SISTEM
PENGUPAHAN INDONESIA YANG BERKEADILAN SOSIAL
Ikomatussuniah, SH., MH
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta Km. 04 Pakupatan-Serang
Email: ikomatussuniah@yahoo.co.id
A. Pendahuluan
Ketenagakerjaan merupakan peralihan kata
dari perburuhan. Semenjak diundangkannya aturan perundangan ketenagakerjaan
dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003, maka istilah perburuhan sesuai dengan
Undang-Undang No. 2 Tahun 1974 tentang perburuhan, berganti menjadi ketenagakerjaan.
Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan, pengertian
ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Tentang upah, ini termasuk
kedalam kategori pengaturan ketenagakerjaan sebelum, selama dan sesudah masa
kerja. Sebelum masa kerja, upah diperjanjikan dalam perjanjian kerja antara
pengusaha dan pekerja. Selama masa kerja, upah diberikan sesuai kinerja dan
perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu pengusaha
dan pekerja. Setelah masa kerja, pemutusan hubungan kerja dapat menimbulkan hak
dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha baik berupa uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Upah berdasarkan pasal 1 angka
30 Undang Undang No 13 2013 Tentang Ketenagakerjaan adalah:
Hak pekerja/buruh yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja
kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan
atau peraturan perundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau yang akan
dilakukan.
Tujuan
negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yang
mengidentifikasikan bahwa Indonesia merupakan negara hukum menganut konsep welfare state (negara kesejahteraan)
yang didalamnya termaktub keadilan sosial (Juniarso Ridwan, 2010:11). Konsep
upah tidak terlepas dari peran negara dalam ikut andil memberikan rasa
kesejahteraaan dalam bentuk keadilan sosial bagi para pengusaha dan pekerja
yang memang merupakan bagian rakyat Indonesia. Sistem perekonomian yang
dijalankan oleh pemerintah, pengusaha dan pekerja idealnya merupakan sistem
yang berdasarkan simbiosis muatualisme, saling menguntungkan satu sama lain.
Keadilan sosial dalam negara kesejahteraan dapat diwujudkan melalui perangkat
kebijakan sosial yang disediakan negara.
Upah merupakan suatu kebijakan sosial yang pemerintah turut campur untuk
penentuannya.
B. Pembahasan
Demi menciptakan keadilan dan
kesejahteraan, pengaturan pengupahan diatur
dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 88-98. Pada pasal 98
khusus dipaparkan tentang Dewan Pengupahan yang dibentuk untuk memberikan
saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan
oleh pemerintah serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional.
Keanggotaan Dewan Pengupahan terdiri dari unsur pemerintah, organisasi
pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, perguruan tinggi dan pakar. Lebih
lanjut mengenai Dewan Pengupahan diatur dalam Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 107 tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan.
Beberapa data yang dapat di analisa
untuk sistem pengupahan yang bekeadilan sosial dapat dilihat pada data yang
diberikan oleh Dirjen PHI dan Jamsos R.Irianto Simbolon pada acara Forum
Konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional yang diselenggarakan pada tanggal
7 September 2014 di Hotel Grand Sahid, Jakarta, bahwa,:
1.
UMP ditetapkan dan diumumkan oleh
masing-masing gubernur serentak setiap tanggal 1 November pada setiap tahunnya,
akan tetapi berdasarkan pemaparan data dari Dirjen PHI dan Jamsos, diketahui,
bahwa:
a.
Provinsi yang menetapkan UMP 2014
serentak tepat waktu 1 November 2013 yaitu NAD, Sumut, Riau, Kepri, Sumsel, DKI
Jakarta, Sulsel, Sulteng dan Papua Barat.
b.
Provinsi yang menetapkan UMP 2014
sebelum 1 November 2013 yaitu Sumbar, Jambi, Babel, Bengkulu, Banten, NTB, NTT,
Kalbar, Kalsel, Kalteng, Kaltim, Gorontalo, Sulut, Sultra, Maluku, Papua.
c.
Provinsi yang menetapkan UMP 2014
setelah 1 November 2013 yaitu Lampung, Bali, Maluku Utara, Sulawesi Barat.
d.
Provinsi yang tidak Menetapkan UMP 2014
dan hanya menetapkan UMK yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI
Yogjakarta.
2.
Pada penetapan upah minimum provinsi
industry padat karya , yang diamanatkan dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2013 dan
Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2013: “kebijakan penetapan upah minimum dalam
rangka keberlangsungan usaha dan peningkatan kesejahteraan pekerja”, hanya
Provinsi NTT saja yang menetapkan yaitu Rp. 1.125.000.
3.
UMP Tertinggi adalah DKI Jakarta Rp.
2.441.000, dan persentase tertinggi kenaikan UMP 2014 adalah Provinsi Bali
dengan kenaikan 30,62%
4.
UMP terendah adalah NTT Rp. 1.150.000,
dan persentase terendah kenaikan UMP 2104 adalah Kaltim dengan 7,66%
5.
Terdapat 16 provinsi yang menetapkan UMP
lebih besar sama dengan KHL, yaitu: NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi,
Bengkulu, Lampung, Banten, Bali, DKI Jakarta, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel,
Papua. Pada tahun 2013 terdapat 11 provinsi yang UMP lebih besar sama dengan
KHL dengan demikian tahun 2014 bertambah 5 provinsi.
6.
Terdapat empat provinsi menetapkan UMP
90 s.d 99 % KHL, yaitu: Sumsel, Babel, Sultra, Sulteng
7.
Terdapat enam provinsi menetapkan UMP 80
s.d 89 % KHL, yaitu: NTB, Kalbar, Kalteng, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat
8.
Terdapat tiga provinsi menetapkan UMP
< 80% KHL, yaitu: NTT, Sulbar dan Maluku.
Apabila diperhatikan dari data yang
disajikan diatas, terlihat bahwa keadaan upah dan sistem upah belum berkeadilan
sosial karena memang banyak permasalahan di daerah diantaranya terkait dewan
pengupahan yang bertugas, yaitu:
a.
Dewan Pengupahan Provinsi/Kab/Kota belum
sepenuhnya memahami tata cara survey dan penetapan nilai KHL sesuai peraturan
perundang-undangan, sehingga mekanisme penetapan upah belum sesuai dengan
ketentuan.
b.
Belum optimal koordinasi Dewan
Pengupahan Nasional, Dewan Pengupahan Prov dan Dewan Pengupahan Kab/Kota
c.
Belum terbentuknya petunjuk teknis
tentang Peta Jalan pencapaian KHL (Road
Map) sebagaimana diamanatkan dalam Permenakertrans Nomor 7 tahun 2013.
d.
Kurangnya dukungan anggaran untuk
pelaksanaan tugas Dewan Pengupahan.
C.
Penutup
Pemerintah sebagai pemegang kebijakan publik
turut campur dalam menyusun dan menegakan suatu sistem pengupahan yang ideal
agar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sila ke lima Pancasila
dapat terlaksana dengan baik. Keadilan sosial yang tercipta dalam sistem
pengupahan mendorong terwujudnya suatu negara kesejahteraan.
Wallahu
‘alam Bisshawaab.