MENELISIK TAWURAN PELAJAR YANG
KERAP TERJADI DARI SUDUT PANDANG PANCASILA SEBAGAI SALAH SATU PILAR BANGSA
INDONESIA
Oleh: Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan – Serang
Pendidikan merupakan salah satu hak
dasar yang harus didapat oleh semua warga negara, tanpa terkeculi. Semua warga negara berhak
mendapatkan pendidikan yang layak, baik formal maupun non formal. Tugas semua
pihak dalam memajukan dan memberikan pendidikan yang baik bagi generasi penerus
bangsa ini. Pemerintah, masyarakat bahkan pihak swasta harus bahu membahu dalam
melakukan kegiatan untuk mencerdaskan seluruh generasi yang akan datang. Seperti
yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4, yang didalamnya tertera tujuan negara
kesejahteraan yang menjadi konsep dalam memajukan dan menciptakan kehidupan
yang nyaman, aman, tentaram dan sejahtera. Mencerdaskan kehidupan bangsa, inilah
yang menjadi tujuan dalam sistem pendidikan di negara kita. Tetapi, kenyataan
yang terjadi sekarang ini, telah
bergesar kepada sistem pendidikan yang tidak mempunyai arah tujuan di tingkat
implementasinya. Para pelajar kita hanya sekedar mengejar ijazah dan kelulusan
belaka. Sistem pendidikan yang coba untuk diterapkan, ternyata tidak memberikan
kontribusi positif pada pengembangan moral, skiil
dan kepribadian para pelajar. Sebenarnya tidak semua pelajar melakukan hal
negatif, tetapi yang terekspos akhir-akhir
ini adalah kegiatan oknum pelajar yang melakukan tindak kekerasan sehingga
mengakibatkan jatuh korban. Kekerasan yang terjadi sebenarnya mungkin diawali
dengan hal yang sepele, misalnya mengatasnamakan solidaritas kawan dan membela
nama sekolah karena nama sekolah mereka di jelek-jelekan, sehingga mereka tidak
terima dan emosi mereka tersulut dan terjadilah tawuran pelajar. Tindakan yang
seperti ini sudah keluar dari nilai-nilai yang terkandung secara tersurat
maupun tersirat dalam Pancasila.
PANCASILA TAMENG TAWURAN PELAJAR
Empat
pilar Kebangsaan Indonesia adalah UUD 1945, Pancasila, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila, inilah salah satu pilar yang kebangsaan
Indonesia. Pancasila terdiri dari lima sila, tentu semua orang sudah
mengetahuinya dan bahkan hafal diluar kepala. Sila kesatu sampai ke lima dari
pelajar tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi dipastikan hafal. Akan
tetapi, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sekarang sudah mulai
luntur dan tidak dilaksanakan oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan
adanya korupsi yang sudah mendarah
daging, kekerasan mudah ditemukan dimana-mana, dari pedesaaan sampai perkotaan
perbuatan-perbuatan asusila banyak dilakukan. Norma-norma agama, susila, sosial
dan hukum dianggap angin lalu, tidak diperdulikan, bahkan lebih ekstrim lagi,
apabila orang berbuat baik dianggap aneh, dan orang yang berbuat diluar
ketentuan norma dan nilai-nilai dianggap hebat. Sungguh semua sudah tidak
beraturan dan sungguh tragis.
Tawuran
pelajar merupakan salah satu ekses dari tidak terimplementasikannya sila kesatu
Pancasila oleh para pihak. Sila kesatu Ketuhanan Yang Maha Esa. Konsep dari
sila kesatu terkandung makna yang mendalam yaitu; hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam.
Hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan ini bersifat vertikal. Hubungan yang
tertanam secara bathiniah dan lahiriah dengan penguasa dan pencipta mahluk.
Jika manusia sudah mengimani hubungan manusia dengan Tuhannya, dipastikan
manusia tersebut akan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangn-Nya. Jika
pelajar sudah menerapkan konsep ini, tentu dia akan berusaha melakukan tugasnya
sesuai porsi. Tugas pelajar adalah belajar dan berusaha mencari identitas diri
dengan cara-cara yang positif. Tawuran dijadikan alasan bagi mereka untuk
mencari identitas diri, tetapi cara seperti ini berdampak negatif bagi diri dan
orang lain. Apabila mereka sudah mengenali siapa Tuhannya, dapat dipastikan
mereka akan lebih banyak melakukan hal positif dsan segala sesuatu yang
dilakukan diniatkan untuk ibadah kepada Tuhan. Hubungan manusia dengan manusia,
konsep ini mengedapankan rasa sosial kemanusiaan tanpa melihat ras, agama,
golongan dan perbedaan-perbedaan lainnya. Mereka akan berusah menjaga hubungan
yang baik terhadap sesama manusia, dan tidak akan menyakiti manusia lain. Jika
konsep ini terlaksana, maka tawuran tidak akan terjadi dengan alasan apapun
yang sebenarnya hanya mengedepankan ego masing-masing tanpa berpikir
panjang. Hubungan manusia dengan alam,
pada konsep ini manusia akan selau menjaga sikapnya terhadap alam dan mahluk
ciptaan tuhan lainnya. Pada tataran ini pelajar diberi pemahaman bahwa yang
hidup di jagat raya ini tidak hanya manusia, bahkan manusia hanyalah salah satu
komponen dari begitu banyak ciptaan Tuhan lainnya. Secara logika, manusia tanpa
alam tidak akan bisa hidup, tetapi jika alam tanpa manusia rasanya alam akan
baik-baik saja. Sila kesatu Pancasila jika memang sudah dilaksanakan dengan
baik, maka ketentuan sila-sila lainnya mulai dari sila ke-2 Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab sampai sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,
secara otomatis sudah dapat terimplemetasikan. Maka, sebenarnya nilai yang
terkandung dalam Pancasila yang merupakan paham sosio-nasionalis yang disusun
oleh para stakeholders kemerdekaan
bangsa Indonesia yaitu Ir. Soekarno, Dr. Muhammad Hatta, Mr. Dr. Muhammad Yamin
dan Dr. Soepomo, telah dibuat sesempurna mungkin sesuai dengan nilai-nilai yang
sudah ada terlebih dahulu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di masyarakat
Indonesia sejak jaman Majapahit dan Sriwijaya.
Pelajar
dalam melakukan kegiatan belajar mengajar ternyata hanya sekedar formalitas. Esensi
dari sila kesatu Pancasila-pun mereka tidak memahami. Semua ini tidak terlepas
dari cara pembelajaran atau sistem pendidikan sekarang yang hanya mengedepankan
output berupa nilai yang bagus. Para stakeholders tanpa sadar telah membuat
generasi robot. Mereka diciptakan untuk memenuhi tuntutan program yang harus
dilaksanakan. Pelajar sekarangpun lebih mengagungkan materiil dibanding
kemampuan otak dan moralitas. Sergapan perkembangan teknologi dan materi global
yang mereka dapat dengan mudah melalui gadget-gadget
yang mereka milki, telah menina bobokan mental generasi penerus kita, menjadi
generasi yang matrealistis, instan, egois dan manja. Sekarang menjadi tugas
bersama khususnya para pembuat kebijakan, orang tua, guru dan alim ulama untuk
memberikan pendidikan yang baik kepada para penerus bangsa supaya mereka tidak
terjerumus, dan menjadi calon penerus bangsa yang bisa membawa perubahan lebih
baik dan maju demi kebanggaan bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar