Senin, 16 Mei 2016

SISTEM PENGUPAHAN INDONESIA YANG BERKEADILAN SOSIAL
Ikomatussuniah, SH., MH
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta Km. 04 Pakupatan-Serang



A.      Pendahuluan

       Ketenagakerjaan merupakan peralihan kata dari perburuhan. Semenjak diundangkannya aturan perundangan ketenagakerjaan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003, maka istilah perburuhan sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1974 tentang perburuhan, berganti menjadi ketenagakerjaan. Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan, pengertian ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Tentang upah, ini termasuk kedalam kategori pengaturan ketenagakerjaan sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Sebelum masa kerja, upah diperjanjikan dalam perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja. Selama masa kerja, upah diberikan sesuai kinerja dan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu pengusaha dan pekerja. Setelah masa kerja, pemutusan hubungan kerja dapat menimbulkan hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha baik berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Upah berdasarkan pasal 1 angka 30 Undang Undang No 13 2013 Tentang Ketenagakerjaan adalah:
       Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan  menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau yang akan dilakukan.

        Tujuan negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yang mengidentifikasikan bahwa Indonesia merupakan negara hukum menganut konsep welfare state (negara kesejahteraan) yang didalamnya termaktub keadilan sosial (Juniarso Ridwan, 2010:11). Konsep upah tidak terlepas dari peran negara dalam ikut andil memberikan rasa kesejahteraaan dalam bentuk keadilan sosial bagi para pengusaha dan pekerja yang memang merupakan bagian rakyat Indonesia. Sistem perekonomian yang dijalankan oleh pemerintah, pengusaha dan pekerja idealnya merupakan sistem yang berdasarkan simbiosis muatualisme, saling menguntungkan satu sama lain. Keadilan sosial dalam negara kesejahteraan dapat diwujudkan melalui perangkat kebijakan sosial  yang disediakan negara. Upah merupakan suatu kebijakan sosial yang pemerintah turut campur untuk penentuannya.
B.       Pembahasan
       Demi menciptakan keadilan dan kesejahteraan,  pengaturan pengupahan diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 88-98. Pada pasal 98 khusus dipaparkan tentang Dewan Pengupahan yang dibentuk untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional. Keanggotaan Dewan Pengupahan terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, perguruan tinggi dan pakar. Lebih lanjut mengenai Dewan Pengupahan diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan.
                 Beberapa data yang dapat di analisa untuk sistem pengupahan yang bekeadilan sosial dapat dilihat pada data yang diberikan oleh Dirjen PHI dan Jamsos R.Irianto Simbolon pada acara Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan Tingkat Nasional yang diselenggarakan pada tanggal 7 September 2014 di Hotel Grand Sahid, Jakarta, bahwa,:
1.    UMP ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing gubernur serentak setiap tanggal 1 November pada setiap tahunnya, akan tetapi berdasarkan pemaparan data dari Dirjen PHI dan Jamsos, diketahui, bahwa:
a.    Provinsi yang menetapkan UMP 2014 serentak tepat waktu 1 November 2013 yaitu NAD, Sumut, Riau, Kepri, Sumsel, DKI Jakarta, Sulsel, Sulteng dan Papua Barat.
b.    Provinsi yang menetapkan UMP 2014 sebelum 1 November 2013 yaitu Sumbar, Jambi, Babel, Bengkulu, Banten, NTB, NTT, Kalbar, Kalsel, Kalteng, Kaltim, Gorontalo, Sulut, Sultra, Maluku, Papua.
c.    Provinsi yang menetapkan UMP 2014 setelah 1 November 2013 yaitu Lampung, Bali, Maluku Utara, Sulawesi Barat.
d.   Provinsi yang tidak Menetapkan UMP 2014 dan hanya menetapkan UMK yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogjakarta.
2.    Pada penetapan upah minimum provinsi industry padat karya , yang diamanatkan dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2013 dan Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2013: “kebijakan penetapan upah minimum dalam rangka keberlangsungan usaha dan peningkatan kesejahteraan pekerja”, hanya Provinsi NTT saja yang menetapkan yaitu Rp. 1.125.000.
3.    UMP Tertinggi adalah DKI Jakarta Rp. 2.441.000, dan persentase tertinggi kenaikan UMP 2014 adalah Provinsi Bali dengan kenaikan 30,62%
4.    UMP terendah adalah NTT Rp. 1.150.000, dan persentase terendah kenaikan UMP 2104 adalah Kaltim dengan 7,66%
5.    Terdapat 16 provinsi yang menetapkan UMP lebih besar sama dengan KHL, yaitu: NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten, Bali, DKI Jakarta, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Papua. Pada tahun 2013 terdapat 11 provinsi yang UMP lebih besar sama dengan KHL dengan demikian tahun 2014 bertambah 5 provinsi.
6.    Terdapat empat provinsi menetapkan UMP 90 s.d 99 % KHL, yaitu: Sumsel, Babel, Sultra, Sulteng
7.    Terdapat enam provinsi menetapkan UMP 80 s.d 89 % KHL, yaitu: NTB, Kalbar, Kalteng, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat
8.    Terdapat tiga provinsi menetapkan UMP < 80% KHL, yaitu: NTT, Sulbar dan Maluku.
       Apabila diperhatikan dari data yang disajikan diatas, terlihat bahwa keadaan upah dan sistem upah belum berkeadilan sosial karena memang banyak permasalahan di daerah diantaranya terkait dewan pengupahan yang bertugas, yaitu:
a.    Dewan Pengupahan Provinsi/Kab/Kota belum sepenuhnya memahami tata cara survey dan penetapan nilai KHL sesuai peraturan perundang-undangan, sehingga mekanisme penetapan upah belum sesuai dengan ketentuan.
b.    Belum optimal koordinasi Dewan Pengupahan Nasional, Dewan Pengupahan Prov dan Dewan Pengupahan Kab/Kota
c.    Belum terbentuknya petunjuk teknis tentang Peta Jalan pencapaian KHL (Road Map) sebagaimana diamanatkan dalam Permenakertrans Nomor 7 tahun 2013.
d.   Kurangnya dukungan anggaran untuk pelaksanaan tugas Dewan Pengupahan.
C.    Penutup
         Pemerintah sebagai pemegang kebijakan publik turut campur dalam menyusun dan menegakan suatu sistem pengupahan yang ideal agar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sila ke lima Pancasila dapat terlaksana dengan baik. Keadilan sosial yang tercipta dalam sistem pengupahan mendorong terwujudnya suatu negara kesejahteraan.
Wallahu ‘alam Bisshawaab.
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar