan yang diawasi oleh bph migas.
4. Konversi bbm ke bbg untuk angkutan
umum, 2013 efektif, 33 stasiun bbg, 15.000 alat
konversi bbm ke bbg.
5. Penghematn penggunaan listrik, air
dan penerangan jalan berlaku 12 juni 2012
- Kendaraan hybird
- Jangka panjang dan menengah; mulai
membangun kendaraan listrik, kemudahan dengan insentif fiskal sehingga
harga dapat bersaing dan terjangkau masyarakat.
- Eksplorasi, efisiensi
- PLN hentikan pembangunan tenaga
listrik yang pakai bbm.
TEORI AHLI HUKUM
1. Kedaulatan
rakyat menurut JJ.Rouseau: tanpa tata tertib dan kekuasaan manusia akan hidup
tidak aman dan tidak tentram.
2. Teori
negara hukum (Aristoteles); ialah negara yang berdiri diatas hukum yang
menjamin kadilan kepada warga negaranya..penguasa hanya pemegang hukum dan
keseimbangan saja, sikap yang adil akan menjamin kebahagiaan hidup warga
negaranya.segala urusan negara dilakukan dengan musyawarah (ecclesia), dimana seluruh warga
negaranya ikut serta dalam urusan penyelenggaraan negara.
PRO KENAIKAN BBM
Ketua
Departemen Bidang Keuangan Dpp Partai Demokrat M Ikhsan Modjo, minggu
(25/3/2012) di Jakarta, mengatakan, ada lima alasan mengapa partai pemenang
pemilu 2009 itu mendukung kenaikan harga bbm, yaitu:
1.
"Pertama adalah keberpihakan pada rakyat kecil. Saat ini, 10 persen dari
orang kaya menggunakan Rp 5,8 triliun dari subsidi BBM. Sementara itu, 10
persen orang miskin menggunakan Rp 500 miliar subsidi BBM.”
2.
Kedua, kenaikan harga BBM juga dipandang sejalan dengan upaya penghematan dan
penciptaan energi terbarukan.
3.
"Ketiga, dana yang sebelumnya digunakan untuk subsidi BBM dapat dialihkan untuk
pembangunan infrastruktur.
4.
Keempat, pengurangan subsidi turut menekan kasus penyelundupan BBM ke negeri
tetangga. Saat ini, harga BBM di Singapura mencapai Rp 15.695 per liter,
sementara di Malaysia sekitar Rp 5.750.
5.
"Pengurangan subsidi juga membantu pemerintah 2014. Pemerintahan yang akan
datang tak terbebani subsidi BBM yang tinggi
KONTRA KENAIKAN BBM
BERDASARKAN
POLITIK KOMPASIANA.COM.
10
Alasan Utama Mengapa Kenaikan Harga BBM Harus Ditolak
1. Pertama, tidak
sepakat jika dalih yang digunakan untuk menaikkan harga BBM dalam rangka
menyelamatkan APBN, yang harusnya diselamatkan adalah rakyat. Mungkin hal ini
tampak klise karena hanya berbeda redaksional. Saya kira tidak. Dari titik tolak
ini, maka proses berikutnya akan menghasilkan progres yang berbeda karena
berangkatnya dari cara berpikir yang berbeda.
2. Kedua, saya
melihat pemerintah melihat posisi dirinya sebagai pemilik APBN. Seharusnya,
pemerintah melihat dirinya sebagai pengelola rekening rakyat yang berbentuk
APBN. Mungkin hal ini juga tampak klise karena hanya ada sedikit perbedaan
dalam hal redaksional. Sekali lagi saya sampaikan, tidak. Berangkat dari cara
pandang yang berbeda ini, maka kebijakan yang akan dilahirkan ke depan tentu
akan berbeda pula arahnya. Pemerintah dan rakyat adalah 2 entitas berbeda dan
memiliki kepentingan yang tentu berbeda pula.
3. Ketiga, persoalan
subsidi selalu menjadi polemik dalam kebijakan fiskal di Indonesia lantaran
adanya perbedaan paradigma berpikir dalam menyikapi keberadaan subsidi. Sikap
atau pandangan terhadap subsidi sangat bergantung pada paham apa yang dianut
oleh negara. Bagi para elite negara ini, kita bisa melihat bahwa subsidi
dipandang sebagai beban. Subsidi adalah distorsi. Subsidi adalah inefisensi.
Subsidi membuat rakyat tidak mandiri. Atas dasar itu pula, pemerintah secara
perlahan namun pasti akan menghilangkan subsidi. Tapi jika pemerintah menyikapi
dan memandang subsidi sebagai sebuah kewajiban untuk memenuhi hak rakyat untuk memperoleh
subsidi, tentu hal ini akan menjadi berbeda. Pada tataran inilah, kita bisa
melihat bahwa perbedaan paradigma dan filosofi dapat memberi pengaruh yang amat
besar bagi kebijakan publik.
4. Keempat, seperti
yang banyak diberitakan di media, penyerapan anggaran setiap tahunnya tidak
selalu mulus. Pola yang terbentuk, banyak instansi yang jor-joran menyerap
anggaran ketika menjelang akhir tahun. Awal Desember 2011, Kemenkeu
menyatakan potensi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun tersebut mencapai
Rp 20-30 triliun jika realisasi defisit anggaran di kisaran 1,6% terhadap PDB.
Proyeksi defisit anggaran itu kemungkinan lebih rendah daripada asumsi APBN-P
2011 sebesar 2,1% PDB. Turunnya persentase defisit anggaran tersebut didasarkan
pada estimasi realisasi belanja negara yang mencapai 95%. SILPA 2011 tersebut
berarti akan menambah akumulasi saldo anggaran lebih (SAL) yang sampai saat itu
berada di kisaran Rp 97 triliun. Tahun sebelumnya, APBN 2010 juga tercatat
mengalami kelebihan Rp 47 triliun yang berasal SILPA. Dengan demikian, bukankah
ini mengindikasikan bahwa pemerintah sebenarnya tidak mengalami tekanan dana!
Kalaupun SILPA atau SAL hendak dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur,
saya yakin tidak mungkin dana tersebut akan langsung terserap seketika. Seorang
anggota dewan dari partai oposisi malah sempat menyampaikan data bahwa banyak
pos pendapatan dari tahun ini yang sebenarnya masih dapat digunakan untuk
menutupi kebutuhan subsidi. Bukankah ini mengindikasikan bahwa menaikkan harga
BBM bukanlah opsi terakhir!!!
5. Kelima, Indonesia
saat ini hanya bisa memproduksi dari ladang minyak yang ada sebanyak 800-900
ribu barel per hari (bph). Padahal, kebutuhan DN sekitar 1,3 juta bph. Dulu,
zaman Pak Harto, produksi minyak Indonesia dapat mencapai 1,6 juta bph. Dengan
demikian, dapat diterjemahkan dari fakta tersebut bahwa penyebab mahalnya BBM
lebih disebabkan oleh selisih kekurangan pasokan DN yang kemudian dipenuhi dari
impor. Saya meyakini, impor itulah yang mmebuat BBM mahal sehingga harus disubsidi.
Ini tentu ulah eksportirDN/importir LN yang nakal yang dipelihara oleh oknum
elite untuk mencari keuntungan. Jadi, yang seharusnya dipermasalahkan
pemerintah bukanlah tentang subsidi tersebut, melainkan si eksportir
DN/importir LN yang nakal beserta oknum elite tersebut. Mereka yang menanam,
mengapa harus rakyat Indonesia kebanyakan yang menuai!
6. Keenam, jika
disimak, tidak semua ladang minyak dioptimalkan oleh pemerintah. Salah satunya
adalah ladang minyak di Cepu. Bahkan saya membaca jika Cepu juga memiliki
potensi gas. Sungguh mengherankan kan, bangsa ini mengekspor gas ke LN, tetapi
kebutuhan DN sendiri tidak dicukupi terlebih dahulu. Kita sekarang sibuk
mencari impor gas dari luar. Apalagi yang bisa kita terjemahkan dari fakta ini
jika bukan ada oknum yang sengaja mengekspor gas ke LN demi mencari keuntungan
dan membiarkan DN mengalami kekacauan lantaran kekurangan pasokan. Dan
pemerintah harusnya bersikap tegas pada oknum-oknum ini dan bukannya bertindak
tegas kepada rakyat untuk mau mengikuti kebijakan administered price dari
pemerintah.
7. Ketujuh, benarkah
ada subsidi? Di sejumlah literatur, Kwik Kian Gie pernah menyampaikan
pertanyaan ini. Selain ilustrasi sederhana tentang mekanisme pembentukan harga
BBM domestik dan nilai impor, Kwik secara tegas menyatakan bahwa yang dikatakan
‘subsidi’ selama ini oleh pemerintah adalah pengertian abstrak yang sama sekali
tidak berimplikasi pada keluarnya uang. Ditinjau dari sudut keluar masuknya
uang, sesungguhnya pemerintah masih kelebihan uang tunai ketika harga minyak
dunia melonjak. Dinyatakan Kwik, ‘subsidi’ yang selama ini disampaikan
pemerintah sesungguhnya adalah selisih jika BBM itu dijual ke LN dengan harga
yang dijual ke dalam negeri. Dengan demikian, tidak benar jika ‘subsidi’
dipersepsikan sebagai dana APBN yang dikeluarkan pemerintah kepada rakyat.
Kenyataannya, pemerintah mendapatkan kelebihan uang. Hanya, kelebihannya
tidak sebesar seandainya rakyat Indonesia diharuskan membeli BBM produksi
DN dengan harga dunia
8. Kedelapan, katanya,
sebanyak 10% orang kaya Indonesia menerima manfaat subsidi hingga Rp 5 triliun
dan kalangan miskin yang seharusnya menjadi target penerima subsidi hanya
menyerap BBM sebesar Rp 0,27 triliun. Jika memang benar demikian, bukankah
seharusnya 10% itu yang ditertibkan dan bukan memaksa 90% untuk mengikuti yang
10%. Katanya, selama ini pengguna terbanyak subsidi BBM justru berasal dari
masyarakat mampu. Buat saya, slogan ‘subsidi BBM tidak tepat sasaran dan lebih
banyak dinikmati oleh golongan mampu dan orang kaya’ merupakan bagian dari
edukasi untuk memperbesar peran mekanisme pasar dalam penyelenggaraan
perekonomian Indonesia. Padahal, pasar sarat dengan ketidakmampuan. Bagaimana
mungkin orang miskin dibiarkan berperang dengan orang yang memiliki kapital
besar. Bahkan tega-teganya seorang ekonom mengatakan bahwa kenaikan harga BBM
bersubsidi berpihak kepada masyarakat ekonomi kecil.
9. Kesembilan, utang
Indonesia awal tahun ini sudah mencapai Rp 1.937,05 triliun. Hampir menyentuh
Rp 2.000 triliun! Dari data perkembangan utang negara yang dirilis Kemenkeu,
setiap tahunnya pembayaan bunga utang (saja) berkisar 8-10% dari belanja negara
atau 9-11% dari penerimaan negara. Tahun 2012 saja diprediksi bunga utang yang
harus dibayar sebanyak Rp 122 triliun! Mengapa ini tidak diteriak-teriakkan
oleh pemerintah sebagai beban, sedangkan subsidi selalu dikoar-koarkan sebagai
beban. Legitimasi yang selalu disampaikan untuk membenarkan adalah ‘tambahan
utang di negara maju lebih besar dibandingkan di negara berkembang’ atau ‘rasio
utang Indonesia tidak sebesar negara maju’ atau sebagainya. Jangan
mengkomparasi Indonesia dengan negara maju! Lihat bagaimana sekarang kawasan
Eropa mengalami kebangkrutran karena utang yang melilit. Jangan jadikan rasio
utang sebagai argumen untuk menunjukkan bahwa utang kita semakin berkurang.
Tapi, lihat angka nominalnya yang terus membengkak! Bukankah ini juga beban!
Bukankah pelan tapi pasti kita harus mengurangi utang dan bukan dengan
menerbitkan instrumen utang berbunga untuk menggali lubang tutup lubang utang!
Jadi, buat saya, subsidi BBM sesungguhnya tidak layak dijadikan kambing hitam
atas berbagai tekanan terhadap APBN. Beban berat anggaran negara nyatanya juga
lebih disebabkan oleh sangat besarnya subsidi terselubung yang diberikan
pemerintah terhadap berbagai sektor padat modal dan besarnya beban angsuran
pokok dan bunga utang setiap tahun.
10. Kesepuluh,
pemerintah menaikkan harga BBM demi menghemat pengeluaran sebesar 38-55
triliun. Tetapi, sebagai kompensasi, pemerintah memberikan 4 jenis kompensasi.
Untuk jenis bantuan langsung tunai (BLT) saja, nilainya sudah mencapai sekitar
Rp 25 triliun. Dari hitung-hitungan sederhana, penghematan riil yang dilakukan
pemerintah sesungguhnya ‘hanya’ sebesar Rp 13-30 triliun. Angka ini saya yakini
tidak sebanding dengan dampak ikutan yang terjadi di masyarakat. Bagi kelompok
miskin, mereka sudah sulit untuk menghemat lagi karena tingkat konsumsinya
sudah berada di titik terbawah. Dan dana BLT yang terserap dapat dipastikan
akan lebih banyak menguap dalam perut. Uang di tangan hanya dapat bertahan
dalam hitungan hari. Padahal, dana senilai tersebut jika digunakan untuk
pembangunan fasilitas publik ataupun lapangan kerja yang menggerakkan sektor
riil yang produktif, maka akan dapat memberi manfaat dalam jangka menengah dan panjang.
Jadi, salah kelola APBN oleh pemerintah jangan disandarkan pada masyarakat
miskin. Dampak ini saja belum memperhitungkan jumlah keluarga menengah yang
berpotensi jatuh pada kategori miskin.
Tidak perlu teori ekonomi yang rumit
atau model ekonometrika untuk menghubungkan dampak kenaikan harga BBM terhadap
sendi-sendi kehidupan yang lain. Bagi penganut ekonomi mainstream,
berbicara tanpa data dan metode penghitungan kuantitatif sering divonis sebagai
sebuah retorika belaka. Padahal, pengamatan kualitatif atau empirik sama
pentingnya dengan pemahaman kuantitatif.
Jelas, energi adalah salah satu
kebutuhan dasar manusia yang substansial di abad ini. Manusia berserikat di
dalamnya. Persoalan energi dapat menjadi pemicu konflik dan memiliki efek domino
yang signifikan dalam mempengaruhi ekonomi masyarakat. Demi menjamin
ketersediaan energi dalam jangka panjang, pemerintah harusnya sesegera mungkin
mempersiapkan kemandirian energi. Pemerintah harusnya mempunyai kebijakan
energi nasional yang terpadu yang mengikat semua pihak. Kegagalan sejumlah
upaya diversifikasi energi di waktu lampau disebabkan tidak adanya konsistensi
kebijakan energi dan tidak jelasnya format kebijakan harga BBM. Padahal, jika
program diversifikasi ini gagal, hal itu akan sangat membahayakan ketahanan
ekonomi masyarakat dan ketahanan keamanan nasional dalam jangka panjang karena
ketergantungan pada minyak impor akan terus meningkat. Kita punya matahari,
laut, etanol, sampah dan ragam sumber daya alternatif lainnya yang harusnya dapat
dikongkretkan sebagai bagian dari membangun kemandirian dan ketahanan energi.
Yang tidak kalah penting, penegakan
hukum seyogyanya ditegakkan. Ketika disparitas harga kian tinggi, sesungguhnya
adalah peluang bagi oknum pejabat, oknum aparat, dan oknum pengusaha untuk
memanfaatkan situasi. Untuk itu, yang dibutuhkan dalam hal ini adalah penegakan
hukum dan bukan menyalahkan disparitas harga domestik dengan internasional.
Saya tidak tahu, apakah memang benar cerita-cerita yang saya sering dengar
bahwa eksportir dan importir nakal itu sesungguhnya memang selalu menjadi
peliharaan setiap rezim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar