Sabtu, 20 Oktober 2012


PANCASILA CEGAH TAWURAN

Oleh: Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan – Serang
PERGESERAN TUJUAN SISTEM PENDIDIKAN
       Pendidikan merupakan salah satu hak dasar yang harus didapat oleh semua warga negara,  tanpa terkeculi. Semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak, baik formal maupun non formal. Tugas semua pihak dalam memajukan dan memberikan pendidikan yang baik bagi generasi penerus bangsa ini. Pemerintah, masyarakat bahkan pihak swasta harus bahu membahu dalam melakukan kegiatan untuk mencerdaskan seluruh generasi yang akan datang. Seperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4, yang didalamnya tertera tujuan negara kesejahteraan yang menjadi konsep dalam memajukan dan menciptakan kehidupan yang nyaman, aman, tentaram dan sejahtera. Mencerdaskan kehidupan bangsa, inilah yang menjadi tujuan dalam sistem pendidikan di negara kita. Tetapi, kenyataan yang terjadi sekarang  ini, telah bergesar kepada sistem pendidikan yang tidak mempunyai arah tujuan di tingkat implementasinya. Para pelajar kita hanya sekedar mengejar ijazah dan kelulusan belaka. Sistem pendidikan yang coba untuk diterapkan, ternyata tidak memberikan kontribusi positif pada pengembangan moral, skiil dan kepribadian para pelajar. Sebenarnya tidak semua pelajar melakukan hal negatif, tetapi yang terekspos akhir-akhir ini adalah kegiatan oknum pelajar yang melakukan tindak kekerasan sehingga mengakibatkan jatuh korban. Contoh kasus tawuran yang pecah dan menjadi headline dibeberapa surat kabar dan statiun televisi adalah tawuran antara SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta dan tawuran mahasiswa seperti di Universitas Negeri Makassar. Kekerasan yang terjadi sebenarnya mungkin diawali dengan hal yang sepele, misalnya ketersinggungan, mengatasnamakan solidaritas kawan dan membela nama sekolah karena nama sekolah mereka di jelek-jelekan, sehingga mereka tidak terima lalu emosi mereka tersulut dan terjadilah tawuran. Tindakan yang seperti ini sudah keluar dari nilai-nilai yang terkandung secara tersurat maupun tersirat dalam Pancasila.
PANCASILA TAMENG TAWURAN PELAJAR
Empat pilar Kebangsaan Indonesia adalah UUD 1945, Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila, inilah salah satu pilar yang kebangsaan Indonesia. Pancasila terdiri dari lima sila, tentu semua orang sudah mengetahuinya dan bahkan hafal diluar kepala. Sila kesatu sampai ke lima dari pelajar tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi dipastikan hafal. Akan tetapi, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sekarang sudah mulai luntur dan tidak dilaksanakan oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan adanya  korupsi yang sudah mendarah daging, kekerasan mudah ditemukan dimana-mana dan dari pedesaaan sampai perkotaan perbuatan-perbuatan asusila banyak dilakukan. Norma-norma agama, kesusilaan, sosial dan hukum dianggap angin lalu, tidak diperdulikan, bahkan lebih ekstrim lagi, apabila orang berbuat baik dianggap aneh, dan orang yang berbuat diluar ketentuan norma dan nilai-nilai dianggap hebat. Sungguh semua sudah tidak beraturan dan sungguh tragis.
Tawuran pelajar merupakan salah satu dampak dari tidak terimplementasikannya sila kesatu Pancasila oleh para pihak. Sila kesatu Ketuhanan Yang Maha Esa. Konsep dari sila kesatu terkandung makna yang mendalam yaitu; hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam. Hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan ini bersifat vertikal. Hubungan yang tertanam secara bathiniah dan lahiriah dengan penguasa dan pencipta mahluk. Jika manusia sudah mengimani hubungan manusia dengan Tuhannya, dipastikan manusia tersebut akan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangn-Nya. Jika pelajar sudah menerapkan konsep ini, tentu dia akan berusaha melakukan tugasnya sesuai porsi. Tugas pelajar adalah belajar dan berusaha mencari identitas diri dengan cara-cara yang positif. Tawuran dijadikan alasan bagi mereka untuk mencari identitas diri, tetapi cara seperti ini berdampak negatif bagi diri dan orang lain. Apabila mereka sudah mengenali siapa Tuhannya, dapat dipastikan mereka akan lebih banyak melakukan hal positif dan segala sesuatu yang diperbuat diniatkan untuk ibadah kepada Tuhan. Hubungan manusia dengan manusia, konsep ini mengedapankan rasa sosial kemanusiaan tanpa melihat ras, agama, golongan dan perbedaan-perbedaan lainnya. Mereka akan berusah menjaga hubungan yang baik terhadap sesama manusia, dan tidak akan menyakiti manusia lain. Jika konsep ini terlaksana, maka tawuran tidak akan terjadi dengan alasan apapun yang sebenarnya hanya mengedepankan ego masing-masing tanpa berpikir panjang.  Hubungan manusia dengan alam, pada konsep ini manusia akan selau menjaga sikapnya terhadap alam dan mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Pada tataran ini pelajar diberi pemahaman bahwa yang hidup di jagat raya ini tidak hanya manusia, bahkan manusia hanyalah salah satu komponen dari begitu banyak ciptaan Tuhan lainnya. Secara logika, manusia tanpa alam tidak akan bisa hidup, tetapi jika alam tanpa manusia, rasanya alam akan baik-baik saja. Sila kesatu Pancasila jika memang sudah dilaksanakan dengan baik, maka ketentuan sila-sila lainnya mulai dari sila ke-2 Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab sampai sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, secara otomatis sudah dapat terimplemetasikan. Nilai yang terkandung dalam Pancasila yang merupakan nilai relegius, sosio, politik ekonomi, nasionalisme dan demokrasi yang disusun oleh para stakeholders kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu Ir. Soekarno, Dr. Muhammad Hatta, Mr. Dr. Muhammad Yamin dan Dr. Soepomo, telah dibuat sesempurna mungkin sesuai dengan nilai-nilai yang sudah ada terlebih dahulu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di masyarakat Indonesia sejak jaman Majapahit dan Sriwijaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa  Pancasila disusun berdasarkan nilai-nilai kearifan yang sudah ada dan berkembang di masyarakat Indonesia sejak jaman dahulu.
Makna Pendidikan dalam sila-sila yang terdapat dalam Pancasila, merupakan makna fundamental dari keseluruhan perkembangan pendidikan seorang warga negara secara batiniah dan lahiriah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam sila ke satu, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung paham relegius-nasionalisme; yaitu paham Ketuhanan yang berdasarkan keyakinan individu masing-masing warga negara terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan tetap mengedepankan rasa toleransi beragama, contoh dalam Islam terdapat dalam QS. 109:6 yang berarti “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. Paham sila kesatu ini menanamkan bahwa setiap warga negara berhak melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing dan menghargai perbedaan keyakinan yang ada sehingga kerukunan antar umat beragama terwujud dengan baik. Dalam sila kedua dan ketiga, Kemanusiaan Yang adil dan Beradab serta Persatuan Indonesia mengandung paham sosio-nasionalisme; yaitu paham hubungan sosial yang terjalin baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok serta kelompok dengan kelompok lainnya sehingga dapat menciptakan kondisi lingkungan kehidupan bernegara yang nyaman, aman, tentram dan sejahtera sesuai dengan konsep welfare state yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4. Terakhir dalam sila keempat dan kelima, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung makna politis ekonomi-demokrasi nasionalisme  yaitu paham yang merupakan dasar setiap warga negara dalam melakukan kegiatan politik dan ekonomi dengan asas demokrasi nasionalisme untuk kesejahteraan rakyat demi kemajuan bangsa Indonesia di dalam maupun luar negeri sehingga dapat diperhitungkan dalam kancah pergaulan internasional.
Pelajar atau peseta didik adalah tiap warga negara yang melakukan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan formal maupun nonformal yang melalui proses sehingga menjadi manusia cerdas secara akidah, moral dan intelektual. Pendekatan pendidikan yang dilakukan dapat dengan cara pendekatan psikologis, pendekatan sosial dan pendekatan edukatif/pedagogis. Idealnya pendekatan pendidikan yang dilakukan tidak hanya dalam tataran lingkungan sekolah saja, tetapi peran keluarga, masyarakat dan segenap stakeholders harus ikut menunjang program tersebut demi tercapainya tujuan pembentukan manusia yang ideal.
Kenyataan yang terjadi sekarang ini, pelajar dalam melakukan kegiatan belajar mengajar ternyata hanya sekedar formalitas. Esensi dari sila kesatu Pancasila-pun mereka tidak memahami, apalagi sila-sila berikutnya. Semua ini tidak terlepas dari cara pembelajaran atau sistem pendidikan sekarang yang hanya mengedepankan output berupa nilai yang bagus. Para stakeholders tanpa sadar telah membuat generasi robot. Mereka diciptakan untuk memenuhi tuntutan program yang harus dilaksanakan. Pelajar sekarangpun lebih mengagungkan materiil dibanding kemampuan otak, moralitas dan akidah. Sehingga nilai intelektualitas, empati dan nilai relegius tidak terserap dengan baik. Sergapan perkembangan teknologi dan materi global yang mereka dapat dengan mudah melalui gadget-gadget yang mereka milki, telah meninabobokan mental generasi penerus kita menjadi generasi yang berakhlak rendah, matrealistis, instan, egois dan manja. Sekarang menjadi tugas bersama khususnya para pembuat kebijakan, orang tua, guru dan pemuka agama untuk memberikan pendidikan yang baik secara lahir dan batin kepada para penerus bangsa supaya mereka tidak terjerumus, dan menjadi calon penerus bangsa yang bisa membawa perubahan lebih baik dan maju demi kebanggaan bangsa Indonesia. Wallahu ‘alam Bisshawaab.


Kamis, 18 Oktober 2012


PANCASILA SEBAGAI DASAR KECERDASAN INTELEKEKTUAL, EMOTIONAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK (STUDY KASUS TAWURAN PESERTA DIDIK)

Oleh: Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan – Serang
SILA PANCASILA DAN KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN
Pancasila, satu Ketuhanan Yang Maha Esa, dua Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, tiga Persatuan Indonesia, empat Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawarantan/Perwakilan dan Lima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia. Itulah Pancasila. Isi yang terkandung dari setiap sila yang dapat dipastikan setiap orang hafal, dari tingakat Sekolah Dasar sampai Pendidikan Tinggi. Akan tetapi, nyatanya dikehidupan berbangsa dan bernegara masih belum terlaksana sesuai dengan cita-cita stakeholders penyusun Pancasila. Pencetusan dan perumusan Pancasila merupakan pemikiran yang konseptual dari Ir. Soekarno, Dr. Muhammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Prof.Mr.Dr. Soepomo dan tokoh-tokoh lainnya. Konsep yang disusun tersebut, bukanlah konsep imajiner yang susah untuk diterapkan. Nilai-nilai Pancasila sebenarnya bukanlah ciptaan atau karangan dari para pencetus sila-sila ini. Konsep dasar sila–sila tersebut berasal dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai Pancasila digali dari bangsa Indonesia sendiri yang telah tumbuh dan berkembang semenjak lahirnya bangsa Indonesia. Yang dapat dipersamakan dengan lahirnya bangsa Indonesia yang memilliki wilayah seperti Indonesia merdeka saat ini adalah masa kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa itu, nilai-nilai ketuhanan, seperti percaya kepada Tuhan telah berkembang dan sikap toleransi juga telah lahir, begitu pula nilai kemanusiaan yang adil dan beradab serta sila-sila lainnya (Syahrial Sarbaini, 2009:10).
Peserta didik atau biasa kita sebut sebagai pelajar atau mahasiswa, merupakan asset negara yang harus dididik dan dicerdaskan tidak hanya secara intelektualitas saja, tetapi pencerdasan secara emosional dan spiritual pun harus diberikan dengan baik, agar suatu saat kelak mereka dapat menjadi manusia yang cerdas dan berakhlak mulia minimal untuk dirinya sendiri dan demi kemajuan kesejahteraan bangsa. Konsep tujuan negara dalam konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 alinea ke-4 adalah:
1.    Negara berkewajiban memberikan perlindungan kepada segenap bangsa Indonesia dan seluruh wilayah teritorial Indonesia
2.    Negara berkewajiban memajukan kesejahteraan umum
3.    Negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.
Konsep negara kesejahteraan erat kaitannya dengan peranan hukum administrasi negara, dalam hal ini pemerintah memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dalam memberikan fasilitas pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.   Dalam konsep negara kesejahteraan, peran negara dan pemerintah semakin dominan. Negara kesejahteraan mengacu pada peran negara yang aktif mengelola dan mengorganisasi perekonomian, politik, sosial dan budaya. Ini berarti, pendidikan adalah tanggung jawab negara dan para stakeholders lainnya.
TAWURAN, BUKTI GAGALNYA SISTEM PENDIDIKAN
Pencerdasan secara intelektual, emosional dan spiritual menjadi tugas dari seluruh elemen bangsa, yaitu lingkungan keluarga, kebijakan pemerintah, masyarakat dan stakeholders lainnya. Tawuran yang terjadi akhir-akhir ini oleh oknum peserta didik merupakan bukti kegagalan sistem pendidikan yang dilakukan oleh seluruh stakeholders, tidak hanya kesalahan pemerintah saja. Kebijakan yang dikeluarkan tentang sistem pendidikan yang terkesan hanya mengedepankan kecerdasan intelektual, mengakibatkan degradasi moral peserta didik kita. Kecerdasan emosional dan spiritual mereka tergerus oleh lingkungan yang terbentuk sekarang ini. Lingkungan yang hanya megedepankan sisi material, terpaan globalisasi teknologi dengan banyak beredarnya jaringan internet yang ternyata lebih banyak berdampak negatif sehingga mereka menjadi insan-insan instan yang berakhlak rendah, malas dan manja.
Empat pilar kebangsaan adalah UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Pancasila sebagai salah satu pilar bangsa mengamanatkan, nilai-nilai moral kepada seluruh elemen bangsa. Sila kesatu Ketuhanan Yang Maha Esa, mempunyai konsep dasar dalam kehdupan seorang warganegara. Konsep hubungan baik antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya dan hubungan manusia dengan dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya, merupakan konsep utama dalam sila kesatu. Apabila konsep-konsep dalam sila kesatu sudah dapat dipamahi, maka nilai-nilai yang tersurat dan tersirat dalam sila-sila berikutnya akan secara otomatis terealisasikan. Inilah mengapa Pancasila dijadikan dasar dalam mencerdaskan peserta didik secara intelektual, emosional dan spiritualnya. Pemahaman yang diberikan dalam sistem pendidikan kita masih sekedar tataran teori, prakteknya belum terlaksana. Sehingga, peserta didik menjadi peserta didik yang lebih mengedepankan emosional daripada akal sehatnya. Pada umumnya tawuran yang terjadi berawal dari hal-hal yang sepele, karena ketersinggungan pribadi atau kelompok, sehingga dapat mengakibatkan tawuran yang berujung jatuhnya korban. Unsur nalar bahwa tawuran merupakan sesuatu yang buruk, tidak menjadi pertimbangan ketika emosional lebih dikedepankan, diperparah lagi dengan pemakaian obat-obatan atau minuman keras sebelum tawuran agar timbul keberanian dan tidak ada lagi rasa takut. Ini yang memperburuk keadaan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan seorang mantan peserta didik yang pernah melakukan tawuran, sebelum mereka tawuran, mereka mengkonsumsi minuman beralkohol terlebih dahulu sebanyak 3 atau 4 gelas. Minuman keras yang dikonsumsi berdampak pada hilangnya rasa takut dan rasa sakit apabila mereka terkena pukulan. Rasa sakit baru akan terasa setelah pengaruh minuman keras tersebut hilang. Sungguh menyedihkan keadaan sistem pendidikan kita. Tenaga pengajar atau guru, bahkan keluarga dan pemerintah terkesan tidak dapat berbuat banyak, karena lingkungan pergaulan juga dapat mempengaruhi perkembangan psikologis seseorang. Dengan alasan pencarian jati diri, para oknum peserta didik ini melakukan tindakan diluar norma dan nilai-nilai yang ada dalam agama serta kehidupan berbangsa bernegara. Kasus tawuran yang terjadi antara SMAN 70 dan SMAN 6 di Jakarta, serta tawuran mahasiswa di Makasar, menjadi bukti tidak berdayanya sistem pendidikan menghalau nilai-nilai negatif yang masuk pada peserta didik. Ini juga membuktikan kegagalan sistem pendidikan yang tidak bisa memberikan benteng secara emosional spiritual kepada peserta didik dalam menyaring hal-hal negatif yang mungkin mempengaruhinya.
Akhirnya, sistem pendidikan yang baik bukanlah sistem pendidikan yang hanya mengedepankan nilai intelektualitas saja, akan tetapi kecerdasan emosional dan spiritual seseorang juga merupakan hal utama. Kecerdasan intelektualitas apabila tidak diimbangi dengan kecerdasan secara moral dan spiritual, maka ia akan menjadi insan yang bisa menghalalkan segala cara. Apabila moralitas seorang peserta didik sudah buruk, tidak terbayangkan bagaimana jadinya generasi penerus bangsa kita ini. Pendidikan dengan tujuan mencerdaskan anak bangsa secara menyeluruh baik secara intelektual, emosional dan spiritual menjadi pekerjaan rumah kita semua. Inilah tugas kita bersama agar sistem pendidikan yang diterapkan bisa menciptakan generasi yang cerdas dan berakhlak mulia. Wallahu a’lam bisshawaab.

Senin, 15 Oktober 2012


SALAH KAPRAH KEBIJAKAN PEMERINTAH YANG MENGALIHKAN UTANG SWASTA DANA BLBI MENJADI UTANG NEGARA
Oleh: Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan – Serang
Indonesia, negara yang pada tahun 1998 mengalami suksesi kepemimpinan. Presiden Soeharto setelah menjabat selama 32 tahun, mengundurkan diri atas desakan dari masyarakat dan seluruh komponen bangsa. Demonstrasi-demonstrasi, perusakan-perusakan, penjarahan dan ketidakstabilan keamanan yang terjadi mengakibatkan imbas negatif untuk seluruh segi kehidupan berbangsa dan bernegara. Demonstrasi yang diwarnai dengan kekerasan, penculikan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia lainnya sampai sekarang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk penyelesainnya. Perekonomianpun ikut goyah, akhirnya  terjadilah ketidakstabilan perekonomian yang mengakibatkan krisis moneter tahun 1997-1998. Berdasarkan laman putracenter.net yang diunduh pada tanggal 15 oktber 2012, penyebab krisis ekonomi Indonesia tahun 1997-1998 adalah:
1.    Yang pertama, stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri di bidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut.
2.    Yang kedua, dan terkait erat dengan masalah di atas, adalah banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
3.    Yang ketiga, sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
4.    Yang keempat, perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memberbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.
Untuk menanggulangi permasalahan yang terjadi khususnya dalam perbankan di Indonesia, pemerintah melalui Bank Indonesia melakukan skema bantuan atau pinjaman berupa Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada bank-bank yang mengalami permasalahan likuditas pada saat krisis moneter 1998. Skema ini berdasarkan perjanjian yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF). Pada tahun 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp. 147, 7 trilliun kepada 48 bank. Berdasarkan audit BPK, terhadap penggunaan dana BLBI terdapat indikasi penyimpangan sebesar Rp. 130 triliun. Dana BLBI tersebut ternyata tidak dikembalikan ke BI oleh para bankir yang menerima dana tersebut. Bahkan sampai sekarang beberapa orang bankir lebih memilih untuk buron, ketimbang mengembalikan dana yang pernah mereka terima untuk pemulihan likuiditas perbankan mereka. Ironisnya, sekarang beberapa bank yang mendapat kucuran dana BLBI itu ternyata sudah pulih likuiditasnya, dan bisa memberikan remunerasi kepada para direksinya, dan sampai sekaran gmereka belum juga membayar utang BLBI yang pernah mereka terima. Saat ini utang BLBI berikut bunganya sudah mencapai angka 650 triliun rupiah. Dan pembayaran pokok berikut bunganya menjadi tanggungan negara, bukan lagi tanggungan para pengemplang dana BLBI tersebut. Akumulasi cicilan pembayaran utang baik bunga maupun pokok selama 12 tahun (2000-2011) mencapai Rp. 1.843,10 triliun. Pembayaran cicilan pokok dan bunga rata-rata 25% dari APBN. Jikalau 25% anggaran ini digunakan untuk kesejahteraan rakyat, tentu sangat bermanfaat.
Kesalahan fatal terjadi pada 1 November tahun 2000. DPR, Pemerintah dan BI menetapkan keputusan politik menyangkut pembagian beban antara Pemerintah dan BI terhadap dana BLBI yang sudah dikucurkan. Ini merupakan awal pengalihan beban utang swasta menjadi beban utang negara. Ini merupakan suatu skandal besar, karena sudah jelas kejahatan BLBI menindas ekonomi rakyat. BLBI yang dimanipulasi menjadi utang negara dalam bentuk obligasi rekap perbankan sebesar 650 triliun rupiah  pada tahun 1998,  merupakan pangkal membengkaknya utang negara hingga mencapai 2.000 triliun rupiah. Beban utang inilah yang merampas hak rakyat untuk mendapat kesejahteraan dari uang pajak yang mereka bayarkan. Korupsi BLBI membebani rakyat (Koran Jakarta; 15/10/2012) karena:
a.       Kerugian negara sebesar 650 trilun rupiah melebihi kerugian yang ada pada kasus korupsi lainnya.
b.      Pembayaran pokok dan bunga berbunga dari obligasi rekap BLBI sebesar 60 triliun rupiah dianggarkan dan dibayarkan dari APBN, dimana penerimaan terbesar APBN adalah dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat. Logikanya, jika 60 triliun rupiah ini digunakan untuk program pro rakyat sehingga rakyat sejahtera, tentu uang ini lebih bermanfaat.
c.       Setiap generasi mendatang harus menanggung kewajiban pengemplang BLBI.
d.      Semua pengemplang BLBI berkewarganegaraan ganda.
e.       Utang Indonesia semakin membengkak karena skandal BLBI ini, sehingga setiap warga negara bahkan bayi yang baru lahirpun terhitung sudah harus menanggung utang.
Dari pemaparan diatas, terlihat jelas pemerintah salah kaprah dalam melihat dan melakukan tindakan terhadap para pengemplang dana BLBI. Pemerintah selama empat kali masa perubahan pemerintahan setelah Soeharto, mulai dari Presiden B.J. Habibie, KH. Abdurrahman Wahid, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, terkesan membiarkan kesalahan fatal ini. Pengambilalihan utang obligor nakal BLBI ini menjadi utang negara dan dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara yang berasal dari pajak rakyat, sungguh menyayat hati rakyat, dan ini bertentangan dengan konsep negara kesejahteraan yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.  Negara kesejahteraan mengacu kepada peran negara yang aktif mengelola dan mengorganisasi perekonomian. Jika pemerintah tidak bisa mengambil keputusan yang tegas tentang dana BLBI ini, berarti pemerintah belum bisa mewujudkan cita-cita negara kesejahteraan.
Keputusan untuk mengambil alih utang swasta menjadi utang negara, terjadi pada masa kepemimpinan Megawati sebagai presiden. Sekarang masyarakat sudah paham akan situasi sebenarnya, dan tidak bisa dibodohi lagi, seharusnya pemerintah yang berkuasa saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, berani  mengambil kebijakan tegas untuk memberhentikan pembayaran pokok dan bunga berbunga obligasi rekap BLBI yang dibayarkan dari uang rakyat. Lebih baik uang tersebut digunakan untuk pengembangan pertanian dan infrastruktur yang jelas-jelas akan membawa kesejahteraan rakyat secara perekonomian, sosial dan budaya. 

Selasa, 09 Oktober 2012


MENELISIK TAWURAN PELAJAR YANG KERAP TERJADI DARI SUDUT PANDANG PANCASILA SEBAGAI SALAH SATU PILAR BANGSA INDONESIA

Oleh: Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan – Serang
       Pendidikan merupakan salah satu hak dasar yang harus didapat oleh semua warga negara,  tanpa terkeculi. Semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak, baik formal maupun non formal. Tugas semua pihak dalam memajukan dan memberikan pendidikan yang baik bagi generasi penerus bangsa ini. Pemerintah, masyarakat bahkan pihak swasta harus bahu membahu dalam melakukan kegiatan untuk mencerdaskan seluruh generasi yang akan datang. Seperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4, yang didalamnya tertera tujuan negara kesejahteraan yang menjadi konsep dalam memajukan dan menciptakan kehidupan yang nyaman, aman, tentaram dan sejahtera. Mencerdaskan kehidupan bangsa, inilah yang menjadi tujuan dalam sistem pendidikan di negara kita. Tetapi, kenyataan yang terjadi sekarang  ini, telah bergesar kepada sistem pendidikan yang tidak mempunyai arah tujuan di tingkat implementasinya. Para pelajar kita hanya sekedar mengejar ijazah dan kelulusan belaka. Sistem pendidikan yang coba untuk diterapkan, ternyata tidak memberikan kontribusi positif pada pengembangan moral, skiil dan kepribadian para pelajar. Sebenarnya tidak semua pelajar melakukan hal negatif, tetapi yang terekspos akhir-akhir ini adalah kegiatan oknum pelajar yang melakukan tindak kekerasan sehingga mengakibatkan jatuh korban. Kekerasan yang terjadi sebenarnya mungkin diawali dengan hal yang sepele, misalnya mengatasnamakan solidaritas kawan dan membela nama sekolah karena nama sekolah mereka di jelek-jelekan, sehingga mereka tidak terima dan emosi mereka tersulut dan terjadilah tawuran pelajar. Tindakan yang seperti ini sudah keluar dari nilai-nilai yang terkandung secara tersurat maupun tersirat dalam Pancasila.

PANCASILA TAMENG TAWURAN PELAJAR
Empat pilar Kebangsaan Indonesia adalah UUD 1945, Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila, inilah salah satu pilar yang kebangsaan Indonesia. Pancasila terdiri dari lima sila, tentu semua orang sudah mengetahuinya dan bahkan hafal diluar kepala. Sila kesatu sampai ke lima dari pelajar tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi dipastikan hafal. Akan tetapi, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sekarang sudah mulai luntur dan tidak dilaksanakan oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan adanya  korupsi yang sudah mendarah daging, kekerasan mudah ditemukan dimana-mana, dari pedesaaan sampai perkotaan perbuatan-perbuatan asusila banyak dilakukan. Norma-norma agama, susila, sosial dan hukum dianggap angin lalu, tidak diperdulikan, bahkan lebih ekstrim lagi, apabila orang berbuat baik dianggap aneh, dan orang yang berbuat diluar ketentuan norma dan nilai-nilai dianggap hebat. Sungguh semua sudah tidak beraturan dan sungguh tragis.
Tawuran pelajar merupakan salah satu ekses dari tidak terimplementasikannya sila kesatu Pancasila oleh para pihak. Sila kesatu Ketuhanan Yang Maha Esa. Konsep dari sila kesatu terkandung makna yang mendalam yaitu; hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam. Hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan ini bersifat vertikal. Hubungan yang tertanam secara bathiniah dan lahiriah dengan penguasa dan pencipta mahluk. Jika manusia sudah mengimani hubungan manusia dengan Tuhannya, dipastikan manusia tersebut akan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangn-Nya. Jika pelajar sudah menerapkan konsep ini, tentu dia akan berusaha melakukan tugasnya sesuai porsi. Tugas pelajar adalah belajar dan berusaha mencari identitas diri dengan cara-cara yang positif. Tawuran dijadikan alasan bagi mereka untuk mencari identitas diri, tetapi cara seperti ini berdampak negatif bagi diri dan orang lain. Apabila mereka sudah mengenali siapa Tuhannya, dapat dipastikan mereka akan lebih banyak melakukan hal positif dsan segala sesuatu yang dilakukan diniatkan untuk ibadah kepada Tuhan. Hubungan manusia dengan manusia, konsep ini mengedapankan rasa sosial kemanusiaan tanpa melihat ras, agama, golongan dan perbedaan-perbedaan lainnya. Mereka akan berusah menjaga hubungan yang baik terhadap sesama manusia, dan tidak akan menyakiti manusia lain. Jika konsep ini terlaksana, maka tawuran tidak akan terjadi dengan alasan apapun yang sebenarnya hanya mengedepankan ego masing-masing tanpa berpikir panjang.  Hubungan manusia dengan alam, pada konsep ini manusia akan selau menjaga sikapnya terhadap alam dan mahluk ciptaan tuhan lainnya. Pada tataran ini pelajar diberi pemahaman bahwa yang hidup di jagat raya ini tidak hanya manusia, bahkan manusia hanyalah salah satu komponen dari begitu banyak ciptaan Tuhan lainnya. Secara logika, manusia tanpa alam tidak akan bisa hidup, tetapi jika alam tanpa manusia rasanya alam akan baik-baik saja. Sila kesatu Pancasila jika memang sudah dilaksanakan dengan baik, maka ketentuan sila-sila lainnya mulai dari sila ke-2 Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab sampai sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, secara otomatis sudah dapat terimplemetasikan. Maka, sebenarnya nilai yang terkandung dalam Pancasila yang merupakan paham sosio-nasionalis yang disusun oleh para stakeholders kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu Ir. Soekarno, Dr. Muhammad Hatta, Mr. Dr. Muhammad Yamin dan Dr. Soepomo, telah dibuat sesempurna mungkin sesuai dengan nilai-nilai yang sudah ada terlebih dahulu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di masyarakat Indonesia sejak jaman Majapahit dan Sriwijaya.
Pelajar dalam melakukan kegiatan belajar mengajar ternyata hanya sekedar formalitas. Esensi dari sila kesatu Pancasila-pun mereka tidak memahami. Semua ini tidak terlepas dari cara pembelajaran atau sistem pendidikan sekarang yang hanya mengedepankan output berupa nilai yang bagus. Para stakeholders tanpa sadar telah membuat generasi robot. Mereka diciptakan untuk memenuhi tuntutan program yang harus dilaksanakan. Pelajar sekarangpun lebih mengagungkan materiil dibanding kemampuan otak dan moralitas. Sergapan perkembangan teknologi dan materi global yang mereka dapat dengan mudah melalui gadget-gadget yang mereka milki, telah menina bobokan mental generasi penerus kita, menjadi generasi yang matrealistis, instan, egois dan manja. Sekarang menjadi tugas bersama khususnya para pembuat kebijakan, orang tua, guru dan alim ulama untuk memberikan pendidikan yang baik kepada para penerus bangsa supaya mereka tidak terjerumus, dan menjadi calon penerus bangsa yang bisa membawa perubahan lebih baik dan maju demi kebanggaan bangsa Indonesia.


Jumat, 07 September 2012


KENAIKAN BAHAN BAKAR MINYAK
OLEH: IKOMATUSSUNIAH.SH.MH
Diberikan Pada Saat Tutorial Delegasi Debat Mahasiswa FH Untirta Pada Event Debat Konstitusi di Mahkamah Konstitusi Pada Tanggal 1 Juni – 26 Juni 2012

PIDATO PRESIDEN RI


Pidato Gerakan Nasional Penghematan Energi (bbm & listrik) pada tanggal 29 mei 2012 jam 19.30.
1.      Krisis di Yunani mengakibatkan krisis ekonomi di negara-negara Eropa dan negara  berkembang ikut terdampak.
  1. Ekonomi Indonesia tumbuh 6,11 % tahun 2011 dan penduduk miskin berkurang.
  2. Perekonomian global melemah, harga bahan bakar di Timur Tengah melemah

KEINGINAN PEMERINTAH

  1. Lapangan kerja bagi rakyat dan level kecil terbuka tinggi.
  2. Berkurangnya kemiskinan
  3. Pembangunan infrastruktur
  1. Anggaran subsidi bbm & listrik besar; 140 trilliun tahun 2010 dan 256 trilliun tahun 2011
2.      Besarnya subsidi bbm & listrik berpotensi melemahnya penyerapan APBN untuk kegiatan lain.
ANGGARAN TERBATAS HARUS DIKELOLA UNTUK SEBESAR-BESARNYA KEMAKMURAN RAKYAT.
      Alokasi anggaran lebih banyak untuk pelayanan publik, peningkatan infrastruktur dan penurunan kemiskinan.

AGENDA

1. Mencegah defisit anggaran dengan cara efisiensi dan optimalisasi belanja negara dengan cara meningkatkan belanja modal, contoh: pembangunan infrastruktur
2. Mengurangi subsidi bbm & listrik dengan cara gerakan penghematan secara nasional agar APBN aman, cara lain menaikan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik (TDL)
3. Meningkatkan pendapatan negara dengan pajak ( penjaringan wajib pajak & kepatuhan wajib pajak meningkat), dan non pajak (sektor pertambangan, minyak & gas bumi untuk membantu rakyat miskin)
1. Pengendalian sistem distribusi di SPBU.
2. Larangan bbm bersubsidi bagi plat merah dan dinas pemerintahan.
3. Pelarangan penggunaan bbm bersubsidi untuk pertambangan dan perkebunan yang diawasi oleh bph migas.
4. Konversi bbm ke bbg untuk angkutan umum, 2013 efektif, 33 stasiun bbg, 15.000 alat  konversi bbm ke bbg.
5. Penghematn penggunaan listrik, air dan penerangan jalan berlaku 12 juni 2012
  1. Kendaraan hybird
  2. Jangka panjang dan menengah; mulai membangun kendaraan listrik, kemudahan dengan insentif fiskal sehingga harga dapat bersaing dan terjangkau masyarakat.
  3. Eksplorasi, efisiensi
  4. PLN hentikan pembangunan tenaga listrik yang pakai bbm.

TEORI AHLI HUKUM

1.      Kedaulatan rakyat menurut JJ.Rouseau: tanpa tata tertib dan kekuasaan manusia akan hidup tidak aman dan tidak tentram.
2.      Teori negara hukum (Aristoteles); ialah negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin kadilan kepada warga negaranya..penguasa hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja, sikap yang adil akan menjamin kebahagiaan hidup warga negaranya.segala urusan negara dilakukan dengan musyawarah (ecclesia), dimana seluruh warga negaranya ikut serta dalam urusan penyelenggaraan negara.



PRO KENAIKAN BBM


Ketua Departemen Bidang Keuangan Dpp Partai Demokrat M Ikhsan Modjo, minggu (25/3/2012) di Jakarta, mengatakan, ada lima alasan mengapa partai pemenang pemilu 2009 itu mendukung kenaikan harga bbm, yaitu:
1. "Pertama adalah keberpihakan pada rakyat kecil. Saat ini, 10 persen dari orang kaya menggunakan Rp 5,8 triliun dari subsidi BBM. Sementara itu, 10 persen orang miskin menggunakan Rp 500 miliar subsidi BBM.”
2. Kedua, kenaikan harga BBM juga dipandang sejalan dengan upaya penghematan dan penciptaan energi terbarukan.
3. "Ketiga, dana yang sebelumnya digunakan untuk subsidi BBM dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur.
4. Keempat, pengurangan subsidi turut menekan kasus penyelundupan BBM ke negeri tetangga. Saat ini, harga BBM di Singapura mencapai Rp 15.695 per liter, sementara di Malaysia sekitar Rp 5.750.
5. "Pengurangan subsidi juga membantu pemerintah 2014. Pemerintahan yang akan datang tak terbebani subsidi BBM yang tinggi






KONTRA KENAIKAN BBM


BERDASARKAN POLITIK KOMPASIANA.COM.                       
10 Alasan Utama Mengapa Kenaikan Harga BBM Harus Ditolak
1.      Pertama, tidak sepakat jika dalih yang digunakan untuk menaikkan harga BBM dalam rangka menyelamatkan APBN, yang harusnya diselamatkan adalah rakyat. Mungkin hal ini tampak klise karena hanya berbeda redaksional. Saya kira tidak. Dari titik tolak ini, maka proses berikutnya akan menghasilkan progres yang berbeda karena berangkatnya dari cara berpikir yang berbeda.
2.      Kedua, saya melihat pemerintah melihat posisi dirinya sebagai pemilik APBN. Seharusnya, pemerintah melihat dirinya sebagai pengelola rekening rakyat yang berbentuk APBN. Mungkin hal ini juga tampak klise karena hanya ada sedikit perbedaan dalam hal redaksional. Sekali lagi saya sampaikan, tidak. Berangkat dari cara pandang yang berbeda ini, maka kebijakan yang akan dilahirkan ke depan tentu akan berbeda pula arahnya. Pemerintah dan rakyat adalah 2 entitas berbeda dan memiliki kepentingan yang tentu berbeda pula.
3.      Ketiga, persoalan subsidi selalu menjadi polemik dalam kebijakan fiskal di Indonesia lantaran adanya perbedaan paradigma berpikir dalam menyikapi keberadaan subsidi. Sikap atau pandangan terhadap subsidi sangat bergantung pada paham apa yang dianut oleh negara. Bagi para elite negara ini, kita bisa melihat bahwa subsidi dipandang sebagai beban. Subsidi adalah distorsi. Subsidi adalah inefisensi. Subsidi membuat rakyat tidak mandiri. Atas dasar itu pula, pemerintah secara perlahan namun pasti akan menghilangkan subsidi. Tapi jika pemerintah menyikapi dan memandang subsidi sebagai sebuah kewajiban untuk memenuhi hak rakyat untuk memperoleh subsidi, tentu hal ini akan menjadi berbeda. Pada tataran inilah, kita bisa melihat bahwa perbedaan paradigma dan filosofi dapat memberi pengaruh yang amat besar bagi kebijakan publik.
4.      Keempat, seperti yang banyak diberitakan di media, penyerapan anggaran setiap tahunnya tidak selalu mulus. Pola yang terbentuk, banyak instansi yang jor-joran menyerap anggaran ketika menjelang akhir tahunAwal Desember 2011, Kemenkeu menyatakan potensi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun tersebut mencapai Rp 20-30 triliun jika realisasi defisit anggaran di kisaran 1,6% terhadap PDB. Proyeksi defisit anggaran itu kemungkinan lebih rendah daripada asumsi APBN-P 2011 sebesar 2,1% PDB. Turunnya persentase defisit anggaran tersebut didasarkan pada estimasi realisasi belanja negara yang mencapai 95%. SILPA 2011 tersebut berarti akan menambah akumulasi saldo anggaran lebih (SAL) yang sampai saat itu berada di kisaran Rp 97 triliun. Tahun sebelumnya, APBN 2010 juga tercatat mengalami kelebihan Rp 47 triliun yang berasal SILPA. Dengan demikian, bukankah ini mengindikasikan bahwa pemerintah sebenarnya tidak mengalami tekanan dana! Kalaupun SILPA atau SAL hendak dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, saya yakin tidak mungkin dana tersebut akan langsung terserap seketika. Seorang anggota dewan dari partai oposisi malah sempat menyampaikan data bahwa banyak pos pendapatan dari tahun ini yang sebenarnya masih dapat digunakan untuk menutupi kebutuhan subsidi. Bukankah ini mengindikasikan bahwa menaikkan harga BBM bukanlah opsi terakhir!!!
5.      Kelima, Indonesia saat ini hanya bisa memproduksi dari ladang minyak yang ada sebanyak 800-900 ribu barel per hari (bph). Padahal, kebutuhan DN sekitar 1,3 juta bph. Dulu, zaman Pak Harto, produksi minyak Indonesia dapat mencapai 1,6 juta bph. Dengan demikian, dapat diterjemahkan dari fakta tersebut bahwa penyebab mahalnya BBM lebih disebabkan oleh selisih kekurangan pasokan DN yang kemudian dipenuhi dari impor. Saya meyakini, impor itulah yang mmebuat BBM mahal sehingga harus disubsidi. Ini tentu ulah eksportirDN/importir LN yang nakal yang dipelihara oleh oknum elite untuk mencari keuntungan. Jadi, yang seharusnya dipermasalahkan pemerintah bukanlah tentang subsidi tersebut, melainkan si eksportir DN/importir LN yang nakal beserta oknum elite tersebut. Mereka yang menanam, mengapa harus rakyat Indonesia kebanyakan yang menuai!
6.      Keenam, jika disimak, tidak semua ladang minyak dioptimalkan oleh pemerintah. Salah satunya adalah ladang minyak di Cepu. Bahkan saya membaca jika Cepu juga memiliki potensi gas. Sungguh mengherankan kan, bangsa ini mengekspor gas ke LN, tetapi kebutuhan DN sendiri tidak dicukupi terlebih dahulu. Kita sekarang sibuk mencari impor gas dari luar. Apalagi yang bisa kita terjemahkan dari fakta ini jika bukan ada oknum yang sengaja mengekspor gas ke LN demi mencari keuntungan dan membiarkan DN mengalami kekacauan lantaran kekurangan pasokan. Dan pemerintah harusnya bersikap tegas pada oknum-oknum ini dan bukannya bertindak tegas kepada rakyat untuk mau mengikuti kebijakan administered price dari pemerintah.
7.      Ketujuh, benarkah ada subsidi? Di sejumlah literatur, Kwik Kian Gie pernah menyampaikan pertanyaan ini. Selain ilustrasi sederhana tentang mekanisme pembentukan harga BBM domestik dan nilai impor, Kwik secara tegas menyatakan bahwa yang dikatakan ‘subsidi’ selama ini oleh pemerintah adalah pengertian abstrak yang sama sekali tidak berimplikasi pada keluarnya uang. Ditinjau dari sudut keluar masuknya uang, sesungguhnya pemerintah masih kelebihan uang tunai ketika harga minyak dunia melonjak. Dinyatakan Kwik, ‘subsidi’ yang selama ini disampaikan pemerintah sesungguhnya adalah selisih jika BBM itu dijual ke LN dengan harga yang dijual ke dalam negeri. Dengan demikian, tidak benar jika ‘subsidi’ dipersepsikan sebagai dana APBN yang dikeluarkan pemerintah kepada rakyat. Kenyataannya, pemerintah mendapatkan kelebihan uang. Hanya, kelebihannya tidak  sebesar seandainya rakyat Indonesia diharuskan membeli BBM produksi DN dengan harga dunia
8.      Kedelapan, katanya, sebanyak 10% orang kaya Indonesia menerima manfaat subsidi hingga Rp 5 triliun dan kalangan miskin yang seharusnya menjadi target penerima subsidi hanya menyerap BBM sebesar Rp 0,27 triliun. Jika memang benar demikian, bukankah seharusnya 10% itu yang ditertibkan dan bukan memaksa 90% untuk mengikuti yang 10%. Katanya, selama ini pengguna terbanyak subsidi BBM justru berasal dari masyarakat mampu. Buat saya, slogan ‘subsidi BBM tidak tepat sasaran dan lebih banyak dinikmati oleh golongan mampu dan orang kaya’ merupakan bagian dari edukasi untuk memperbesar peran mekanisme pasar dalam penyelenggaraan perekonomian Indonesia. Padahal, pasar sarat dengan ketidakmampuan. Bagaimana mungkin orang miskin dibiarkan berperang dengan orang yang memiliki kapital besar. Bahkan tega-teganya seorang ekonom mengatakan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi berpihak kepada masyarakat ekonomi kecil.
9.      Kesembilan, utang Indonesia awal tahun ini sudah mencapai Rp 1.937,05 triliun. Hampir menyentuh Rp 2.000 triliun! Dari data perkembangan utang negara yang dirilis Kemenkeu, setiap tahunnya pembayaan bunga utang (saja) berkisar 8-10% dari belanja negara atau 9-11% dari penerimaan negara. Tahun 2012 saja diprediksi bunga utang yang harus dibayar sebanyak Rp 122 triliun! Mengapa ini tidak diteriak-teriakkan oleh pemerintah sebagai beban, sedangkan subsidi selalu dikoar-koarkan sebagai beban. Legitimasi yang selalu disampaikan untuk membenarkan adalah ‘tambahan utang di negara maju lebih besar dibandingkan di negara berkembang’ atau ‘rasio utang Indonesia tidak sebesar negara maju’ atau sebagainya. Jangan mengkomparasi Indonesia dengan negara maju! Lihat bagaimana sekarang kawasan Eropa mengalami kebangkrutran karena utang yang melilit. Jangan jadikan rasio utang sebagai argumen untuk menunjukkan bahwa utang kita semakin berkurang. Tapi, lihat angka nominalnya yang terus membengkak! Bukankah ini juga beban! Bukankah pelan tapi pasti kita harus mengurangi utang dan bukan dengan menerbitkan instrumen utang berbunga untuk menggali lubang tutup lubang utang! Jadi, buat saya, subsidi BBM sesungguhnya tidak layak dijadikan kambing hitam atas berbagai tekanan terhadap APBN. Beban berat anggaran negara nyatanya juga lebih disebabkan oleh sangat besarnya subsidi terselubung yang diberikan pemerintah terhadap berbagai sektor padat modal dan besarnya beban angsuran pokok dan bunga utang setiap tahun.
10.  Kesepuluh, pemerintah menaikkan harga BBM demi menghemat pengeluaran sebesar 38-55 triliun. Tetapi, sebagai kompensasi, pemerintah memberikan 4 jenis kompensasi. Untuk jenis bantuan langsung tunai (BLT) saja, nilainya sudah mencapai sekitar Rp 25 triliun. Dari hitung-hitungan sederhana, penghematan riil yang dilakukan pemerintah sesungguhnya ‘hanya’ sebesar Rp 13-30 triliun. Angka ini saya yakini tidak sebanding dengan dampak ikutan yang terjadi di masyarakat. Bagi kelompok miskin, mereka sudah sulit untuk menghemat lagi karena tingkat konsumsinya sudah berada di titik terbawah. Dan dana BLT yang terserap dapat dipastikan akan lebih banyak menguap dalam perut. Uang di tangan hanya dapat bertahan dalam hitungan hari. Padahal, dana senilai tersebut jika digunakan untuk pembangunan fasilitas publik ataupun lapangan kerja yang menggerakkan sektor riil yang produktif, maka akan dapat memberi manfaat dalam jangka menengah dan panjang. Jadi, salah kelola APBN oleh pemerintah jangan disandarkan pada masyarakat miskin. Dampak ini saja belum memperhitungkan jumlah keluarga menengah yang berpotensi jatuh pada kategori miskin.
Tidak perlu teori ekonomi yang rumit atau model ekonometrika untuk menghubungkan dampak kenaikan harga BBM terhadap sendi-sendi kehidupan yang lain. Bagi penganut ekonomi mainstream, berbicara tanpa data dan metode penghitungan kuantitatif sering divonis sebagai sebuah retorika belaka. Padahal, pengamatan kualitatif atau empirik sama pentingnya dengan pemahaman kuantitatif.
Jelas, energi adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang substansial di abad ini. Manusia berserikat di dalamnya. Persoalan energi dapat menjadi pemicu konflik dan memiliki efek domino yang signifikan dalam mempengaruhi ekonomi masyarakat. Demi menjamin ketersediaan energi dalam jangka panjang, pemerintah harusnya sesegera mungkin mempersiapkan kemandirian energi. Pemerintah harusnya mempunyai kebijakan energi nasional yang terpadu yang mengikat semua pihak. Kegagalan sejumlah upaya diversifikasi energi di waktu lampau disebabkan tidak adanya konsistensi kebijakan energi dan tidak jelasnya format kebijakan harga BBM. Padahal, jika program diversifikasi ini gagal, hal itu akan sangat membahayakan ketahanan ekonomi masyarakat dan ketahanan keamanan nasional dalam jangka panjang karena ketergantungan pada minyak impor akan terus meningkat. Kita punya matahari, laut, etanol, sampah dan ragam sumber daya alternatif lainnya yang harusnya dapat dikongkretkan sebagai bagian dari membangun kemandirian dan ketahanan energi.
Yang tidak kalah penting, penegakan hukum seyogyanya ditegakkan. Ketika disparitas harga kian tinggi, sesungguhnya adalah peluang bagi oknum pejabat, oknum aparat, dan oknum pengusaha untuk memanfaatkan situasi. Untuk itu, yang dibutuhkan dalam hal ini adalah penegakan hukum dan bukan menyalahkan disparitas harga domestik dengan internasional. Saya tidak tahu, apakah memang benar cerita-cerita yang saya sering dengar bahwa eksportir dan importir nakal itu sesungguhnya memang selalu menjadi peliharaan setiap rezim.

Senin, 03 September 2012


Diktat Hukum Perusahaaan

IKOMATUSSUNIAH.SH.MH.
(Disarikan dari berbagai literatur dan digunakan untuk perkuliahan kalangan sendiri di FH UNTIRTA)


BAB I

PENDAHULUAN


Istilah perusahaan lahir sebagai wujud perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha, kemudian diakomodir dalam KUHD. Masuknya istilah perusahaan dalam KUHD diawali dengan ditemukannya beberapa kekurangan atau kelemahan dalam KUHD. Istilah perusahaan ini tidak dirumuskan secara eksplisit seperti apa yang terjadi dalam istilah pedagang dan perbuatan perdagangan. Namun demikian beberapa ahli hukum sudah memberikan beberapa rumusan sebagai pegangan yang akan dipaparkan lebih lanjut.
Saat ini beberapa pasal dari buku I KUHD tentang pedagang pada umumnya sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam dunia usaha atau perdagangan. Ketidaksesuaian itu disebabkan adanya kekurangan atau kelemahan yang dikandung oleh definisi pedagang dan perbuatan perdagangan (perniagaan), sehingga menyebabkan terbatasnya ruang lingkup usaha yang dapat dilakukan dan menjadi bagian kajian dalam hukum dagang. Hal inilah yang kemudian mendorong membuat Undang-undang mengambil keputusan mencabut ketentuan pasal 2-5 KUHD perihal pedagang dan perbuatan perniagaan[1].
Salah satu bagian penting perkembangan dalam Hukum Dagang adalah munculnya istilah baru yang berusaha mengambil alih peranan Hukum Dagang, yaitu istilah Hukum Perusahaan. Istilah Hukum Perusahaan ini jelas merupakan rangkaian tak terputus dengan istilah Perusahaan. Bahkan saat ini Hukum Perusahaan sudah dijadikan materi kuliah wajib dibeberapa perguruan tinggi yang terkesan berdiri sendiri berdampingan dan atau menggantikan Hukum Dagang. Walaupun secara subtansi keduanya hampir tidak ada perbedaan (karena Hukum Perusahaan merupakan bagian khusus dari Hukum Dagang), tetapi secara umum bidang hukum baru ini lebih diminati dan mudah pahami bila dibandingkan dengan Hukum Dagang. Hukum Dagang lebih banyak dikenal oleh mahasiswa-mahasiswa fakultas hukum, sedangkan Hukum Perusahaan (Organisasi Perusahaan) merupakan materi kuliah yang selalu disajikan pada fakultas-fakultas ekonomi sehingga wajar bila Hukum Perusahaan lebih banyak dikenal oleh mahasiswa-mahasiswa fakultas ekonomi[2].
Istilah “Perusahaan” adalah istilah yang lahir sebagai akibat adanya pembaharuan dalam Hukum Dagang. Oleh karena itulah, sejak beberapa pasal dalam Buku I KUHD dicabut, maka sejak saat itu pula istilah dan pengertian pedagang dan perbuatan perdagangan (perniagaan) tidak layak lagi mewakili kepentingan kaum pedagang khususnya dan masyarakat pada umumnya yang kemungkinan memiliki hubungan, kepentingan dan atau ikut ambil bagian dalam aktivitas perusahaan[3].
            Hingga saat ini istilah hukum perusahaan masih belum dapat menjadi istilah yang berdiri sendiri karena ia termasuk istilah yang lahir dari lapangan hukum perdata (Hukum Dagang). Dalam KUHD, istilah dan pengertian hukum perusahaan juga tidak dijumpai karena ia senasib dengan istilah perusahaan. Pembentukan UU tampaknya mulai sadar bahwa dengan membuat rumusan pengertian perusahaan (termasuk didalamnya hukum perusahaan) berarti mengulangi kesalahan yang sama seperti yang terjadi pada rumusan pengertian pedagang dan perbuatan perdagangan. Pembuat UU berkeinginan agar istilah perusahaan dan Hukum Perusahaan berkembang dengan sendirinya mengikuti perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha atau perusahaan.
            Menurut Soekardono, perusahaan adalah salah satu pengertian ekonomi yang juga masuk kedalam lapangan Hukum Perdata, khususnya Hukum Dagang. Melalui Staatblad; 1938/276, istilah perusahaan masuk kedalam Hukum Dagang dengan menggantikan istilah pedagang dan perbuatan perdagangan.
            Istilah perusahaan dalam Bahasa Indonesia mempunyai tiga pengertian yang diadopsi dari istilah Belanda, yaitu sebagai berikut[4]:
a. Onderneming
            Dalam istilah onderneming tercemin seakan-akan adanya suatu kesatuan kerja, namun ini terjadi dalam suatu perusahaan.
b. Bedrijf
            Diterjemahkan dengan “perusahaan”, yang mana dalam hal ini tercermin adanya penonjolan pengertian yang bersifat ekonomis yang bertujuan mendapatkan laba, dalam membentuk suatu usaha yang menyelenggarakan suatu perusahaan. Dengan kata lain, bedrijf ini merupakan kesatuan teknik untuk produksi, misalnya industry rumah tangga, kerajinan atau keterampilan khusus, pabrik.
c. Vennootschap
            Vennootschap mengandung pengertian yuridis karena adanya suatu bentuk usaha yang ditimbulkan dengan suatu perjanjian untuk kerjasama dari beberapa orang sekutu atau pesero.
            Dengan demikian, dapat disimpulkan perbedaan pengertian bedrijf (perusahaan) atau ondeneming yaitu jika bedrijf mengandung pengertian kesatuan financial-ekonomis, maka onderneming merupakan suatu kesatuan kerja yang semata-mata mengandung pengertian ekonomis saja, dan kedua-duanya mengandung pengertian yang bersifat non yuridis. Sedangkan vennootschap mengandung pengertian yang bersifat yuridis.
            Menurut Purwosutjipto, hukum perusahaan adalah hukum yang mempelajari mengenai seluk beluk  perusahaan.
            Sumber hukum perusahaan adalah: KUHS, KUHD, UU PT, Peraturan Perundangan lainnya, Kebiasaan, Jurisprudensi, Pendapat para ahli.
Sumber hukum perusahaan adalah setiap pihak yang menciptakan kaidah atau ketentuan hukum perusahaan. Pihak-pihak tersebut dapat berupa badan legislative yang menciptakan undang-undang, pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yang menciptakan kontrak, hakim yang memutus perkara yang menciptakan yurisprudensi, masyarakat pengusaha yang menciptakan kebiasaan mengenai perusahaan. Dengan demikian hukum perusahaan itu terdiri dari kaidah atau ketentuan yang tersebar dalam perundang-undangan , kontrak, yurisprudensi, dan kebiasaan mengenai perusahaan.
1.      Perundang-undangan
            Perundang-undangan ini meliputi ketentuan undang-undang peninggalan zaman hindia Belanda dahulu, yang masih berlaku hingga sekarang berdasarkan aturan peralihan UUD 1945, seperti ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata dan KUHD. Selain itu, sudah banyak undang-undang yang diciptakan oleh pembuat undang-undang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 mengenai perusahaan yang berkembang cukup pesat hingga saat ini.
            Berlakunya KUHPerdata terhadap semua perjanjian dapat diketahui berdasarkan ketentuan pasal 1319 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian baik bernama maupun tidak bernama tunduk pada ketentuan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu. Yang dimaksud dengan bab ini adalah bab kedua tentang perikatan yang timbul karena perjanjian, sedangkan yang dimaksud dengan bab yang lalu adalah bab kesatu tentang perikatan pada umumnya. Kedua bab tersebut terdapat dalam buku III KUHPerdata yang mengatur tentang perikatan (verbintenis). Dengan demikian, KUHPerdata berkedudukan sebagai hukum umum (lex generalis), sedangkan KUHD berkedudukan sebagai hukum khusus (lex specialis). Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan  pasal 1 KUHD yang menentukan bahwa KUHPerdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur dalam kitab undang-undang ini (KUHD), sekedar dalam undang-undang ini tidak diatur secara khusus menyimpang. Misal dalam KUHPerdata diatur tentang pemberi kuasa (lastgeving), dalam KUHD diatur juga pemberian kuasa secara khusus mengenai surat berharga.
            Selain dari ketentuan yang masih berlaku didalam KUHPerdata dan KUHD, juga sudah diundangkan banyak sekali undang-undang yang dibuat oleh pembuat undang-undang RI yang mengatur tentang perusahaan, antara lain mengenai hal sebagai berikut :
a.       Badan usaha milik negara (BUMN)
b.      Hak milik intelektual (HAKI)
c.       Pengangkutan darat, perairan dan udara
d.      Perasuransian (kerugian, sejumlah uang dan social)
e.       Perdagangan dalam dan luar negeri
f.       Perkoperasian dan UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah)
g.      Pasar modal dan penanaman modal
h.      Hak-hak jaminan atas tanah
i.        Izin usaha dan daftar perusahaan
j.        Perbankan dan lembaga pembiayaan
k.      Perseroan terbatas
l.        Dokumen perusahaan

2.      Kontrak
            Pada zaman modern ini, semua perjanjian dan kontrak perusahaan selalu dibuat tertulis, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. Kontrak perusahaan ini merupakan sumber utama kewajiban dan hak serta tanggungjawab pihak-pihak. Jika terjadi perselisihan mengenai pemenuhan kewajiban dan hak, pihak-pihak juga telah sepakat untuk menyelesaikan secara damai. Tetapi jika tidak mencapai kesepakatan antara kedua pihak, biasanya mereka sepakat untuk menyelesaikan melalui arbitrase atau pengadilan hal ini secara tegas  dicantumkan dalam kontrak.
            Dalam pelaksanaan kontrak perusahaan selalu melibatkan pihak ketiga, baik mengenai cara penyerahan barang maupun cara pembayaran harga. Dalam penyerahan barang, pihak ketiga yang dapat dilibatkan adalah perusahaan ekspedisi, pengangkutan, pergudangan, asuransi. Sedangkan dalam pembayaran harga, pihak ketiga yang selalu dilibatkan adalah bank. Pada perusahaan modern, semua lalu lintas pembayaran selalu dilakukan melalui bank dengan menggunakan surat berharga yang disertai oleh dokumen-dokumen penting lainnya.
            Kontrak perusahaan selalu terikat dengan ketentuan undang-undang berdasarkan asas pelengkap, yaitu asas yang menyatakan bahwa kesepakatan pihak-pihak yang tertuang dalam kontrak merupakan ketentuan yang utama yang wajib diikiuti oleh pihak-pihak. Tetapi jika dalam kontrak tidak ditentukan, maka ketentuan undang-undang yang diberlakukan. Pada kontrak yang bertaraf nasional mungkin tidak ada masalah dalam undang-undang ini. Pada kontrak yang bertaraf internasional mungkin timbul masalah, yaitu ketentuan undang-undang pihak mana yang diberlakukan, disini pihak-pihka berhadapan dengan masalah pilihan hukum (choice of law).
3.      Yurisprudensi
            Yurisprudensi merupakan sumber perusahaan yang dapat diikuti oleh pihak-pihak yang bersangkutan terutama jika terjadi sengketa mengenai kewajiban dan hak tertentu. Dealam yurisprudensi, kewajiban dan hak yang telah ditetapkan oleh hakim dipandang sebagai dasar yang adil untuk menyelesaikan sengketa kewajiban dan hak antara pihak-pihak. Melalui yurisprudensi, hakim dapat melakukan pendekatan terhadap sistem hukum yang berlainan, misalnya sistem hukum anglo saxon. Dengan demikian, kekosongan hukum dapat diatasi, sehingga perlindungan hukum terhadap pihak-pihak terutama yang berusaha di Indonesia dapat terjamin, misalnya perusahaan penanaman modal asing di Indonesia.
4.      Kebiasaan
            Dalam praktik perusahaan, kebiasaan merupakan sumber yang dapat diikuti oleh pengusaha. Dalam undang-undang dan perjanjian, tidak semua hal mengenai pemenuhan kewajiban dan hak itu diatur. Jika tidak ada pengaturannya, maka kebiasaan yang berlaku dan berkembang dikalangan para pengusaha dalam menjalankan perusahaan dapat diikuti guna mencapai tujuan yang telah disepakati. masalahnya adalah, apa kriterianya kebiasaan yang dapat diikuti.
            Kebiasaan yang dapat diikuti dalam praktek perusahaan adalan yang memenuhi criteria sebagai berikut :
a.       Perbuatan yang bersifat keperdataan
b.      Mengenai kewajiban dan hak yang seharusnya dipenuhi
c.       Tidak bertentangan dengan undang-undang dan kepatutan
d.      Diterima oleh pihak-pihak dengan suka rela karena dianggap hal yang logis dan patut.

Perniagaan

Menurut pasal 2 KUHD (lama), pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari. Perbuatan perniagaan itu selanjutnya diperjelas  oleh pasal 3 KUHD (lama), yaitu perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual kembali. Berdasarkan ketentuan pasal 3 KUHD (lama) Purwosutjipto mencatat bahwa[6] :
a.       Perbuatan perniagaan hanya menyangkut perbuatan pembelian saja , sedangkan perbuatan penjualan tidak termasuk didalamnya , karena penjualan adalah tujuan pembelian.
b.      Pengertian barang disini hanya berarti barang bergerak saja, tidak termasuk didalamnya barang tetap (tidak bergerak)
c.       Bila terjadi perselisihan antara pedagang dengan non-pedagang, muncul beberapa pendapat mengenai pemberlakuan hukum dagang:
              - Menurut H.R, hukum dagang baru berlaku bila bagi tergugat perbuatan yang dipertentangkan adalah perbuatan perniagaan. Ini artinya bila tergugat adalah pedagang, dan penggugat bukan pedagang, maka disini akan berlaku hukum dagang. Akhirnya hukum dagang juga diberlakukan bagi non-pedang. Pendapat H.R ini telah melanggar prinsip hukum dagang bagi pedagang. (pendapat ini bertitik tolak pada subjek hukum di pihak tergugat)
              - Pendapat kedua, menyatakan bahwa hukum dagang berlaku kalau perbuatan yang disengketakan itu bagi kedua belah pihak merupakan perbuatan perniagaan. (pendapat ini bertitik tolak pada obyek sengketa)
                         
          Dari pendapat di atas terlihat dengan jelas bahwa prinsip Hukum Dagang Bagi Pedagang (koopmanrecht) tidak bisa dipertahankan lagi dalam situasi saat ini. Karena pedagang berpeluang melakukan sengketa dengan siapapun termasuk yang bukan pedagang. Oleh karena itu, sejak tanggal 17 Juli 1938, hukum dagang (KUHD) mulai diberlakukan bagi semua orang, baik pedagang maupun bukan pedagang.
d.      Pasal 4 KUHD (lama) kemudian memerinci lagi beberapa kegiatan yang termasuk dalam kategori perbuatan perniagaan, yang salah satunya adalah perbuatan jual-beli perlengkapan kapal dan keperluan kapal. Dengan demikian, bila mengacu pada pendapat purwosutjipto diatas mengenai ketentuan pasal 3 KUHD (lama), tampak bertentangan dengan pasal 4 KUHD (lama) yang menyebut jual beli sebaga perbutan perniagaan.
            Sedangkan pasal 5 KUHD (lama) hanya menambahkan kegiatan-kegiatan yang termasuk perbuatan perniagaan khususnya perbuatan perniagaan di laut, seperti perbuatan yang timbul dari kewajiban-kewajiban menjalankan kapal untuk melayari laut, kewajiban-kewajiban mengenai kecelakaan kapal, tolong menolong  dan menyipan barang dilaut dll.

Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta

PP No.6 tahun 1974 mengatur tentang pembatasan pegawai negeri sipil dalam usaha swasta. Dasar pemikiran dari PP No.6 tahun 1974, adalah bahwa pemerintah memandang perlu untuk membatasi kegiatan para  pegawai negeri dalam kegiatan-kegiatan mereka yang berhubungan dengan usaha-usaha swasta. Tujuannya adalah seluruh perhatian dan kemampuan mereka benar-benar dicurahkan pada pelaksanaa tugasnya masing-masing  serta tidak akan menimbulkan pandangan atau pemikiran yang mengurangi kebutuhan dan kewajiban tindakan pejabat, pegawai negeri dan anggota TNI (penjelasan PP No.6 tahun 1974).
Dalam pasal 2, PP No.6 tahun 1974 disebutkan bahwa PNS yang berpangkat Pembina (IV/a) keatas atau memangku jabatan structural esselon I atau istrinya, dilarang melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta, kecuali melakukan pekerjaan swasta yang mempunya fungsi social misalnya :  praktek dokter, bidan, pengajar sebagai guru, dan sebagainya, Atau istri bekerja sebagai pegawai di instansi swasta atau perusahaan milik Negara yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan atau jabatan suaminya.
Disamping itu dalam pasal 4 PP No.6 tahun 1974 disebutkan bahwa PNS yang berpangkat Pembina (IV/a) keatas atau memangku jabatan structural esselon I atau istrinya, dilarang duduk sebagai pengurus, penasehat atau pelindung dalam badan social apabila untuk itu ia menerima upah/gai/honorarium/keuntungan materiil/financial lainnya. Bila terjadi pelanggaran terhadap No.6 tahun 1974, maka akan dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pengusaha Dan Pembantu-Pembantunya

Siapa pengusaha itu?[7]
a.       Dia dapat melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu;
Misal : pengusaha-pengusaha perseorangan yang tiap hari menjajakan makanan atau minuman dengan berjalan kaki atau naik sepeda.
b.      Dia dapat melakukan perusahaannya dengan pemantu-pembantunya;
Missal : pengusaha yang turut serta dalam melakukan perusahaannya. Jadi dia mempunyai dua  kedudukan , yaitu sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan.
c.       Dia dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaannya, sedang dia tidak turut serat dalam melakukan perusahaan itu;
Missal : tidak turut serta dalam melakukan perusahaan,dari sebab itu dia hanya memiliki satu kedudukan saja, yaitu sebagai pengusaha, sedang yang menjadi pemimpin perusahaan adalah orang lain yang mendapat kuasa dari dia.

Sebuah perusahaan dapat dikerjakan oleh seorang pengusaha atau beberapa orang pengusahadalam bentuk kerja sama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat bekerja sendiri atau dapat dibantu dengan orang-orang lain yang disebut “pembantu-pembantu perusahaan”. Pembantu-pembantu perusahaan itu ada 2 jenis :
1.      Pembantu-pembantu dalam perusahaan, misalnya : pelayan toko, pekerja keliling, pengurus filial, pimpinan perusahaan dll
2.      Pembantu-pembantu diluar perusahaan, misalnya : agen perusahaan, pengacara, notaris, makelar, dan komisioner.

 Apakah Pemimpin Perusahaan (Manager, Leader, Direktur) Itu Pengusaha[9]?

Mereka bukanlah pengusaha, tetapi petugas yang diberi kuasa oleh pengusaha untuk menjalankan perusahaan. Dia bertanggung jawab seluruh pengelolaan dan maju mundurnya perusahaan kepada pengusaha. Dia dibayar oleh pengusaha dengan upah yang mahal sesuai dengan keahlian dan hasil karyanya.
Hubungan hukum antara pemimpin perusahaan dengan pengusaha bersifat :
a.      Hubungan perburuhan, yakni hubungan yang bersifat subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. Manager mengikat dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya. (pasal 1601 a KUHPER)
b.      Hubungan pemberi kuasa, yaitu suatu hubungan hukumyang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager merupakan pemberi kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksanakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikat diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan.

Menurut pendapat pemerintah belanda perencana Wetboek van Koophandel, pekerja itu perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terputus-putus, secara terang-terangan  dan dalam kedudukan tertentu, jadi  perbuatan yang dilakukan bagi suatu pekerja itu tidak untuk mencari laba, tetapi atas dasar cinta ilmiah, perikemanusiaan atau agama.
Pekerja ialah :
1.      Pekerjaan dinas pemerintah yang melayani rakyat, misalnya : pencatat sipil, pencatat perkawinan, peradilan, pamong praja, polisi dll
2.      Pekerja social, misalnya : palang merah Indonesia, perkumpulan olah-raga, perkumpulan kebudayaan dll
3.      Pekerjaan-pekerjaan untuk agama, misalnya : muhammadiyah, dakwah islamiyah, dll.

Lahirnya Dan Ketentuan Baru Dalam UU No.40 Tahun 2007

Setelah  berlaku kurang lebih 12 tahun, seiring dengan perubahan yang tejadi dan berkembang dalam dunia usaha, kehadiran UU No. 1 tahun 1995 dirasakan sudah tidak lagi dapat menampung berbagai perubahan yang terjadi dalam kegiatan usaha. UU No.1 tahun 1995 dirasakan tidak lagi sepenuhnya dapat memberikan pelayanan yang maksimal bagi para pelaku usaha dalam melakukan aktivitasnya. Dan oleh karena itu perlu dilakukan perubahan.
Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatkan pembangunan perekonomian nasional yang sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.
Disamping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut penyempurnaan Undang-undang No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Misi UU Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 adalah:
a. mempersingkat waktu:
b. menyederhanakan prosedur;
c. menyederhanakan syarat, dan
d. menurunkan biaya.
Dalam UU No.40 tahun 2007 telah diakomodasi berbagai perkembangan yang terjadi dalam aktivatas usaha dengan cara, baik berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan, penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan dalan UU No.1 tahun 1995 yang dinilai masih relevan dalam keadaan saat ini.
Perubahan-perubahan tersebut diantaranya:
1.      Penyederhanaan Anggaran Dasar PT
2.      Batas Waktu Pengesahan Akta Pendirian PT. yaitu, 60 (enam puluh) hari terhitung sejak akta pendirian ditandatangani.
3.      Pengesahan dan Perubahan Angaran Dasar secara Elektronik
4.      Daftar Perseroan, yang menyelenggarakan adalah menteri.
5.      Pengumuman
6.      Modal dan Saham. Besar modal adalah Rp. 50.000.000,-.
7.      Klasifikasi Saham
8.      Rencana Kerja, Laporan Tahunan, dan Penggunaan Laba.
9.      Komisaris Independen, Kommisaris Utusan dan Pengawas Syahriah.
10.  Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
11.  Perseroan yang Wajib Diaudit Akuntan Publik.
12.  Pelaksanaan RUPS Dengan Media Elektronik.
13.  Pemisahan Perseroan
14.  Tim Ahli Pemantau Hukum Perseroan.
15.  Perubahan AD PT. Tertutup Menjadi PT. Terbuka.
16.  Perpanjangan Waktu Berdirinya Perseroan Terbatas.
UU Perseroan Terbatas antara lain memuat pokok-pokok pikiran dari perubahan-perubahan sebagai berikut :
1. Menegaskan Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan  modal yang didirikan atas dasar perjanjian.
2. Memperkenalkan sistem elektronis di samping tetap mempertahankan sistem manual  dalam keadaan tertentu, untuk pengajuan permohonan, pemberian pengesahan  status badan hukum serta persetujuan perubahan anggaran dasar, dalam rangka  memenuhi tuntutan pelayanan yang cepat dan akurat.
3. Perubahan mengenai pengumuman dan pendaftaran akte pendirian Perseroan yang  telah disahkan dan terhadap perubahan Anggaran Dasar.
4. Kewajiban Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia menyelenggarakan Daftar  Perseroan Terbatas dan juga mengumumkan akta pendirian perseroan terbatas  beserta Keputusan Menteri tentang Pengesahannya sebagai badan hukum, akta  perubahan anggaran dasar perseroan terbatas yang telah disetujui beserta Keputusan Menterinya, serta perubahan anggaran dasar yang pemberitahuannya telah diterima  oleh Menteri dalam Tambahan Berita Negara RI.
5. Mengatur secara lebih rinci mengenai RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris.
6. Mempertegas ketentuan mengenai pembubaran Perseroan.
7. Melakukan perubahan-perubahan mengenai modal dan saham.
8. Dimungkinkannya pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan sepanjang memenuhi  persyaratan yang telah ditentukan dengan batas waktu  Perseroan hanya boleh menguasai saham yang telah dibeli kembali paling lama 3 tahun.
9. Kewajiban Perseroan menyisihkan laba bersih sebagai cadangan mencapai paling  sedikit 20 % dari jumlah modal yang telah ditempatkan dan disetor.
10. Kewajiban Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau  berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan  lingkungan.
Diperkenalkan pembentukan Tim Ahli dengan tugas memberi masukan kepada  Menteri berkenaan dengan Perseroan Terbatas.



Perbuatan Perniagaan

            Secara historis hukum dagang adalah hukum perdata khusus bagi pedagang. Menurut KUHD (lama) pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaannya sehari-hari.
Pasal 3 KUHD (lama) disebutkan bahwa perbuatan perniagaan pada umumnya adalah perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual kembali.
Pasal 4 KUHD (lama) merinci perbuatan perniagaan yaitu:
a.       Perusahaan komisi.
b.      Perniagaan wesel.
c.       Perdagangan, bankir, kasir, makelar dan sejenisnya.
d.      Pembangunan, perbaikan dan perlengkapan kapal untuk pelayaran dilaut.
e.       Ekspedisi dan pemgangkutan barang.
f.       Jual beli perlengkapan dan keperluan kapal.
g.      Rederij (perusahaan perkapalan), carter kapal, bordemerij, dan perjanjian lain tentang perniagaan laut.
h.      Mempekerjakan nahkoda dan anak buah kapal untuk keperluan kapal niaga.
i.        Perantara laut, cargadoor (makelar tengkulak muatan kapal), convoilopers (pengawas armada), pembantu-pembantu pengusaha perniagaan dan lain-lain.
j.        Perusahaan asuransi.
Pasal 5 KUHD (lama) ; perniagaan yaitu perbuatan-perbuatan yang timbul dari kewajiban-kewajiban menjalankan kapal.
Pasal 2 sampai pasal 5 telah dicabut dengan stb 1938-276 sejak tanggal 17 juli 1938, dengan ketentuan istilah pedagang telah diganti dengan istilah perusahaan.

Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta

            Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.6/1974, pemerintah melarang pejabat/pegawai negeri tertentu berkecimpung di dunia swasta. Pertimbangannya karena:
a.       Pejabat/pegawai negeri dan anggota ABRI diangggap mempunyai peran yang menentukan.
b.      Pejabat/pegawai negeri dan anggota ABRI disyaratkan memiliki kecakapan teknis dan mempunyai sikap mental bersih, jujur serta penuh pengabdian kepada kepentingan rakyat, negara dan bangsa.
c.       Pejabat/pegawai negeri dan anggota ABRI harus kosentrasi terhadap berbagai kebijakan pemerintah seperti penyederhanaan organisasi, peningkatan latihan-latihan, pelaksanaan tugas-tugas, sehingga tidak menimbulkan pandangan negatif dan penyalahgunaan wewenang yang dapat mengurangi keutuhan dan kewibawaan tindakan-tindakan pejabat, pegawai negeri atau anggota ABRI.  

PP No. 6/1974 pasal 2 (1):
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/a PGPS-1968 keatas, anggota ABRI berpangkat Letnan II keatas, Pejabat serta isteri dari:
a.       Pejabat eselon I dan yang setingkat baik di Pusat maupun di Daerah.
b.      Perwira tinggi ABRI.
c.       Pejabat-pejabat lain yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga yang bersangkutan; dilarang:
-          Memiliki seluruh atau sebagian perusahaan swasta.
-          Memimpin, duduk sebagai anggota pengurus atau pengawas suatu perusahaan swasta.
-          Melakukan kegiatan usaha dagang, baik resmi maupun sambilan.
Pasal 4 ayat (1) PP No.6 1974:
“Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/a PGPS-19 68 keatas, anggota ABRI berpangkat Letnan II keatas dan pejabat dilarang duduk sebagai pengurus, penasehat atau pelindung dalam Badan sosial, apabila untuk itu ia menerima upah/gaji/honorarium atau keuntungan materiil atau finansiil lainnya”.















BAB II

ORGANISASI USAHA


            Badan usaha dapat dibagi dalam beberapa bentuk:
a.       Perseroan Terbatas atau PT (Naamloze Vennootschap).
Adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya (pasal 1 ayat (1) UU No. 40/2007). 
Naamloze Vennootschap (Bld) adalah suatu perseroan yang tidak memiliki sesuatu firma, dan tidak memakai nama salah seorang atau lebih dari para perseronya – tetapi nama perseoran ini diambilkan dari (nama) tujuan dari perseroan perusahaan tersebut, naamlooze vennootschap yang di Indonesia sekarang ini seringkali hanya disingkat N.V. saja – sekarang lebih tenar dengan istilah barunya Perseroan Terbatas atau seringkali hanya disingkat P.T., sebelum P.T. ini berdiri/diakui dengan sah actenya harus dibuat oleh notaris dan terlebih dahulu harus disampaikan kepada Menteri Kehakiman untuk legalisasinya (Yan pramadya; kamus hukum,, hlm.614).
b.      Koperasi (Cooperatie – Bld), Cooperation (Ingg)/ kerjasama adalah suatu perkumpulan yang bertujuan memelihara dan memperjuangkan kepentingan materiil bagi para anggotanya tanpa mengabaikan kepentingan umum, dimana usaha tersebut merupakan kerjasama yang memberikan kredit, fasilitas dan lain kepentingan untuk keperluan para anggotanya. UU Koperasi tercantum pada L.N. 967 no. 23. (Yan Pramadya, Kamus Hukum, hlm. 255).
c.        Maatschap atau persekutuan (partnership).
Unsur-unsur persekutuan perdata berdasarkan pasal 1618 KUHPerdata, yaitu:
-          Adanya suatu unsur perjanjian kerjasama antara dua orang atau lebih.
-          Masing-masing pihak harus memasukan sesuatu kedalam persekutuan (inbreng).
-          Bermaksud membagi keuntungan bersama.
d.      VOF atau Vennootschap Onder Firma (Fa)
Firma adalah istilah dalam bidang perdagangan yang sering kali disebut juga Perseroan Firma. Peseroan Firma ini didirikan dengan akte notaris untuk menjalankan sesuatu perusahaan dibawah satu nama atau dibawah nama bersama  (KUHD pasal 16).
Setiap persero berhak untuk bertindak untuk menerima atau mengeluarkan uang atas nama perseroan atau untuk mengikat perseroan firma itu dengan pihak ketiga (KUHD pasal 17).
Tiap-tiap persero dalam perseroan firma itu bertanggung jawab secara tanggung menanggung untuk seluruhnya atau segala perikatan dari perseroan firma tersebut (KUHD pasal 18).
e.       Commanditaire Vennootschap (CV)
Perseroan komanditer/limited partnership disebut juga perseroan secara melepas uang. Perseroan ini didirikan antara beberapa orang atau beberapa persero yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada pihak satu, dan satu orang lebih sebagai pelepas orang pada pihak lain. Pihak pelepas uang tidak perlu ikut aktif mengemudikan perseroan tersebut (as a sleeping partner). Perseroan komanditer dijalankan oleh direksi yang bergelar directeur, direktur didampingi commisaris atau anggota dewan pengawas yang berfungsi mengawasi jalannya perseroan tersebut pada bidang-bidang keuangan dan lain sebagainya.


Macam-macam Perusahaan

            Berdasarkan kepemilikannya, perusahaan terdiri atas:
a.       Perusahaan Negara.
Perusahaan yang modalnya dimiliki oleh negara dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan selain itu adan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bisa berupa Perusahaan Daerah (PD) atau bisa berupa PT.
Menurut UU No. 19 Prp Tahun 1960; perusahaan negara adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modalnya untuk seluruhnya merupakan kekayaan negara RI, kecuali ditentukan lain berdasarkan undang-undang. Perusahaan dibedakan antara perusahaan jawatan, perusahaan umum, dan perusahaan perseroan.
b.      Perusahaan swasta; yang modalnya dimiliki oleh swasta, umumnya berbentuk PT atau salah satu dari bentuk-bentuk uasha yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c.       Perusahaan Nasional; yaitu perusahaan yang dimiliki oleh negara dan atau swasta nasional dengan kepemilikan modal dalam negerinya minimal 51%.
d.      Perusahaan Asing; yaitu perusahaan yang tidak memenui ketentuan untuk persyaratan perusahaan nasional, misalnya modal dalam negerinya/ sasta nasional yang ditanam kurang dari 51%. Perusahaan asing tersebut bisa berupa:
-          Perusahaan patungan
-          Perusahaan murni asing (100%)


            Macam Perseroan Terbatas adalah:
a.       PT biasa, yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha yang modal dasar seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 serta peraturan pelaksanaannya.

b.      PT. PMDN (PT. Penanaman Modal Dalam Negeri)
Yaitu penggunaan bagian kekayaaan masyarakat Indonesia, (termasuk hak-hak dari benda-benda yang dimilki negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia) yang disediakan guna menjalankan usaha sepanjang modal tesebut tidak diatur dalam ketentuan-ketentuan pasal yang mengatur  tentang Modal Asing berdasarkan UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
c.       PT. PMA (PT Penanaman Modal Asing)
Yaitu meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, pemilik modal menanggung resiko secara langsung dari penanaman modal tersebut.
Modal asing adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian kekayaan devisa,  dan digunakan untuk pembiayaan perusahaan Indonesia dengan persetujuan pemerintah Indonesia.
d.      PT. Persero (PT Perusahaan Perseroan)
Yaitu bentuk usaha negara yang semula berbentuk Perusahaan Nasional, yang kemudian demi efisiensi diubah menjadi PT sesuai dengan UU No.40 tahun 2007 pasal 7 ayat 7 a yang modalnya atau seluruh sahamnya dimiliki olehh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.



BAB III

 PARTNERSHIPS (PERMITRAAN)


Maatschap (Persekutuan)

            Diatur dalam pasal 1618 sampai dengan 1652 KUHPer. Terjemahan maatschap dalam Bahasa Indonesia adalah persekutuan, peseroan, kompanyon.
            Maatschap adalah suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu kedalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya. “Sesuatu” bisa berarti uang, barang-barang laini, kerajinan berupa tenaga serta keterampilan.
            Unsur-unsur Maatschap:
a.       Bertindak secara terang-terangan.
b.      Bersifat kebendaan
c.       Untuk memperoleh keuntungan
d.      Keuntungan dibagi-bagikan antara anggota
e.       Kerjasama ini tidak diberitahukan kepada umum
f.       Ditujukan kepada sesuatu yang mempunyai sifat yang dibenarkan dan diizinkan.  
g.      Untuk kepentingan bersama anggotanya.
Bentuk maatschap merupakan bentuk permitraan dasar (basic partnerships form), yang paling sederhana karena:
a.       Tidak ada ketentuan mengenai besarnya modal.
b.      Dalam rangka memasukkan sesuatu kedalam persekutuan, selain uang atau barang boleh menyumbang tenaga saja.
c.       Tidak ada pembatasan dalam lapangan kerjanya.
d.      Tidak ada pengumuman kepada pihak ketiga seperti yang dilakukan dalam firma.
e.       Kerjasama berlaku sejak saat persetujuan.
Isi perjanjian, berupa;
a.       “Bagian “ yang harus dimasukkan.
b.      Cara kerja
c.       Pembagian keuntungan
d.      Tujuan bekerjasama
e.       Waktu atau lamanya
f.       Lain-lain yang perlu
Dalam maatschap keluar, masing-masing anggota berrtindak seakan-akan untuk diri sendiri, artinya hanya dapat mengikat dirinya sendiri kepada pihak ke tiga.
Pendirian dan kerjasama. Maatschap dapat didirkan tanpa ada pengajuan formal. Pendirinanya cukup secara lisan, tetapi bisa juga berdasarkan akta pendirian. Perjanjiannya bisa lisan ataupun tertulis, atau bahkan bisa dinyatakan melalui tindakan-tindakan atau  perbuatan para pihak. Untuk perjanjian maatschap diperlukan dua hal:
a.       Kontribusi dari tiap mitra
b.      Bermaksud untuk membagi keuntungan
Tanggung Jawab
a.       Tanggung jawab intern antara mitra
Para mitra bisa dengan perjanjian khusus menuunjuk salah seorang diantara mereka atau pihak ketiga sebagai pengurus maatschap. Berdasarkan pasal 1637 KUHPdt menetapkan bahwa pengurus yang ditunjuk berhak melakukan semua tindakan kepengurusan yang ia anggap perlu, walaupun tidak disetujui oleh beberapa atau semua mitra, asalkan dilakukan dengan itikad  baik.
Apabila tidak ada peraturan-peraturan khusus mengenai kepengurusan yang telah disetujui, pasal 1639 KUHPdt menetapkan bahwa setiap mitra dianggap secara timbal balik telah memberi kuasa, supaya yang satu melakukan kepengurusan terhadap yang lain, bertindak atas nama maatschap dan atas nama mereka.
b.      Tanggung jawab terhadap pihak ketiga
Ketentuan umumnya adalah bahwa pihak keiga yang mengadakan perjanjian dengan mitra maatschap tidak dapat mengandalkan pada mitra tersebut mengikat maatschap secara keseluruhan, atau mitra lain secara perorangan.
Menurut pasal 1642 KUHPdt menyatakan bahwa “para mitra tidaklah terikat masing-masing untuk seluruh utang maatschap; dan masing-masing mitra tidak bisa mengikat mitra lainnya, apabila mereka tidak memberikan kuasa kepadanya untuk itu.
Pengecualian terhadap aturan umum terjadi apabila perikatan yang dilaksanakan oleh seseorang mitra itu menguntungkan maatschap secara keseluruhan, dalam hal ini pihak ketiga bisa mengharap pada pemitraan secara keseluruhan untuk pemenuhan gugatannya (Pasal 1644 KUHPdt).

Pembagian keuntungan dan kerugian.
a.       Pasal 1635 KUHPdt; “keuntungan atau kerugian akan dibagikan seimbang menurut nilai kontribusi setiap mitra, dan mitra yang hanya mengkontribusikan keterampilan dan jerih payah akan memperoleh keuntungan atau kerugian dalam bagian yang sama dengan mitra yang kontribusinya paling kecil baik dalam hal uang ataupun barang”.
b.      Pasal 1634 KUHPdt; “Para mitra tidak dapat memperjanjikan bahwa mereka akan menyerahkan pengaturan tentang besarnya bagian masing-masing kepada salah seorang dari mereka atau kepada seorang pihak ketiga”.
Pembubaran dan penyelesaian.
Berdasarkan pasal 1646 KUHPdt, maatschap berakhir apabila:
a.       Lewatnya waktu yang ditentukan oleh perjanjian maatschap
b.      Musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok permitraan
c.       Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seseorang mitra
d.      Jika salah seorang mitra meninggal atau ditempatkan dibawah pengampuan (onder curatele), atau dinyatakan pailit.
Pembagian kekayaan maatschap, bila setelah pembayaran utang-utang kekayaan maatschap masih tersisa, kekayaan akan dibagi diantara mitra menurut ketentuan perjanjian maatschap. Bila kekayaan tidak cukup untuk membayar semua utang-utangnya, maka utang-utang tersebut akan dibebankan kepada tiap-tiap mitra sesuai dengan perjanjian maatschap.  

Vennootschap Onder Firma (VOF) atau Firma (Fa)

            Firma adalah bentuk permitraan yang umumnya digunakan dalam bidang komersil dan didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dibawah nama bersama atau Firma, yang merupakan suatu perikatan perdata khusus bertindak secara terang-terangan dengan tanggung jawab masing-masing untuk seluruhnya. Firma diatur dalam pasal 16 sampai dengan 35 KUHD.
Pendirian.
Firma keberadaannya dapat dengan perjanjian tertulis atau dengan lisan. Prakteknya yang terbaik adalah dengan perjanjian tertulis (akta otentik) yang dibuat pada waktu mendirikan firma. Perjanjian tertulis mungkin diperlukan sebagai bukti tentang keberadaan firma bila itu disangkal oleh mitra atau pihak ketiga.

Pendaftaran.
Setelah didirikan dengan akta otentik, mitra segera mendaftarkan akta pendirian dan mengumumkan dalam Berita Negara RI.
Firma yang tidak didaftarkan akan dianggap sebagai mempunyai maksud usaha yang tidak terbatas, mitra dengan tanggung jawab tidak terbatas dan jangka waktu keberadaan firma tidak tertentu. Pihak ketiga yang bertindak dengan itikad baik terlindungi bila melakukan transaksi dengan firma tidak terdaftar.
Bila firma telah didaftarkan, pihak ketiga akan menanggung resiko terlibat dalam bisnis dengan mitra yang kurang kewenangan untuk melaksanakan bisnis tersebut.
Hak dan tanggung jawab anggota.
a.       Setiap anggota berhak melakukan pengumuman dan bertindak keluar atas nama firma
b.      Perjanjian yang dibuat oleh seorang anggota juga mengikat anggota-anggota lainnya.
c.       Segala sesuatu yang diperoleh oleh seseorang anggota menjadi harta firma.
d.      Tiap-tiap anggota secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas perikatan firma yang disebut tanggung jawab solider.

Perbandingan Firma dan Maatschap  

No
Firma
Maatschap
1
Bertanggung jawab untuk seluruhnya
Bertanggung jawab sendiri-sendiri
2
Tidak perlu diberi kuasa
Masing-masing anggota tidak bisa mengikat anggota lain, kecuali telah memberi kuasa untuk itu.
3
Mempunyai harta kekayaan
Tidak mempunyai harta kekayaan
4
Didirikan dengan perjanjian atas dasar konsensualitas;
-          Akta otentik
-          Didaftarkan isi aktanya
-          Diumumkan dalam berita Negara RI
Didirikan dengan perjanjian konsensualitas, tetapi bukan merupakan syarat mutlak melainkan hanya sebagai alat bukti.
5
Pembagian keuntungan berdasarkan perbandingan besar kecilnya modal masing-masing.
Keuntungan dibagi-bagi diantara anggota.
6
Firma badan hukum yang bisa mempunyai kekayaan terpisah dari kekayaan mitra secara perseorangan.
Kekayaannya hanya jumlah dari apa yang dikontribusikan oleh mitra ditambah keuntungan yang mereka buat bersama, dikurangi utang-utang pada pihak ketiga.
7
Firma mempertaruhkan seluruh harta pribadi.
Maatschap tidak mempertaruhkan seluruh harta pribadi
No
Firma
Maatscahap
8
Dalam hubungan dengan pihak ketiga mitra punya hak untuk bertindak atas nama firma terhadap orang-orang ketiga kecuali telah menyatakan telah menolak hak tersebut (pasal 17 KUHD). Setiap mitra bertanggung jawab
Dalam hubungan dengan pihak ketiga mitra tidak mengikat mitra lainnya kecuali telah diberi kuasa atau permitraan telah memperoleh manfaat-manfaat dari transaksi.

Sebab-sebab berakhirnya suatu firma dan maatschap sama, yaitu:
a.       Lewat waktu perjanjian
b.      Musnahnya barang / selesai perbuatan
c.       Kehendak beberapa atau seorang mitra
d.      Salah seorang mitra meninggal atau di bawah pengampuan atau dinyatakan pailit.





























BAB IV

KOPERASI DAN YAYASAN


Koperasi dan Yayasan merupakan dua bentuk badan hukum yang tidak lain merupakan persekutuan yang telah lama dikenal dan dipraktekan oleh bangsa Indonesia. Kedua badan persekutuan tersebut sudah menjadi bagian dari corak kehidupan masyarakat Indonesia yang bertumpu pada demokrasi ekonomi yang berasaskan pada asas kekeluargaan dan kebersamaan, persekutuan mana tidak berlandaskan pada orientasi keuntungan samata.
            Pengaturan menganai Koperasi telah ada sejak zaman kolonial Belanda, yaitu antara lain diatur dalam Cooperatieve Belsuit No.431 Tahun 1915, Algemeene op de Cooperatieve Verenigingen (stbl Tahun 1933 No.189) dan Regeling Cooperatieve Verenigingen (stbl Tahun 1949 No.179). Namun pelbagai aturan hukum yang merupakan produk kolonial Belanda tersebut dirasa tidak sesuai dengan kultur ekonomi masyarakat Indonesia yang berlandaskan pada asas kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, dan asas-asas perekonomian asli bangsa Indonesia lainnya.
            Pada masa setelah kemerdekaan Indonesia, produk hukum warisan kolonial Belanda tersebut tidak lantas dicabut dan hapus dari bumi Nusantara karena berlakunya pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 (sebelum amandemen). Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan tersebut, segala peraturan perundang-undangan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru. Perundang-undangan kolonial Belanda di bidang koperasi baru dicabut dan dinyatakan tidak berlaku  ketika undang-undang koperasi pertama buatan bangsa Indonesia terbit, yaitu Undang-Undang No.79 Tahun 1958 yang diundangkan pada tanggal 27 Oktober 1958.
            Dari kurun waktu tahun 1958 ketika berlakunya UU No.79 Tahun 1958 sampai saat ini, pengaturan di bidang koperasi (undang-undang tentang Koperasi) telah beberapa kali dicabut dan diganti. Undang-undang No.79 Tahun 1958 sendiri dicabut dan diganti dengan UU No.14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian. Selanjutnya pada masa orde baru, UU No.14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian dicabut dan diganti dengan UU No.12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian.
            Saat ini UU No.12 Tahun 1967 telah dicabut dan diganti dengan UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Dalam setiap konsiderans undang-undang koperasi yang baru yang kemudian menggantikan undang-undang koperasi yang lama, selalu dasar pertimbangannya adalah  bahwa undang-undang yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
            Dengan demikian terlihat adanya suatu pergerakan dan pembaharuan hukum di bidang koperasi dari masa ke masa. Tujuan yang esensi dari pergerakan dan pembaharuan itu tentunya adalah untuk menyeleraskan perangkat hukum di bidang perkoperasian dengan keadaan dan tuntutan zaman. Dalam hal ini tepatlah kiranya bunyi sebuah asas dalam ilmu hukum bahwa “Het recht hinkt achter de feiten aan” yaitu pada hakikatnya hukum selalu tertinggal dari peristiwa yang diaturnya. Oleh karenyalah pembuat undang-undang mengantisipasi permasalahan tersebut dengan berupaya untuk membentuk aturan hukum (undang-undang) yang konform dan sesuai dengan perkembangan masyarakat).
            Berbeda dengan perangkat hukum yang mengatur perkoperasian yang telah ada sejak zaman kolonial, perangkat hukum yang mengatur Yayasan secara eksplisit tidak pernah ditemukan sebelum berlakunya Undang-Undang No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Artinya UU No.16 Tahun 2001 adalah undang-undang pertama yang dibentuk untuk mengatur perihal Yayasan.
            Selama sebelum adanya UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan, kegiatan dan kelangsungan Yayasan lebih banyak bertumpu pada hukum tidak tertulis, yaitu kebiasaan. Ada pun salah satu bentuk usaha untuk mengimbangi perkembangan hukum Yayasan sebelum adanya UU No.16 tahun 2001 adalah melalui yurisprudensi-yurisprudensi badan peradilan, khususnya Mahkamah Agung. Keadaan tersebut tentu “kurang menguntungkan” bagi pelaku kegiatan Yayasan karena kurang menjamin kepastian hukum (rechtzerkerheid), mengingat kedudukan Yurisprudensi yang tidak mempunyai daya mengikat (binding authority).
            Menimbang dan mengakomodir kebutuhan hukum di bidang Yayasan tersebut, Pemerintah bersama DPR ketika itu (1992) memutuskan untuk membentuk undang-undang yang akan mengatur perihal Yayasan. Pada tanggal 6 Agustus 2001, setelah 56 tahun merdeka, barulah untuk pertama kalinya terbit dan berlaku undang-undang yang mengatur tentang Yayasan, yaitu Undang-Undang No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Kemudian pada Tahun 2008, Undang-Undang No.16 Tahun 2004 direvisi/dirubah dengan UU No.28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
            Terbitnya kedua undang-undang yang mengatur tentang yayasan diatas membawa dampak bagi pelaksanaan kegiatan Yayasan. Kegiatan Yayasan harus patuh dan mengikuti ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam undang-undang tersebut. Undang-undang mana memberikan pengaturan tentang bagaimana seharusnya yayasan dijalankan dan diurus guna mencapai maksud dan tujuannya.

Koperasi

Sejarah Singkat Koperasi di Indonesia

Perlu diingat bahwa kata Koperasi merupakan kata yang berakar pada istilah asing, yaitu berasal dari bahasa Latin “coopere” yang berarti bekerja bersama-sama atau usaha bersama. Hal tersebut menunjukan bahwa sebetulnya kata koperasi adalah kata serapan dari bahasa asing. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa akar sejarah koperasi/perkoperasian di Indonesia sebagai badan persekutuan, berasal dari luar bangsa Indonesia. Kendati pun demikian, bukan berarti masyarakat Indonesia tidak mengenal sistem persekutuan kerja sama/gotong royong. Namun bentuk kerja sama tradisional masyarakat Indonesia itu belum menjelma menjadi suatu kelembagaan koperasi/perkoperasian seperti yang sekarang kita kenal. Oleh sebab itu penting kiranya mengemukakan latar belakang sejarah koperasi secara umum di dunia.
Dapat dikatakan bahwa latar belakang munculnya koperasi di dunia ini adalah sebagai reaksi dan upaya resistensi atas sistem kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam sistem tersebut masyarakat terbelah menjadi dua golongan besar; kaum pemilik modal (kapitalis/borjuis) dan kaum rakyat biasa/pekerja (proletar).
Berbicara mengenai sistem kapitalisme yang tumbuh di lingkungan budaya liberal sepertinya tidak akan terepas dari salah satu peristiwa besar di dunia, yaitu Revolusi Industri. Sistem kapitalisme yang mula-mula berkembang di eropa pasca Revolusi Industri, memberikan keuntungan yang besar kepada kaum pemilik modal, sedangkan disisi lain masyarakat biasa dihisap sumber dayanya untuk kepentingan dan keuntungan para kapitalis tersebut.
Revolusi Indusri yang mula-mula terjadi di Inggris dan kemudian menyebar dan berkembang di negara-negara Eropa lainnya pada abad ke 18 M membawa dampak yang signifikan terhadap tatanan kehidupan manusia, baik kehidupan ekonomi, sosial, politik, dan lain-lain. Tenaga manusia ketika itu mulai terdegradasi oleh efektifitas dan efisiensi kerja mesin-mesin industri. Akibatnya sumber daya manusia kurang dihargai secara ekonomis, tergantikan oleh mesin-mesin. Proses produksi menjadi lebih cepat dan bermutu tinggi, harga barang menjadi murah karena ongkos produksi relatif lebih murah. Keadaan yang demikian pada akhirnya membawa ekses buruk bagi kalangan buruh/pekerja. Gaji/upah buruh menjadi rendah, tingkat penganggugaran menjadi semakin tinggi. Singkatnya kaum pekerja/buruh ketika itu berada di jurang kesengsaraan.
Sistem kapitalisme ini kemudian merambah kebelahan dunia lain baik di Asia, Afrika, maupun di Amerika melalui penjahahan, tak terkecuali juga Indonesia. Negara-negara jajahan dijadikan lahan pemasok bahan baku industri dan sekaligus tempat pemasarannya. Akibatnya kesengsaraan di negara jajahan melalui politik penghisapan oleh penjajah menjadi tidak terelakan. Penduduk pribumi (Inlander) ketika itu menjadi objek penghisapan sumber daya oleh penjajah.
Melihat dan belajar dari kenyataan diatas, para pemerhati ekonomi kemudian mulai memikirkan suatu cara/alternatif solusi, minimal untuk meringankan beban penderitaan rakyat. Dengan begitu, mulailah digagas suatu sistem persekutuan usaha yang diharapkan dan dimaksudkan untuk mensejahterakan anggotanya pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya. Persekutuan usaha yang demikian itu adalah koperasi.
Di Inggris didirikan koperasi yang pertama pada tahun 1844 yang dikenal dengan “Rochdale Cooperation” dibawah pimpinan Charles Howart. Kemudian di Jerman Frederich Wilhelm Raiffeisen dan Herman Sculze mempelopori berdirinya koperasi simpan pinjam. Di Perancis juga bermunculan tokoh-tokoh koperasi seperti Charles Fourier, Louis Blance, dan Ferdinand Lassalle.
Di Indonesia sendiri tokoh yang pertama kali dikenal sebagai pelopor koperasi adalah seorang pamong praja di Purwokerto yang bernama Raden Aria Wiraatmadja. R.A Wiraatmadja yang dibantu oleh E. Sieberg (asisten residen Purwakarta) pada tahun 1896 mendirikan sebuah bank yang bertujuan untuk menolong para pegawai, pedagang, dan petani dengan menggunakan sistem koperasi kredit model (simpan pinjam) seperti di Jerman.
Usaha R.A Wiraatmadja itu terdorong oleh keinginan untuk menolong dan membebaskan masyarakat kecil dari jerat bunga rentenir yang mencekik dan para pengijon yang menghisap hasil usaha petani dan pengusaha kecil.[11]
Usaha dari R.A Wiraatmadja tersebut kemudian diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. Mula-mula ia belajar dan mengamati koperasi yang ada di Jerman ketika ia cuti kerja. Kemudian hasil pengamatan dan pembalajarannya tersebut ia bawa ke Indonesia dan diaplikasikan dengan mengubah Bank Pertolongan Tabungan menjadi Bank Pertolongan, Tabungan, dan Pertanian. Ia juga menganjurkan untuk menjadikan bank tersebut menjadi koperasi. Selain itu ia juga menggagas berdirinya koperasi kredit padi bagi para petani.
Usaha De Wolffvan Westrrode untuk menjadikan Bank Pertolongan, Tabungan, dan Pertanian menjadi koperasi tidak terwujud karena pemerintah Hindia Belanda tidak menyetujuinya.
Pada tanggal 20 Mei 1908 beridiri sebuah pergerakan nasional yang bernama Boedi Utomo. Pergerakan tersebut juga turut andil dalam memberikan penyuluhan dan sosialisasi koperasi ditengah-tengah masyarakat Indonesia yang masih awam akan koperasi. Bahkan gerakan Boedi Utomo juga tercatat sebagai gerakan yang turut memajukan koperasi konsumsi.
Setelah Boedi Utomo kemudian bermunculan pergerakan-pergerakan nasional lainnya seperti Sarekat Islam pada tahun 1911. Sarekat Islam turut mengembangkan koperasi di bumi nusantara dengan memberikan modal bagi para pedagang Islam dan mendirikan toko koperasi.
Pada tahun-tahun perjuangan kemerdakaan selanjutnya, upaya “membumikan” koperasi ditengah-tengah masyarakat Indonesia semakin semarak dengan berdirinya organisasi-organisasi pergerakan nasional lainnya seperti PNI pada Tahun 1927. Bahkan dalam kongresnya di Jakarta, PNI menggelorakan semangat koperasi sehingga kongres tersebut dinamai “kongres koperasi.”
Pergerakan koperasi selama penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancar. Pemerintah Belanda selalu berusaha menghalanginya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, kesadaran masyarakat atas koperasi sangat rendah akibat penderitaan yang dialaminya. Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, Pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan Cooperatieve Besluit No. 431 pada 7 April Tahun 1915. Berdasarkan peraturan ini rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi karena :
1.    mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jenderal
2.    akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
3.    ongkos materai sebesar 50 golden
4.    hak tanah harus menurut hukum Eropa
5.    harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi[12]
Peraturan ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para penganjur koperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk “Panitia Koperasi” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini ditugasi untuk meneliti mengenai perlunya koperasi. Setahun kemudian, panitia itu memberikan laporan bahwa koperasi perlu dikembangkan. Pada tahun 1927 pemerintah mengeluarkan Peraturan No. 91 yang lebih ringan dari Peraturan 1915. Isi Peraturan No. 91 antara lain :
1.    akta tidak perlu dengan perantaraan notaris, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
2.    ongkos materai 3 golden
3.    hak tanah dapat menurut hukum adat
4.    berlaku untuk orang Indonesia asli, yang mempunyai hak badan hukum secara adat
Dengan keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kembali. Pada Tahun 1932, Partai Nasional Indonesia mengadakan kongres koperasi di Jakarta. Pada Tahun 1933, Pemerintah Belanda mengeluarkan lagi Peraturan No. 108 sebagai pengganti peraturan yang dikeluarkan pada Tahun 1915. Peraturan ini merupakan salinan dari peraturan koperasi Belanda tahun 1925, sehingga tidak cocok dan sukar dilaksanakan oleh rakyat.
Pada masa penjajahan Jepang, koperasi mengalami nasib yang lebih buruk. Kantor Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor Daerah diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo. Kumiai yaitu koperasi model Jepang, mula-mula bertugas untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan rakyat. Hal ini hanya alat dari Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan untuk Jepang. Walau hanya berlangsung selama 3,5 tahun tetapi rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang jauh lebih dahsyat. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang koperasi Indonesia dapat dikatakan mati.[13]
Setelah Indonesia merdeka, pertumbuhan dan perkembangan koperasi kembali bergeliat bahkan dapat dikatakan tumbuh pesat.
Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 (sebelum amandemen), segala peraturan perundang-undangan yang ada masih langsung berlaku sebelum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Seperti yang telah diketahui bahwa fungsi daripada aturan peralihan (transitoi recht) ialah agar jangan sampai terjadi kevakuman hukum (recht vacuum). Oleh karena itu berdasarkan pasal II aturan Peralihan UUD 1945, peraturan kolonial Belanda yang mengatur tentang koperasi masih berlaku sepanjang belum diadakan yang baru/diganti.
Pada Tahun 1946, dibawah Jawatan Koperasi, Kementrian Koperasi, diadakanlah pendaftaran koperasi secara sukarela. Hasilnya adalah terdapat sebanyak 2.500 koperasi yang terdaftar di Kementerian Kemakmuran pada saat itu.
Menginsyafi arti penting pasal 33 UUD 1945, pemerintah mulai melakukan langkah konkrit guna mewujudkan suatu perkonomian nasional yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangunan usaha yang cocok dan equivalen dengan dasar perekonomian negara yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945 tersebut adalah koperasi. Untuk itu pada Tahun 1947 pemerintah melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya. Kongres tersebut menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain:
1.    Mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI)
2.    Menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
3.    Menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi
Pada tanggal 12 Juli 1953 pemerintah kembali menggelar kongres koperasi. Kongres tersebut adalah Kongres Koperasi II yang diselenggarakan di Bandung. Kongres tersebut menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain:
1.    Membentuk Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) sebagai pengganti SOKRI
2.    Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
3.    Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
4.    Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kendati pun Indonesia telah merdeka namun hukum warisan kolonial Belanda yang mengatur tentang Koperasi masih tetap berlaku sampai dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan diundangankannya undang-undang koperasi pertama buatan bangsa Indonesia, yaitu Undang-Undang No.79 Tahun 1958 yang diundangkan pada tanggal 27 Oktober 1958.
Dari kurun waktu Tahun 1958 ketika berlakunya UU No.79 Tahun 1958 sampai saat ini, pengaturan di bidang koperasi (undang-undang tentang Koperasi) telah beberapa kali dicabut dan diganti. Undang-undang No.79 Tahun 1958 sendiri dicabut dan diganti dengan UU No.14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian. Selanjutnya pada masa orde baru, UU No.14 ahun 1965 tentang Perkoperasian dicabut dan diganti dengan UU No.12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian.
Saat ini UU No.12 Tahun 1967 telah dicabut dan diganti dengan UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Koperasi ini hingga kini masih berlaku.

Tinjauan Umum mengenai Koperasi

a.       Pengertian Koperasi
Sebelum masuk pada pembahasan mengenai pengertian koperasi, haruslah diketahui terlebih dahulu bahwa kata Koperasi adalah kata serapan dari bahasa asing, bukan asli dari perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia.
Secara etimologis koperasi berasal dari bahasa Latin, yaitu “coopere” yang berarti bekerja sama atau usaha bersama. Istilah koperasi dalam bahasa Inggris adalah “cooperation” dan dalam bahasa Belanda disebut “cooperatieve.”
Kata-kata koperasi, coopere, cooperation, atau coveratieve merupakan kata-kata yang telah lama dipergunakan untuk menggambarkan dan memvisualisasikan adanya suatu kerja sama/usaha bersama ditengah-tengah masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa kata-kata yang menggambarkan hakikat manusia sebagai zoon politicon/homo socius itu telah ada dan berumur setua perdaban manusia itu sendiri. Namun demikian, konsep koperasi pada zaman dahulu belumlah terlembagakan sebagai koperasi yang merupakan badan hukum seperti yang kita kenal sekarang.

     Berdasarkan kamus hukum: Cooperatie=koperasi; kerjasama adalah suatu perkumpulan yang bertujuan memelihara dan memperjuangkan kepentingan materiil bagi para anggotanya tanpa mengabaikan kepentingan umum, dmana usaha tersebut merupakan kerjasama yang memberikan kredit, fasilitas dan lain kepentingan untuk keperluan para anggotanya. UU koperasi tercantum pada L.N 967 No.23.
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang pengertian/definisi koperasi:
-          Mohammad Hatta (Bapak Koperasi Indonesia)
Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki  nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan ‘seorang buat semua dan semua buat seorang.’
-          Drs. Arifinal Chaniago
Koperasi sebagai suatu perkumpulan  yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
-          International Labour Organization
Dalam definisi ILO terdapat 6 unsur yang terkandung dalam koperasi, yaitu :
1)        Koperasi adalah perkumpulan orang-orang
2)        Penggabungan orang-orang berdasarkan kesukarelaan
3)        Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai
4)        Koperasi berbentuk organisasi bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis
5)        Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan
6)        Anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang
-          Pasal 1 ayat (1) UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

b.      Landasan dan Asas Koperasi
Mengenai landasan dan asas koperasi ini, UU No.25 Tahun 1992 pasal 2 menegaskan bahwa koperasi berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan asas yang melandasi perkoperasian Indonesia adalah asas kekeluargaan.
Dasar hukum yang utama yang melandasi perkoperasian Indonesia adalah pasal 33 UUD 1945 (tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial). Dalam ayat (1) pasal tersebut dikatakan bahwa “Perokonomian nasional disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Sedangkan bangunan usaha yang cocok dan equivalen dengan pasal 33 UUD 1945 tersebut adalah koperasi, yaitu suatu badan usaha yang berdasar atas asas kekeluargaan. Konsekuensi dari asas kekeluargaan tersebut adalah bahwa koperasi tidak dimaksudkan untuk menjadi badan usaha yang hanya berorientasi pada keuntungan semata, melainkan lebih bersifat kepada usaha bersama (kebersamaan) untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
c.       Tujuan Koperasi
Tujuan koperasi secara tegas dituangkan dalam pasal 3 UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Tujuan koperasi tersebut adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Fungsi, Peran, dan Prinsip Koperasi

a.         Fungsi dan Peran Koperasi
Pasal 4 UU No.25 Tahun 1992 menyebutkan mengenai fungsi dan peran koperasi, yakni sebagai berikut:
1)        membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
2)        berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;
3)        memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya;
4)        berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
b.         Prinsip Koperasi
            Prinsip koperasi merupakan dasar bekerjanya/dasar melakukan kegiatan koperasi yang merupakan ciri khas yang membedakannya dengan badan usaha lainnya. Prinsip-prinsip koperasi tersebut ialah:
1)   Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan Koperasi mengandung makna bahwa menjadi anggota Koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun. Sifat kesukarelaan juga mengandung makna bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari Koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun. 
2)   Pengelolaan dilakukan secara demokratis; Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan Koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
3)   Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam Koperasi tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap Koperasi. Ketentuan yang demikian ini merupakan perwujudan nilai kekeluargaan dan keadilan. 
4)   Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; Modal dalam Koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan tidak didasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan. Yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi suku bunga yang berlaku di pasar.
5)   Kemandirian; Kemandirian mengandung pengertian dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri.

Bentuk dan Jenis Koperasi

a.         Bentuk Koperasi:
1)      Koperasi Primer; adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang (individu-individu orang).
2)      Koperasi Sekunder; adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum koperasi (himpunan koperasi-koperasi).
b.         Jenis-jenis Koperasi:
                   Dasar untuk menentukan jenis Koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan, dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti antara lain Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, dan Koperasi Jasa. Khusus Koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukan merupakan jenis Koperasi tersendiri.
                   Jenis-jenis koperasi;
1)   Koperasi Simpan Pinjam; adalah koperasi yang kegiatan usahanya menghimpun dana anggotanya dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada anggota yang membutuhkan dalam bentuk kredit/pinjaman
2)   Koperasi Konsumen; adalah koperasi yang kegiatan usahanya menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari
3)   Koperasi Produsen; adalah koperasi yang melakukan kegiatan usaha dibidang pembuatan barang/produk
4)   Koperasi Pemasaran; adalah koperasi yang melakukan kegiatan usaha berupa pemasaran barang-barang tertentu
5)   Koperasi jasa; koperasi yang kegiatan usahanya adalah memberikan pelayanan jasa
6)   Koperasi serba usaha; ialah koperasi yang kegiatan usahanya bermacam-macam atau multi usaha, baik dibidang produsen, konsumen, jasa, dan atau lain-lain.

Pembentukan Koperasi

             Berdasarkan bentuknya koperasi dibedakan menjadi dua, yaitu koperasi primer dan koperasi sekunder. Koperasi primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 orang. Sedangkan koperasi sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 koperasi. Selanjutnya Koperasi tersebut harus bertempat/berkedudukan di wilayah Indonesia.
             Syarat dan tata cara pembentukan koperasi:
1)   Pembentukan koperasi, baik koperasi primer maupun koperasi sekunder, dilakukan dengan akta pendirian.[14] 
2)   Akta pendirian memuat anggaran dasar yang harus memuat sekurang-kurangnya;
a)        nama dan tempat kedudukan;
b)        maksud dan tujuan serta bidang usaha;
c)        ketentuan mengenai keanggotaan;
d)       ketentuan mengenai Rapat Anggota;
e)        ketentuan mengenai pengelolaan;
f)         ketentuan mengenai permodalan;
g)        ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
h)        ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
i)          ketentuan mengenai sanksi.
3)   Mengajukan permintaan pengesahan akta pendirian koperasi yang disertai anggaran dasar koperasi secara tertulis kepada Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut menteri)
4)   Permintaan pengesahan akta pendirian diajukan dengan melampirkan;
a)        dua rangkap akta pendirian Koperasi, satu diantaranya bermaterai cukup;
b)        berita acara rapat pembentukan Koperasi, termasuk pemberian kuasa untuk mengajukan permohonan pengesahan apabila ada;
c)        surat bukti penyetoran modal, sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok;
d)       rencana awal kegiatan usaha Koperasi
Pengesahan akta pendirian oleh menteri dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan setelah diterimananya permintaan pengesahan secara lengkap. Namun tidak semua permintaan pengesahan akta pendirian koperasi untuk menjadi badan hukum koperasi dapat dikabulkan/disahkan oleh menteri. Dalam hal-hal tertentu, permintaan pengesahan akta pendirian koperasi dapat ditolak, yaitu apabila anggaran dasar koperasi tidak sesuai/bertentangan dengan UU No.25 Tahun 1992, bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Dalam hal yang demikian menteri akan menolak permintaan pengesahan akta pendirian koperasi.
Apabila permintaan pengesahan akta pendirian koperasi ditolak oleh menteri, maka para pendiri atau kuasanya dalam jangka waktu 1 bulan dapat mengajukan permintaan ulang kepada menteri. Menteri memberikan keputusan terhadap permintaan ulang tersebut dalam jangka waktu paling lama 1 bulan setelah permintaan ulang diterima olehnya. Keputusan menteri atas permintaan ulang pengesahan akta pendirian koperasi bersifat final. Artinya apabila permintaan ditolak maka pendiri/kuasanya tidak dapat lagi mengajukan permintaan ulang untuk kedua kalinya.
Koperasi mendapatkan status sebagai badan hukum sejak saat akta pendiriannya disahkan oleh menteri. Dengan begitu koperasi telah secara resmi diakui sebagai badan hukum yang dapat turut serta dalam lalu lintas hukum dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Anggaran dasar mempunyai kedudukan yang penting atau bahkan dapat dikatakan sebagai hukum dasar bagi koperasi. Anggaran dasar memuat ketentuan-ketentuan paling penting menyangkut koperasi tersebut. Oleh karenanya undang-undang juga mengatur mengenai perubahan anggaran dasar koperasi.
Perubahan anggaran dasar koperasi hanya dapat dilakukan melalui rapat anggota. Rapat anggota dalam sebuah koperasi sama halnya dengan RUPS dalam sebuah perseroan terbatas, mempunyai kedudukan tertinggi dalam jenjang organisasi koperasi.
Perubahan anggaran dasar koperasi hanya dapat dilakukan melalui rapat anggota yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ anggota dari seluruh anggota koperasi dan disetujui oleh sekurang-kurangnya ¾ anggota yang hadir.[15]
Perubahan anggaran dasar yang menyangkut bidang usaha (jenis usaha koperasi), penggabungan, atau pembagian koperasi, harus dimintakan permintaan pengesahannya kepada menteri. Sedangkan untuk perubahan anggaran dasar yang tidak menyangkut 3 hal diatas, perubahan anggaran dasarnya cukup dilaporkan kepada menteri dalam waktu selambat-lambatnya 1 bulan setelah perubahan dilakukan.

Keanggotaan Koperasi

             Keanggotaan koperasi diatur dalam bab V UU No.25 Tahun 1992.
             Setiap warganegara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar dapat menjadi anggota koperasi. Namun terhadap orang tertentu yang ingin mendapat pelayanan dan menjadi anggota Koperasi, namun tidak sepenuhnya dapat memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar, mereka dapat diterima sebagai anggota luar biasa. Ketentuan tersebut memberi peluang bagi penduduk Indonesia bukan warga negara dapat menjadi anggota luar biasa dari suatu Koperasi sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
             Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup (bidang) usaha koperasi. Keanggotaan koperasi dapat diperoleh dan berakhir apabila syarat yang ditentukan dalam anggaran dasar terpenuhi. Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus juga pengguna jasa koperasi. Dalam rapat anggota, setiap anggota koperasi primer mempunyai hak 1 suara.
             Keanggotaan koperasi tidak dapat dipindahtangankan karena persyaratan untuk menjadi anggota Koperasi adalah kepentingan ekonomi yang melekat pada anggota yang bersangkutan. Dalam hal anggota Koperasi meninggal dunia, keanggotaannya dapat diteruskan oleh ahli waris yang memenuhi syarat dalam Anggaran Dasar. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara kepentingan ahli waris dan mempermudah proses mereka untuk menjadi anggota. Jadi jelaslah dalam hal keanggotaan, koperasi berbeda dengan badan usaha lainnya seperti perusahaan perseorangan (maatschap), Firma, dan CV, dimana berhenti atau meninggalnya anggota koperasi bukan merupakan suatu alasan bubarnya koperasi.
             Anggota koperasi mempunyai kewajiban-kewajiban, yaitu sebagai berikut;
1)   mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota
2)   berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi
3)   mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan
       Disamping kewajiban seperti disebutkan diatas, anggota koperasi pun memiliki sejumlah hak. Hak-hak anggota koperasi adalah sebagai berikut;
1)      menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;
2)      memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau Pengawas;
3)      meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
4)      mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus diluar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta;
5)      memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota;
6)     mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar.

Organ Koperasi

Organ koperasi/perangkat koperasi terdiri dari:
a.    Rapat anggota
b.    Pengurus
c.    Pengawas
Penjelasan mengenai ketiga organ/perangkat diatas akan dipaparkan dibawah ini:
a.    Rapat Anggota
           Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Setiap keputusan dalam rapat anggota harus selalu didahulukan/diupayakan musyawarah mufakat. Apabila tidak diperoleh keputusan berdasarkan musyawarah mufakat, maka keputusan diambil dengan voting/suara terbanyak.
           Rapat anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam setahun. Rapat anggota untuk menerima dan mengesahkan pertanggungjawaban pengurus diselenggarakan paling lambat 6 bulan setelah tahun buku berlalu.
           Dalam hal ihwal keadaan yang mengharuskan koperasi untuk mengambil keputusan/tindakan yang segera yang wewenangnya ada pada rapat anggota, dapat diselenggarakan rapat anggota luar biasa. Wewenang rapat anggota luar biasa sama dengan wewenang rapat anggota.
       Rapat anggota menetapkan:
1)        Anggaran Dasar;
2)        kebijaksanaan umum dibidang organisasi manajemen, dan usaha Koperasi;
3)        pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas;
4)        rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, serta pengesahan laporan keuangan;
5)        pengesahan pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya;
6)        pembagian sisa hasil usaha;
7)     penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran Koperasi.
b.    Pengurus
Pengurus merupakan pemegang kuasa rapat anggota. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi sesuai persyaratan yang ditentukan dalam anggaran dasar untuk masa jabatan 5 tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali.
           Tugas pengurus:
1)   mengelola Koperasi dan usahanya;
2)   mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
3)   menyelenggarakan Rapat Anggota;
4)   mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
5)   menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
6)   memelihara daftar buku anggota dan pengurus.
     Wewenang pengurus:
1)   mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
2)   memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
3)   melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.
     Selain tugas dan wewenang diatas, pengurus bertanggung jawab terhadap segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa. Dalam menjalankan kegiatan pengurusan/pengelolaan koperasi, pengurus dapat mengangkat pengelola yang diberi kuasa untuk melakukan pengelolaan usaha koperasi. Sebelum menangkat pengelola, pengurus harus menyampaikan maksudnya tersebut kepada rapat anggota untuk mendapat persetujuan. Yang dimintakan persetujuan adalah rencana pengangkatan pengelola usaha. Sedangkan pemilihan dan pengangkatan pengelola usaha dilaksanakan oleh Pengurus. Selanjutnya pengelola beranggung jawab kepada pengurus.
Setelah tahun buku Koperasi ditutup, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum diselenggarakan rapat anggota tahunan, Pengurus menyusun laporan tahunan yang memuat sekurang-kurangnya:
1)  perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan hasil usaha dari tahun yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;
2)  keadaan dan usaha Koperasi serta hasil usaha yang dapat dicapai.[16]
c.    Pengawas
           Pengawas dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota sesuai persyaratan yang ditentukan dalam anggaran dasar. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pengawas bertanggung jawab kepada rapat anggota.
           Tujuan adanya pengawas adalah agar pengelolaan koperasi lebih berkembang dan mandiri. Pengawasan ini pada dasarnya bertujuan untuk:
1)   Memberikan bimbingan kepada pengurus dan pengelola koperasi serta mencegah terjadinya penyelewengan
2)      Menilai hasil kerja pengurus dengan rencana yang sudah ditetapkan[17]
Tugas pengawas:
1)   Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi;
2)    Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya
       Wewenang pengawas:
1)      Meneliti catatan yang ada pada Koperasi;
2)      Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pengawas wajib merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.

Modal Koperasi

                   Modal koperasi terdiri dari:
1)   Modal sendiri, modal sendiri berasal dari;
a.    Simpanan pokok; adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
b.    Simpanan wajib; adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada Koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
c.    Dana cadangan; adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian Koperasi bila diperlukan.
d.   Hibah; pemberian sukarela dan tidak mengikat
2)   Modal pinjaman, modal pinjaman berasal dari:
a. anggota;
b. Koperasi lain dan/atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
                            e. sumber lain yang sah
3) Modal penyertaan, modal penyertaan berasal dari;[18]
a. Pemerintah;
b. anggota masyarakat;
c. badan usaha; dan
d. badan-badan lainnya
Pemupukan Modal penyertaan dilakukan berdasarkan perjanjian antara koperasi dengan pemilik modal/penanam modal. Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sekurang-kurangnya memuat:
a. nama koperasi dan Pemodal;
b. besarnya modal penyertaan;
c. usaha yang akan dibiayai modal penyertaan;
d. pengelolaan dan pengawasan;
e. hak dan kewajiban Pemodal dan koperasi;
f. pembagian keuntungan;
g. tata cara pengalihan modal penyertaan yang dimiliki Pemodal dalam koperasi;
h. penyelesaian perselisihan.
Untuk dapat memupuk modal penyertaan, suatu koperasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. telah memperoleh status sebagai badan hukum;
b. membuat rencana kegiatan dari usaha yang akan dibiayai modal   penyertaan; dan
c. mendapat persetujuan Rapat Anggota   
                        Hak dan kewajiban penanam modal:
a.    Pemodal berhak memperoleh bagian keuntungan dari usaha yang dibiayai modal penyertaan
b.    Pemodal turut menanggung resiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai modal penyertaan sebatas nilai modal penyertaan yang ditanamkannya dalam koperasi.


Sisa Hasil Usaha

Ketentuan mengenai sisa hasil usaha dalam suatu koperasi diatur dalam pasal 45 UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Ketentuan tersebut yakni:
1) Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
2) Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota standing dengan jasa usaha yang dilakukan oleh, masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
3) Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.

Pembubaran dan Penyelesaian Koperasi

a.       Pembubaran
             Pembubaran koperasi dilakukan berdasarkan/oleh:
1)        Keputusan rapat anggota
2)        Keputusan Pemerintah
            Pembubaran koperasi berdasarkan keputusan pemerintah dilakukan apabila koperasi yang bersangkutan:
a)        Tidak memenuhi ketentuan UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian atau tidak malaksanakan ketentuan dalam anggaran dasarnya
b) Kegiatan Koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan yang dinyatakan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti; atau
c)  Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti; atau
d) Koperasi tidak melakukan kegiatan usahanya secara nyata selama dua tahun berturut-turut terhitung sejak tanggal pengesahan Akta Pendirian Koperasi
       Sebelum pemerintah (Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah) menetapkan keputusan tentang pembubaran suatu koperasi, ia harus memberitahu rencana pembubaran koperasi tersebut kepada pengurus atau anggotanya.
       Pengurus atau anggota koperasi yang akan dibubarkan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada menteri dalam jangka waktu paling lama 2 bulan sejak diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran koperasi. Keberatan atas rencana pembubaran tersebut hanya berlaku bagi pembubaran koperasi oleh pemerintah (huruf a dan d sebagaimana tersebut diatas).
       Atas keberatan pengurus atau anggota koperasi, menteri wajib memutuskan untuk menerima atau menolak keberatan tersebut. Dalam hal keberatan ditolak, menteri mengeluarkan surat keputusan pembubaran koperasi dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak keputusan penolakan ditetapkan. Namun jika keberatan diterima, maka menteri mengeluarkan keputusan pembatalan rencana pembubaran koperasi dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak saat keputusan untuk menerima keberatan ditetapkan. Keputusan menteri atas keberatan tersebut bersifat final.
       Keputusan pembubaran koperasi oleh rapat anggota disampaikan kepada kreditor dan pemerintah. Sedangkan apabila pembubaran koperasi dilakukan oleh pemerintah maka pemerintah yang memberitahukan perihal pembubaran koperasi tersebut kepada kreditor. Dalam pemberitahuan tersebut dicantumkan nama dan alamat penyelesai dan ketentuan bahwa dalam jangka waktu 3 bulan setelah pemberitahuan pembubaran koperasi diterima oleh kreditor, ia berhak melakukan penagihan atas piutangnya kepada koperasi melalui penyelesai/kuarator.
b.      Penyelesaian
               Dalam pasal 51 UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa “Untuk kepentingan kreditor dan para anggota Koperasi, terhadap pembubaran Koperasi dilakukan penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut penyelesaian.”
               Penyelesaian koperasi setelah koperasi tersebut dibubarkan dilakukan oleh penyelesai. Tugas pokok penyelesai ialah mengurusi penyelesaian hak dan kewajiban (hutang dan piutang) koperasi pasca pembubaran koperasi.
               Dalam hal pembubaran koperasi dilakukan oleh rapat anggota maka penyelesai ditunjuk oleh rapat anggota. Sedangkan apabila pembubaran koperasi dilakukan oleh pemerintah maka pemerintah yang menunjuk penyelesai.
               Selama dalam proses penyelesaian, koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan “Koperasi dalam penyelesaian.” Penyelesaian suatu koperasi segara dilakukan setelah koperasi tersebut dibubarkan. Dalam menjalankan tugasnya penyelesai bertanggung jawab kepada kuasa rapat anggota apabila ia ditunjuk oleh rapat anggota, sedangkan apabila ia ditunjuk oleh pemerintah maka ia bertanggung jawab kepada pemerintah. Singkatnya penyelesai bertanggung jawab kepada siapa yang telah menunjuknya.
               Penyelesai mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban sebagai berikut:
1)  melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama "Koperasi dalam penyelesaian";
2)    mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan;
3)   memanggil Pengurus, anggota dan bekas anggota tertentu yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
4)  memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip    Koperasi;
5) menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang didahulukan dari pembayaran hutang lainnya;
6)   menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi;
7)    membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota;
8)    membuat berita acara penyelesaian[19]

Dalam hal terjadi pembubaran dan penyelesaian koperasi, anggota bertanggung jawab atas kerugian koperasi hanya sebatas pada nilai simpanan pokok, simpanan wajib, dan modal penyertaannya saja. Dalam bidang perusahaan keadaan diatas dikenal dengan istilah limited liability, yaitu pertanggungjawaban terbatas, hanya sebatas kekayaan yang ia serahkan kepada perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kekayaan pribadi anggota tidak dilibatkan untuk menutupi hutang koperasi karena koperasi mempunyai kekayaan tersendiri yang terpisah dari kekayaan anggotanya.
Pembubaran koperasi diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Status badan hukum koperasi hapus/lenyap sejak saat diumumkannya pembubaran koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Yayasan

     Yayasan (Stichting-Bld) Berdasarkan kamus hukum yayasan adalah suatu peguyuban atau badan yang pendiriannya disahkan dengan akte hukum atau akte yang dibuat oelh naotaris, dimana yayasan itu aktivitasnya bergerak dibidang soisal; misalnya mendirikan sesuatu atau sekolahan. Yayasan dapat juga berbentuk badan hukum. Suatu yayasan yang pendiriannya tanpa akta hukum hanya berfungsi terbatas.

Tinjauan Umum mengenai Yayasan

Merujuk pada konsiderans menimbang huruf a, b, dan c UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan, dapat dimengerti bahwa selama Indonesia merdeka sampai dengan Tahun 2001 dimana undang-undang koperasi diundangkan, pengaturan mengenai yayasan diatur dalam kebiasaan. Hal itu terjadi karena baru di Tahun 2001-lah bangsa Indonesia mempunyai undang-undang yang mengatur tentang Yayasan. Praktik penyelenggaraan kegiatan yayasan sebelumnya bertumpu pada kebiasaan-kebiasaan dan yurisprudensi, belum ada undang-undang yang secara tegas mengatur tentang yayasan.
Kendati pun penyelenggaraan kegiatan yayasan belum diatur dalam suatu undang-undang (ketika itu), namun yayasan berkembang pesat. Yayasan sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat karena penyelenggaraan kegiatan yayasan begitu dekat dengan masyarakat. Hal itu tentu dapat dipahami mengingat yayasan adalah suatu badan yang bergerak dibidang keagamaan, sosial, dan kemanusiaan. Lebih daripada itu, peran dan kedudukan yayasan sebagai badan persekutuan kekayaan yang bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, tidak bisa dianggap remeh. Yayasan tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Kegiatannya banyak membantu dan turut meringankan beban hidup masyarakat yang terus dihimpit oleh komersialisasi yang semakin merajalela.
Peran dan fungsi sosial yayasan ini perlu dipertahankan, diperkuat, dan dikembangkan agar dapat menjadi lokomotif yang mampu menarik masyarakat kearah kesejahteraan dan kemakmuran. Kebijakan untuk memberdayakan yayasan sesuai dengan fungsi dan tujuannya itu tentu memerlukan instrumen yuridis sebagai suatu dasar bagi yayasan dalam menyelenggarakan kegiatannya. Oleh sebab itu pada 6 Agustus 2001, disahkanlah undang-undang yang mengatur tentang yayasan, undang-undang tersebut adalah UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan tuntutan zaman, UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan mulai dirasakan kekuarangannya. Undang-undang No.16 Tahun 2001 diarasa belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, serta terdapat beberapa substansi yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran. Oleh karena itu diadakanlah perubahan (revisi) terhadap UU No.16 Tahun 2001. Hasilnya pada tanggal 6 Oktober 2004, lahirlah UU No.28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
Selain sebagai badan yang diperuntukan untuk mencapai tujuan yang bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yayasan pun dapat mendirikan atau ikut serta dalam suatu badan usaha yang berorientasi laba. Hal itu dimaksudkan untuk menegaskan bahwa yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha yang menjalankan kegaiatan usaha secara langsung, melainkan harus melalui badan usaha yang didirikannya atau badan usaha lainnya dimana yayasan menyertakan kekayaannya.
Dengan demikian yayasan masih juga diperbolehkan untuk mendirikan badan usaha/ikut serta dalam badan usaha dengan ketentuan-ketentuan yang cukup ketat. Hal tersebut dimaksudkan agar yayasan tetap pada fungsi dan tujuannya yang bersifat sosial. Namun demikian, fungsi dan tujuannya yang bersifat sosial itu tidak menutup kemungkinan bagi yayasan untuk turut serta dalam kegiatan usaha (secara tidak langsung) sebagai upaya untuk menunjang yayasan dalam mencapai maksud dan tujuannya.
Dalam mendirikan/turut serta dalam badan usaha, ada rambu-rambu yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh yayasan, yaitu sebagaimana yang diatur dalam pasal 7 UU No.16 Tahun 2001, yakni:
(1)     Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.
(2)  Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.
(3)  Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai AnggotaDireksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
            Selain daripada yang disebutkan diatas, yayasan juga dilarang untuk mendirikan/ikut serta dalam badan usaha yang kegiatannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. Misal, dilarang mendirikan badan usaha yang kegiatannya memproduksi petasan, dilarang turut serta dalam badan usaha yang kegiatannya menawarkan jasa PSK (pekerja seks komersial).
            Sebagai badan yang diperuntukan untuk mencapai tujuan soaial, keagamaan, dan kemanusiaan, yayasan melarang kekayaannya untuk dialihkan atau dibagikan, baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam bentuk gaji, honorarium, atau bentuk lainnya kepada pembina, pengurus, mapun, pengawas. Namun demikian masih terdapat pengecualian mengenai hal diatas, yakni pengurus yang bukan pendiri dan tidak memiliki afiliasi (hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan) dengan pendiri, pembina, dan pengawas serta bekerja dengan penuh waktu, dapat diberikan gaji atau upah atau honorarium.
            Walaupun pembina, pengurus, dan pengawas tidak diperkenankan menerima gaji/bagian dari kekayaan yayasan, namun yayasan wajib membayar/mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh organ yayasan tersebut dalam rangka menjalankan tugas yayasan.

Pendirian Yayasan

             Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan kekayaannya untuk digunakan sebagai kekayaan yayasan. Selain didirikan oleh orang seorang, yayasan juga dapat didirkan berdasarkan surat wasiat. Pendirian yayasan tersebut dilakukan dengan akta notaris yang memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu.
                  Dalam suatu anggaran dasar harus memuat sekurang-kurangnya:
1)          nama dan tempat kedudukan;
2)          maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;
3)          jangka waktu pendirian;

4)          jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;[20]
5)          cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;
6)          tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
7)          hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
8)          tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;
9)          ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
10)      penggabungan dan pembubaran Yayasan; dan
11)      Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran.
Keterangan lain selain yang termuat dalam anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat: nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan Pendiri, Pembina, Pengurus, dan Pengawas antara lain.
Setelah akta pendirian yang memuat anggaran dasar dan syarat-syarat lain telah dibuat, maka pendiri/kuasanya melalui notaris yang membuat akta pendirian yayasan tersebut, mengajukan permohonan pengesahan secara tertulis kepada menteri yang dalam pelaksanaannya diserahkan kepada Kepala Kanwil Kemenkumham di daerah dimana yayasan berkedudukan. Pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian yayasan tersebut dilakukan oleh notaris paling lama 10 hari setelah akta pendirian tersebut ditandatangani.
Kepala Kanwil Kemekumham memberikan pengesahan atau menolak pengesahan akta pendirian yayasan dalam waktu 30 hari setelah permohonan pengesahan diterima secara lengkap. Namun apabila Kepala Kanwil Kemenkumham merasa perlu meminta pertimbangan kepada instansi terkait maka pengesahan diberikan atau ditolak dengan ketentuan batas waktu sebagai berikut:
1)        Dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sejak tanggal diterimanya jawaban atas permintaan pertimbangan dari isntansi terkait
2)        Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan disampaikan kepada instansi terkait namun instansi tersebut tidak memberikan jawaban

Dalam hal permohonan pengesahan akta pendirian diterima dan disahkan oleh Kepala Kanwil Kemenkumham atas nama Menteri Hukum dan HAM, maka sejak saat itu yayasan yang bersangkutan memperoleh status sebagai badan hukum. Tetapi apabila akta pendirian yayasan ditolak dan tidak disahkan oleh Kepala Kanwil Kemenkumham atas nama Menteri Hukum dan Ham, maka Kepala Kanwil Kemenkumham memberikan surat tertulis yang disertai alasan penolakan. Alasan penolakan tersebut ialah karena permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan UU No.16 Tahun 2001 jo UU No.28 Tahun 2004 dan peraturan pelaksananya (PP No.63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.
Yayasan harus mempunyai nama sendiri serta tidak boleh:
1)   menggunakan nama yayasan yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain
2)   menggunakan nama yang bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan
 Selain larangan mengenai penggunaan nama yayasan diatas, setiap nama yayasan harus didahului oleh kata “Yayasan.” Apabila suatu yayasan berasal dari wakaf maka kata “Yayasan” diikuti oleh kata “Wakaf,” sehingga menjadi “Yayasan Wakaf ...”
Dalam anggaran dasar dapat dicantumkan bahwa yayasan didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan atau tidak ditentukan.

Perubahan Anggaran Dasar

             Undang-undang No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan (pasal 17) menentukan bahwa anggaran dasar dapat dirubah kecuali mengenai maksud dan tujuan yayasan.
             Perubahan anggaran dasar harus dilakukan melalui tata cara sebagai berikut:
             Anggaran dasar hanya dapat dirubah melalui keputusan rapat pembina. Rapat pembina itu harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah seluruh pembina yayasan. Keputusan rapat pembina mengenai perubahan anggaran dasar ditetapkan dengan musyawarah mufakat. Dalam hal musyawarah mufakat tidak dapat dicapai maka keputusan ditetapkan dengan persetujuan pembina sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah pembina yang hadir. Dalam hal kuorum persetujuan sebesar 2/3 tersebut tidak tercapai maka rapat pembina ditunda paling sebentar 3 hari. Dalam rapat pembina yang berikutnya, keputusan perubahan anggaran dasar dapat ditetapkan apabila dihadiri oleh lebih dari ½  jumlah pembina dan disetujui oleh suara terbanyak (50+1 suara). Perubahan anggaran dasar yang sudah ditetapkan dalam rapat pembina dituangkan dalam akta notaris.



             Selanjutnya perubahan anggaran dasar yayasan terbagi menjadi 2, yaitu:
1)        Perubahan anggaran dasar yang mengharuskan adanya persetujuan menteri, yaitu perubahan anggaran dasar yang meliputi perubahan nama dan kegiatan yayasan
2)        Perubahan anggaran dasar yang tidak mengharuskan adanya persetujuan menteri tetapi cukup hanya diberitahukan kepada menteri, yaitu perubahan anggaran dasar yang menganai hal lain selain perubahan nama dan kegiatan yayasan

Pengumuman

Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
Pengumuman sebagaimana dimaksud diatas, dilakukan oleh Menteri dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan disahkan atau perubahan Anggaran Dasar  disetujui atau diterima Menteri.

Kekayaan Yayasan

Kekayaan yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang maupun barang. Dalam anggaran dasar disebutkan kekayaan awal untuk dipergunakan guna mencapai maksud dan tujuan yayasan. Kekayaan awal suatu yayasan diatur dalam PP No.63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan (pasal 6), yaitu sebagai berikut :
(1)     Jumlah kekayaan awal Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2)     Jumlah kekayaan awal Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Selain kekayaan sebagaimana dimaksud diatas, kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari :
a. sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;
b. wakaf;
c. hibah;
d. hibah wasiat; dan
e. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku

Organ Yayasan

Organ yayasan terdiri dari:
a.    Pembina
b.    Pengurus
c.    Pengawas

             Penjelasan mengenai organ yayasan diatas adalah sebagai berikut.
a.     Pembina
                                      Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang tentang Yayasan dan Anggaran Dasar. Yang dapat menjadi pembina adalah mereka pendiri yayasan atau mereka yang ditunjuk melalui rapat pembina untuk menjadi pembina karena dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi dalam mencapai maksud dan tujuan yayasan.
                                      Pasal 28 ayat (2) UU No.16 Tahun 2001 menyebutkan wewenang pembina yayasan. Kewenangan tersebut meliputi:
1)        keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
2)        pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas;
3)        penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan;
4)        pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan
5)        penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.
Selain mempunyai wewenang, pembina yayasan juga harus tunduk pada ketentuan larangan yang ditetapkan oleh undang-undang. Ketentuan larangan bagi pembina yaitu pembina dilarang merangkap sebagai pengurus maupun pengawas yayasan. Larangan perangkapan jabatan tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas, dan tanggung jawab antara Pembina, Pengurus dan Pengawas yang dapat merugikan kepentingan Yayasan atau pihak lain.
Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Rapat tahunan pembina bertujuan untuk mengadakan evaluasi terhadap kekayaan, hak, dan kewajiban yayasan tahun yang lampau guna dijadikan dasar pertimbangan mengenai perkembangan yayasan di tahun berikutnya.
b.    Pengurus
                   Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan. Yang dapat menjadi pengurus yayasan adalah orang perorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum. Sebagaimana halnya pembina, pengurus pun dilarang merangkap jabatan, baik sebagai pengawas maupun sebagai pembina.
                   Pengurus diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina untuk jangka waktu/masa bakti 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali. Susunan kepengurusan suatu yayasan sekurang-kurang terdiri dari: seorang ketua, seorang sekretaris, dan seorang bendahara.
                   Oleh karena pengurus diangkat oleh pembina, maka melalui rapat pembina, pengurus dapat diberhentikan dari jabatannya apabila pembina menganggap bahwa pengurus melakukan tindakan yang merugikan yayasan. Terhadap pemberhentian dan penggantian pengurus, pengurus atau kejaksaan (karena kepentingan umum) dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk membatalkan pemberhentian atau penggantian pengurus. Pengadilan dalam waktu paling lama 30 hari sejak diterimanya permohonan, menetapkan apakah pemberhentian dan penggantian pengurus tersebut dibatalkan atau tidak.
                   Tugas, wewenang dan tanggung jawab pengurus:
(1) Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan.
(2) Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan.
(3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam poin (2), Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan.
(4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan d pemberhentian pelaksana kegiatan Yayasan diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan.
(5) Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga.
c. Pengawas
Dalam setiap yayasan wajib mempunyai sekurang-kurangnya seorang (satu orang) pengawas yang tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya diatur dalam anggaran dasar. Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan. Ketentuan mengenai siapa saja yang dapat menjadi pengawas dan larangan rangkap jabatan bagi pengurus berlaku juga bagi pengawas.
Dalam hal tugas pengawasan yang dilakukannya, pengawas dapat memberhentikan sementara pengurus dengan menyebutkan alasannya. Dalam waktu paling lama 7 hari sejak pemberhentian sementara pengurus, pengawas wajib melaporkan secara tertulis perihal pemberhentian sementara pengurus itu. Kemudian pembina dalam waktu paling lambat 7 hari harus memanggil pengurus yang diberhentikan sementara untuk mendengar pembelaannya. Dalam waktu paling lama 7 hari sejak hari pemanggilan dan pembelaan pengurus yang diberhentikan sementara, pembina memutuskan apakah mencabut surat pemberhentian sementara yang ditetapkan oleh pengawas atau memberhentikan pengurus yang bersangkutan secara tetap.
Pengangkatan pengawas dilakukan oleh pembina melalui rapat pembina. Syarat pengangkatan pengawas oleh pembina ditentukan dalam anggaran dasar. Pengawas diangkat untuk jangka waktu 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali.
Pengawas yang oleh pembina dinilai telah melakukan tindakan yang merugikan yayasan, diberhentikan dan diganti oleh pembina melalui rapat pembina. Namun demikian pemberhentian tersebut tidak bisa dilakukan secara sewenang-wenang (detournement de pouvoir) melainkan harus sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Pengawas yang diberhentikan atau kejaksaaan (demi kepentingan umum), dapat mengajukan permohonan pembatalan pemberhentian dan penggantian pengawas kepada pengadilan negeri. Selanjutnya dalam waktu 30 hari sejak permohonan pembatalan diterima, pengadilan negeri menetapkan apakah membatalkan atau tidak membatalkan pemberhentian yang dilakukan oleh pembina.
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengawas dan kekayaan yayasan tidak cukup untuk membayar hutang-hutangnya, maka pengawas bertanggung jawab secara tanggung renteng (bersama-sama) atas kerugian tersebut. Namun demikian apabila seorang pengawas dapat membuktikan bahwa kepailitan terjadi bukan karena kalalaian atau kelasahannya, maka ia dibebaskan dari kewajiban untuk bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugiannya tersebut.

Pembubaran Yayasan

Yayasan dapat dibubarkan karena:
1)        jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir;
2)        tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai;
3)        putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:
a)        Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;
b)        tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau
c)        harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.

Dalam hal yayasan dibubarkan karena jangka waktunya telah berakhir atau tujuan yayasan telah tercapai/tidak tercapai, pembina menunjuk likuidator yang bertugas melakukan pemberesan terhadap yayasan. Apabila pembina tidak menunjuk likuidator maka pembina bertindak sebagai likuidator. Dalam hal yayasan dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pengadilan yang bersangkutan menunjuk kurator yang bertugas melakukan pemberesan yayasan.
Selama dalam pemberesan, yayasan yang dibubarkan dicantukan frasa “Dalam Likuidasi” setelah namaYayasan.
Dalam waktu paling lama 5 hari Setelah likuidator/kurator ditunjuk untuk melakukan proses likuidasi terhadap yayasan yang dibubarkan, likuidator/kurator mengumumkan pembubaran dan proses likuidasi yayasan yang bersangkutan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.
Likuidator/kurator dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak proses likuidasi berakhir, wajib melaporkan hasil likuidasi/pembubaran kepada pembina. Selain itu dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak proses likuidasi berakhir, likuidator/kurator wajib mengumumkan hasil likuidasi pada surat kabar harian berbahasa Indonesia.
Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan pada Yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan. Jika tidak, maka kekayaan sisa hasil likuidasi tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan kegiatan Yayasan yang bubar.

      
       







BAB V

PERUSAHAAN


Tanda Daftar Usaha Perusahaan ( TDUP )

Adalah tanda daftar yang diberikan kepada perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya. Dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 37/MDAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan. Perusahaan yang wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan (TDUP) adalah:
1. Setiap Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
2. Koperasi
3. Persekutuan Komanditer (CV)
4. Firma
5. Perseorangan, dan
6. Bentuk Usaha Lainnya (BUL),
7. Perusahaan Asing dengan status Kantor Pusat, Kantor Tunggal, Kantor Cabang, Kantor Pembantu, Anak Perusahaan, Agen Perusahaan, dan Perwakilan Perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prosedur Persyaratan
1. Pemohon mengisi formulir permohonan Tanda Daftar Perusahaan dilampiri
berkas – berkas persyaratan disampaikan kepada Bupati melalui Kepala
BPPT.
2. Petugas pendaftaran menerima dan meneliti kelengkapan permohonan
Tanda Daftar Perusahaan.
3. Pemohon membayar retribusi.
4. Dinas teknis menerbitkan rekomendasi.
5. Petugas administrasi memproses dan menerbitkan Tanda Daftar
Perusahaan.
6. Pemohon mengambil dokumen Tanda daftar Perusahaan dengan
menunjukkan bukti pembayaran retribusi Tanda Daftar Perusahaan.

Persyaratan
1. Foto copy KTP.
2. Surat Keterangan dari Kepala Desa yang diketahui oleh Camat.
3. Surat Keterangan Tempat Usaha ( HO ).
4. Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ).
5. Akta pendirian perusahaan.
6. Data akta pendirian perusahaan.
7. Akta perubahan pendirian perusahaan.
8. Keputusan pengesahan.
9. Neraca perusahaan terakhir.
10. TDP yang telah dilegalisir.
11. Akta pembukaan cabang.
12. Surat penunjukan dari Kantor Pusat untuk Kantor Cabang yang disahkan
oleh Notaris.
Jangka Waktu Berlakunya
Masa berlakunya TDUP selama 5 tahun, setelahnya wajib mendaftar ulang
Waktu Penyelesaian
Maksimal 5 ( lima ) hari kerja setelah permohonan diterima dengan lengkap dan
benar.
Pengecualian
Tanda Daftar Perusahaan dengan Surat Izin Usaha Perdagangan Mikro dan Kecil perizinannya diterbitkan kecamatan.

SIUP adalah Izin Usaha yang dikeluarkan Instansi Pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota/Wilayah sesuai domisili perusahaan. SIUP digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha dibidang Perdagangan Barang/Jasa di Indonesia sesuai dengan KLUI “Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia”.

Penggolongan SIUP

Berdasarkan besarnya jumlah Modal dan Kekayaan Bersih di luar tanah dan bangunan atau jumlah modal disetor dalam akta pendirian/perubahan, maka penggolongan SIUP dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu :
  • SIUP BESAR, diberikan kepada perusahaan yang memiliki modal dan kekayaan bersih atau modal disetor dalam AKTA PENDIRIAN/PERUBAHAN dengan nilai diatas Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
  • SIUP MENENGAH, diberikan kepada perusahaan yang memiliki modal dan kekayaan bersih atau modal disetor dalam AKTA PENDIRIAN/PERUBAHAN dengan nilai diatas Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) s/d Rp. 500.000.000,- (limaratus juta rupiah).
  • SIUP KECIL, diberikan kepada perusahaan yang memiliki modal dan kekayaan bersih atau modal disetor dalam AKTA PENDIRIAN/PERUBAHAN dengan nilai sampai dengan Rp.200.000.000- (duartus juta rupiah).

Prosedur Permohonan

Perusahaan mengambil formulir, mengisi dan mengajukan permohonan SIUP beserta persyaratannya melalui Kantor Dinas Perindustrian & Perdagangan Kota/Wilayah sesuai domisili perusahaan untuk permohonan SIUP Menengah dan SIUP Kecil. Sedangkan untuk permohonan SIUP-BESAR diajukan melalui Kanwil Perindustrian dan Perdagangan Kota/Propinsi sesuai domisili perusahaan.

Persyaratan

  1. Copy Akta pendiran (asli diperlihatkan)
  2. Copy Akta perubahannya & Laporannya, jika ada (asli diperlihatkan)
  3. Copy SK. Menteri Hukum & HAM RI (asli diperlihatkan) atau Bukti PNBP untuk PT-Baru
  4. Copy Surat Keterangan Domisili perusahaan, (asli diperlihatkan)
  5. Copy SITU-Surat Izin Tempat Usaha (bagi perusahaan yang dipersyaratan)
  6. Copy Kontrak/Sewa T.Usaha/Surat Keterangan dari pemilik gedung
  7. Copy NPWP-Nomor Pokok Wajib Pajak (asli diperlihatkan)
  8. Copy KTP Pemegang Saham atau NPWP jika badan usaha
  9. Copy KTP Pengurus perseroan(Direksi & Komisaris)
  10. Copy KK jika Pimpinan/Penanggung Jawab perusahaan adalah Wanita
  11. Pas Photo Direktur Utama/Pimpinan Perusahaan (3 x 4) 2 lembar
  12. Copy Neraca Awal Perusahaan

Masa Berlaku

SIUP berlaku selama perusahaan masih menjalankan kegiatan usaha perdagangan barang/jasa sejak tanggal dikeluarkan.

Koperasi

a.       Fotocopy Akte Pendirian Koperasi yang telah mendapatkan pengesahan dari Instansiberwenang
b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pimpinan / Penanggung jawab Koperasi
c. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan
d. Fotocopy Surat Izin Gangguan bagi kegiatan dan usaha Perdagangan yang dipersyaratkan
e. Neraca Awal Perusahaan

CV dan Firma

a. Fotocopy Akte Pendirian Perusahaan/Akte Notaris yang telah didaftarkan pada   PengadilanNegeri
b. Fotocopy KTP Pemilik/Direktur Utama Penanggung jawab Perusahaan
c. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan
d. Fotocopy Surat Izin Gangguan bagi kegiatan dan usaha Perdagangan yang dipersyaratkan
e. Neraca Awal Perusahaan

Perusahaan Perorangan

a. Fotocopy KTP Pemilik/Direktur Utama/Penanggung jawab Perusahaan
b. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan
c. Fotocopy Surat Izin Gangguan bagi kegiatan dan usaha Perdagangan yang dipersyaratkan
d. Neraca Awal Perusahaan
Untuk setiap berkas permohonan dilengkapi dengan
1. Surat domisili usaha
2. Denah lokasi usaha
3. Foto 4x6 berwarna 3 lembar.
4. Susunan pengurus (kecuali Perusahaan Perorangan).
5. Legalisir SIUP Pusat (jika perusahaan berupa cabang).
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian TDUP dan SIUP
Menteri Perindustrian dan Perdagangan kembali mengeluarkan ketentuan dan tata cara pemberian Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) berupa keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.408/MPP/10/1997 Tanggal 3-10-1997. Ketentuan tersebut mengatur sebagaimana diuraikan di bawah ini, bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan wajib memperoleh perizinan di bidang perdagangan meliputi:
a. Tanda Daftar Usaha Perdagangan atau TDUP, dan
b. Surat Izin Usaha Perdagangan atau SIUP.
Perbedaan antara TDUP dan SIUP
a. Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha Perdagangan dengan nilai investasi Perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh TDUP yang diberlakukan sebagaiSIUP.
b. Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha Perdagangan dengan nilai investasi Perusahaan di atas Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperolah SIUP.
c. Perusahaan yang telah memperoleh TDUP apabila dalam perkembangannya nilai investasi Perusahaan seluruhnya tidak termasuk tanah dan bangunan melampaui Rp 200.000.000 atau memiliki penjualan tahunan telah melampaui Rp 1.000.000.000 maka Perusahaan yang bersangkutan dapat mengganti TDUP-nya menjadi SIUP apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan.
Perusahaan yang Dibebaskan
Setiap Perusahaan yang melakukan kegitan usaha perdagangan diwajibkan memperolah perizinan di bidang perdagangan. Namun di samping itu ada Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban tersebut.
Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban memperoleh TDUP dan SIUP adalah:
a. Cabang perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan Usaha Perdagangan mempergunakan TDUP atau SIUP Perusahaan Pusat.
b. Perusahaan yang telah mendapatkan Izin Usaha yang setara dari Departemen Teknis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Perusahaan produksi yang didirikan dalam rangka Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
d. BUMN dan BUMD
e. Perusahaan kecil perorangan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:.         1. Tidak berbentuk Badan Hukum atau Persekutuan
2.  Diurus, dijalankan atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau dengan mempekerjakan anggota keluarganya yang terdekat.
f. Pedagang keliling, pedagang pinggir jalan atau pedagang kaki lima.
TDUP atau SIUP diterbitkan berdasarkan tempat kedudukan (domisili) perusahaan dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.
Perubahan Perusahaan
Yang dimaksud dengan Perubahan Perusahaan adalah meliputi Perubahan: Nama Perusahaan, Alamat Kantor Perusahaan, Nama Pemilik/ Penanggung Jawab, NPWP, Nilai Investasi, Bidang Usaha, Jenis Kegiatan Usaha, Jenis Barang Jasa DagangUtama. Apabila Perusahaan melakukan perubahan, maka diwajibkan melakukan permintaan perubahan TDUP atau SIUP.
Perubahan sepanjang yang menyangkut investasi ditetapkan sebagai berikut:
a) Nilai investasi seluruhnya setelah perubahan turun menjadi atau kurang dari Rp 200.000.000 tidak diwajibkan melakukan perubahan SIUP.
b) Nilai investasi seluruhnya setelah perubahan menjadi diatas Rp 200.000.000 dapat mengajukan perubahan TDUP menjadi SIUP.
c) Nilai investasi seluruhnya yang semula sudah diatas Rp 200.000.000 sehingga investasinya menjadi lebih besar dari semula, tidak diwajibkan mengajukan perubahan SIUP.
d) Nilai investasi seluruhnya yang semula diatas Rp 200.000.000 setelah perubahan turun menjadi sampai dengan Rp 200.000.000 dapay menyesuaikan SIUPnya menjadi TDUP.
Perubahan-perubahan yang tidak termasuk perubahan seperti disebutkan diatas wajib dilaporkan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang menerbitkan TDUP atau SIUP
.
Wajib Lapor
a) Perusahaan yang dengan nilai investasi sampai dengan Rp 200.000.000 yang telah memperoleh TDUP menyampaikan laporan kepada Ka KANDEP yang besangkutan.
b) Perusahaan yang dengan nilai investasi diatas Rp 200.000.000 yang telah memperoleh SIUP wajib menyampaikan laporan kepada Ka KANWIL yang bersangkutan.
Setiap perusahaan yang tidak lagi melakukan kegiatan Usaha Perdagangan atau menutup Perusahaan, wajib lapor kepada Ka KANDEP atau Ka KANWIL setempat disertai pengembalian TDUP atau SIUP asli.
Uang Jaminan dan Biaya Administrasi
Berdasarkan ketentuan dalm Keputusan Menperindag No. 227/MPP/Kep/7/1997 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.04/Kp/i/1980, maka uang jaminan dan Biaya Administarsi dalam pengurusan TDUP atau SIUP sebesar nol Rupiah.

Pembuatan Peraturan Perusahaan

Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh Perusahaan, yang di dalamnya memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan (UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Sebuah Peraturan Perusahaan baru dikatakan sah dan mengikat Perusahaan dan Karyawan apabila telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Pengesahan itu dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk, yaitu kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota (untuk perusahaan yang terdapat dalam satu Kabupaten/Kota) dan kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan tingkat Provinsi (untuk Perusahaan yang terdapat dalam lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kota).
Kewajiban membuat Peraturan Perusahaan berlaku terhadap Perusahaan yang memiliki paling sedikit 10 orang Karyawan. Kewajiban itu tidak berlaku apabila Perusahaan telah memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yaitu perjanjian antara Serikat Pekerja dan Perusahaan yang di dalamnya mengatur syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Selain mengatur syarat-syarat kerja yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, Peraturan Perusahaan juga merinci lebih lanjut ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan Ketenagakerjaan. Dalam hal Peraturan Perusahaan mengatur kembali (menegaskan) ketentuan peraturan perundang-undangan, maka ketentuan itu kondisinya harus lebih baik dari peraturan perundang-undangan. Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
  1. Hak dan kewajiban Perusahaan.
  2. Hak dan kewajiban Karyawan.
  3. Syarat kerja.
  4. Tata tertib perusahaan.
  5. Jangka waktu berlakunya Peraturan Perusahaan.
Dalam satu Perusahaan hanya boleh dibuat satu Peraturan Perusahaan yang berlaku bagi seluruh Karyawan. Jika Perusahaan memiliki cabang, maka selain Peraturan Perusahaan induk yang berlaku bagi semua Karyawan, Perusahaan juga dapat membuat Peraturan Perusahaan turunan yang berlaku khusus bagi Karyawan di masing-masing cabang Perusahaan sesuai dengan kondisi masing-masing Perusahaan cabang. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup, dan masing-masing Perusahaan merupakan badan hukum yang berdiri sendiri-sendiri, maka Peraturan Perusahaan harus dibuat oleh masing-masing Perusahaan itu sebagai badan hukum.

Penyusunan Draf Peraturan Perusahaan

Tugas penyusunan Peraturan Perusahaan merupakan tanggung jawab dari Perusahaan. Sebelum disahkan oleh Menteri, penyusunan itu dilakukan oleh Perusahaan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Karyawan terhadap draf Peraturan Perusahaan. Karena masukan dari Karyawan itu bersifat “saran” dan “pertimbangan”, maka pembuatan Peraturan Perusahaan tidak dapat diperselisihkan – bila terjadi perbedaan pendapat antara Karyawan dan Perusahaan. Karena sifatnya saran dan pertimbangan, maka Karyawan dapat juga untuk tidak memberikan saran dan pertimbangan tersebut meskipun telah diminta oleh Perusahaan.
Pemilihan wakil Karyawan dalam rangka memberikan saran dan pertimbangannya harus dilakukan dengan tujuan untuk mewakili kepentingan para Karyawan. Pemilihan itu dilakukan secara demokratis, yaitu dipilih oleh Karyawan sendiri terhadap Karyawan yang mewakili setiap unit kerja di dalam Perusahaan. Apabila di dalam Perusahaan telah terbentuk Serikat Pekerja, maka saran dan pertimbangan tersebut diberikan oleh pengurus Serikat Pekerja.
Untuk memperoleh saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan, pertama-tama Perusahaan harus menyampaikan naskah rancangan Peraturan Perusahaan itu kepada wakil Karyawan –  atau Serikat Pekerja. Saran dan pertimbangan tersebut harus sudah diterima kembali oleh Perusahaan dalam waktu 14 hari kerja sejak tanggal diterimanya naskah rancangan Peraturan Perusahaan oleh wakil Karyawan. Jika dalam waktu 14 hari kerja itu wakil Karyawan tidak memberikan saran dan pertimbangannya, maka Perusahaan sudah dapat mengajukan pengesahan Peraturan Perusahaan itu tanpa saran dan pertimbangan dari Karyawan – dengan disertai bukti bahwa Perusahaan telah meminta saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan namun Karyawan tidak memberikannya.

Pengesahan Menteri Ketenagakerjaan

Permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan diajukan kepada Menteri melalui pejabat yang ditunjuk. Pengajuan permohonan itu dilakukan dengan melengkapi:
  1. Permohonan tertulis yang memuat keterangan mengenai Perusahaan.
  2. Naskah Peraturan Perusahaan dalam rangkap 3 yang telah ditandatangani oleh Perusahaan.
  3. Bukti telah dimintakan saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan.
Setelah Pejabat yang ditunjuk meneliti kelengkapan dokumen-dokumen tersebut, dan dalam naskah Peraturan Perusahaan juga tidak terdapat materi yang bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan, selanjutnya Pejabat yang ditunjuk wajib mengesahkan Peraturan Perusahaan. Pengesahan itu dilakukan dengan menerbitkan Surat Keputusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan pengesahan.
Sebaliknya, Jika syarat-syarat itu tidak terpenuhi, maka Pejabat yang ditunjuk akan mengembalikan secara tertulis permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan kepada Perusahaan yang bersangkutan dalam waktu paling lama 7 hari kerja sejak diterimanya pengajuan permohonan pengesahan. Pengembalian itu disertai dengan catatan-catatan tentang kelengkapan yang perlu diperbaiki. Perusahaan wajib menyampaikan Peraturan Perusahaan yang telah dilengkapi atau diperbaiki kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dalam waktu paling lama 14  hari sejak tanggal diterimanya pengembalian Peraturan Perusahaan. Jika Perusahaan tidak memenuhinya sesuai waktu yang telah ditentukan, maka Perusahaan dapat dinyatakan tidak mengajukan permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan – sehingga dapat dianggap belum memiliki Peraturan Perusahaan.

Masa Berlakunya Peraturan Perusahaan

Masa berlakunya Peraturan Perusahaan paling lama adalah 2 tahun, dan setelahnya wajib diperbaharui kembali. Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila Serikat Pekerja menghendaki untuk diadakannya perundingan Perjanjian Kerja Bersama, maka Perusahaan wajib melayaninya. Namun jika perundingan itu tidak mencapai kesepakatan, maka Peraturan Perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktunya.









BAB VI

PERSEROAN TERBATAS



Jenis Perseroan Terbatas (PT)

Mengenai klasifikasi perseroan diatur dalam UUPT 2007, tersurat dan tersirat dalam Pasal 1 angka 6 dan Pasal 1 angka 7.
Perseroan Tertutup
            Perseroan, pada dasarnya adalah badan hukum yang memenuhi syarat ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Dia merupakan persekutuan modal yang terbagi dalam saham. Didirikan berdasarkan perjanjian diantara pendiri atau poemegang saham, serta melakukan kegiatan usaha, dan kelahirannya juga melalui proses hukum yang dikukuhkan berdasarkan keputusan pengesahan oleh Menkumham.  Pada perseroan tertutup terdapat ciri khusus, antara lain:
a.       Biasanya pemegang sahamnya “terbatas” dan “tertutup” (besloten, close). Hanya terbatas pada orang-orang yang masih kenal mengenal atau pemegang sahamnya hanya terbatas diantara mereka yang masih ada ikatan keluarga, dan tertutup bagi luar.
b.      Saham perseroan yang ditetapkan dalam AD, hanya sedikit jumlahnya, dan dalam AD, sudah ditentukan dengan tegas siapa yang boleh menjadi pemegang saham.
c.       Sahamnya juga hanya atas nama (aandeel op nam, registered share) atas orang-orang tertentu secara terbatas.
Berdasarkan karakter yang demikian perseroan yang semacam ini disebut dan diklasifikasi perseroan yang bersifat “tertutup” (besloten vennootschaap, close corporation) atau disebut juga perseroan terbatas keluarga (famalie vennootschaap, corporate family).
            Perseroan terbatas yang tertutup, dalam kenyataan praktik, dapat juga diklasifikasi lagi, yang terdiri atas :
a.       Murni tertutup
Ciri perseroan terbatas yang murni tertutup, dapat dijelaskan sebagai berikut:
·   Yang boleh menjadi pemegang saham benar-benar terbatas dan tertutup secara mutlak, hanya terbatas pada lingkungan teman tertentu atau anggota keluarga tertentu saja.
·   Sahamnya diterbitkan atas nama oang-orang tertentu dimaksud
·   Dalam AD ditentukan dengan tegas, pengalihan saham, hanya boleh dan terbatas diantara sesama pemegang saham saja.
Itu sebabnya perseroan terbatas yang tertutup yang seperti ini, diebut murni tertutup atau absolut tertutup. Tidak diberi ruang gerak kepada orang luar untuk menjadi pemegang saham.
b.      Sebagian Tertutup, Sebagian Terbuka
   Tipe lain perseroan terbatas bersifat tertutup yang dijumpai dalam praktik adalah yang tidak murni atau tidak absolut tertutup. Coraknya sebagian tertutup, dan sebagian lagi terbuka dengan acuan sebagai berikut :
·   Seluruh saham perseroan, dibagi mejadi dua kelompok
·   Satu kelompok saham tertentu, hanya boleh dimiliki orang atau kelompok tertentu saja. saham yang demikian, misalnya dikelompokkan atau digolongkan “saham istimewa”, hanya dapat dimiliki orang tertentu dan terbatas,
·   Sedang kelompok saham yang lain, boleh dimiliki secara terbuka oleh siapapun.
          Perseroan Publik
Pasal 1 angka 8 UUPT 2007 yang berbunyi :
“Perseroan publik adalah perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan”.
Rujukan peraturan perundang-undangan yang dimaksud Pasal 1 angka 8 UUPT 2007 adalah UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dalam hal ini Pasal 1 angka 22. Menurut pasal ini, agar perseroan menjadi perseroan publik, harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.       Saham perseroan yang bersangkutan, telah dimiliki sekurang-kurangnya 300 pemegang saham
b.      Memiliki modal disetor (gestort capital, paid up capital) sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000, (tiga milyar rupiah)
c.       Atau suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah modal disetor yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
Kalau perseroan telah memenuhi kriteria yang disebut di atas, perseroan itu harus mematuhi ketentuan Pasal 24 UUPT 2007. Menurut pasal ini :
a.       Perseroan yang telah memenuhi kriteria sebagai perseroan publik, wajib mengubah AD menjadi perseroan terbuka (perseroan tbk)
b.      Perubahan AD dimaksud, harus dilakukan dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak terpenuhinya kriteria tersebut
c.       Selanjutnya, Direksi perseroan “wajib” mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan  ketentuan peratuan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.
                        Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk)
Klasifikasi atau tipe yang ketiga adalah perseroan terbuka (perseroan tbk), sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal 1 angka 7 UUPT 2007, yang berbunyi :
“Perseroan terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”
Jadi yang dimaksud dengan perseroan tbk menurut Pasal 1 angka 7 UUPT 2007, adalah :
·   Perseroan publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 22 UU No. 8 Tahun 1995 yakni memiliki pemegang saham sekurang-kurangnya 300 orang, dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000, (tiga milyar rupiah).
·   Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offtering) saham di Bursa Efek. Maksudnya perseroan tersebut, menawarkan atau menjual saham atau efeknya kepada masyarakat luas.
Hanya emiten yang boleh melakukan penawaran umum. Menurut Pasal 1 angka 6 UUPM,  emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum, dan penawaran umum baru dapat dilakukan emiten setelah lebih dulu mendaftar ke Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM). Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UUPM, BAPEPAM, berfungsi melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar Modal. BAPEPAM berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
Mengenai tata cara pendaftaran perseroan tbk dalam rangka melakukan penawaran umum (public offering) saham yang diterbitkannnya, dapat dijelaskan secara ringkas, antara lain sebagai berikut :
a.       Setiap perseroan publik yang hendak melakukan penawaran umum, “wajib” mendaftarkan diri kepada BAPEPAM.
b.      Bentuk dan isi Pendaftaran
Berdasarkan Pasal 1 angka 19 UUPM, pernyataan pendaftaran adalah dokumen yang wajib  disampaikan kepada BAPEPAM oleh emiten dalam rangka penawaran umum yang harus mencangkup semua “informasi” dan “fakta material” mengenai perseroan publik tersebut, yang dapat “mempengaruhi” keputusan permodal adau investor membeli saham atau efek yang ditawarkan.
c.       Memberikan informasi dan Fakta Material yang perlu dan layak diketahui Investor.
                        Perseroan Grup (Group Company)
Pada masa sekarang, banyak perseroan yang memanfaatkan prinsip limited liability atau pertanggungjawaban terbatas. Dalam rangka memanfaatkan limited liability, sebuah perseroan dapat mendirikan “perseroan anak” atau subsiadiry untuk menjalankan bisnis “perseroan induk” (parent company). Dengan demikian, sesuai dengan prinsip keterpisahan (separation) dan perbedaan (distinction) yang dikenal dengan istilah separate entity, maka asset perseroan induk dengan perseroan anak “terisolasi” terhadap kerugian potensial (potential loses) yang akan dialami oleh satu diantaranya.
Pada masa sekarang, bisa dijumpai satu perseroan grup (group company), terdiri atas sejumlah bahkan beratus perseroan sebagai perseroan anak (subsidiary). Perseroan holding (parent company) kemungkinan besar tidak aktif melakukan kegiatan bisnis atau perdagangan. Hanya sahamnya ditanamkan dalam berbagai perseroan anak, dan mereka itu yang melakukan dan melaksanakan kegiatan usaha.
Pada UUPT 2007, tidak menjelaskan maupun mengatur ketentuan mengenai perseroan grup atau perseroan holding. Padahal dalam praktik perlu diketahui apa yang dimaksud perseroan grup (group company) atau perseroan holding (holding company) yang bisa disebut perseroan induk atau parent company berhadapan dengan perseroan anak atau anak perusahaan (subsidiary company).
Pada penjelasan Pasal 29 UUPT 1995, penjelasan ini mengatakan, yang dimaksud dengan “perusahaan anak” (subsidiary) adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
a.       lebih dari 50% suara dalam RUPS, dikuasai oleh induk perusahaan (holding company);
b.      lebih dari 50% suara dalam RUPS, dikuasai oleh induk perusahaannya;
c.       kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaan;
Dengan demikian apa yang dikemukakan pada penjelasan Pasal UUPT 1995, masih dianggap relevan sebagai landasan memahami dan menerapkan perseroan induk (parent or holding Company) dan perseroan Anank (Subsidiary).

            Dasar Hukum Pembentukan Perseroan Terbatas (PT)

            Dasar hukum pembentukan suatu perseroan terbatas (PT) adalah sebagai berikut:
a.       Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
b.      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan;
c.       Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal berkaitan dengan pembentukan PT Terbuka;
d.      Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas;
e.       Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas;
f.       Keputusan Menkumham Republik Indonesia No. M-01.HT.01.01 Tahun 2000 Tanggal 4 Oktober 2000 tentang Pemberlakuaan Sistem Administrasi Badan Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;
g.      Keputusan Jenderal Administrasi Hukum Umum No. C-1.HT.01.01 Tahun 2001 tentang Dokumen Pendukung Format Isian Akta Notaris (FIAN) Model 1 dan Dokumen Pendukung Format Isian Akta Notaris (FIAN) model 11 untuk Perseroan Terbatas Tertentu;
h.      Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C-01.HT.01.01 Tahun 2003 tanggal 22 januari 2003 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan dan Pengesahan Akta Pendirian dan Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas;
i.        Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C-01.HT.01.04 Tahun 2003 tanggal 22 januari 2003 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas;
j.        Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C-03.HT.01.04 Tahun 2003 tanggal 5 Maret 2003 tentang Tata Cara Penyampaian Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas;
k.      Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C-HT.01.10-03 tanggal 8 Maret 2004 tentang Berakhirnya Sistem Manual terhadap Permohonan Pengesahan Akta Pendirian, Persetujuan, dan Pelaporan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas;
l.        Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C-24.HT.01.10-03 Tahun 2004 tanggal 12 November 2004 tentang Petunjuk Teknis Sistem Administrasi Hukum Umum.

            Ciri-ciri perseroan Terbatas (PT)

            Perseroan terbatas (PT) merupakan badan hukum (legal entity), yaitu badan hukum “mandiri” (persona standi in judicio) yang memiliki sifat dan ciri kualitas yang berbeda dari bentuk usaha yang lain, yang dikenal sebagai karakteristik suatu PT yaitu sebagai berikut:
1.   Sebagai asosiasi modal;
2.   Kekayaan dan hutang PT adalah terpisah dari kekayaan dan utang pemegang saham;
3.   Pemegang saham:
a.   bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan, atau tanggung jawab terbatas (limited liability);
b.   tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan (PT) melebihi nilai saham yang telah diambilnya;
c.   tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan;
                  4.     Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan Pengurus atau Direksi;
                  5.   Memiliki Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas;
                 6.    Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).






CARA MENDIRIKAN PERSEROAN TERBATAS

Cara Mendirikan PT Menurut KUHD

            Posedur yang harus ditempuh untuk mendirikan suatu PT menurut KUHD adalah sebagai berikut:
Persyaratan
            Akta pendirian suatu perusahaan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.    Dibuat dalam bentuk otentik sesuai dengan Pasal 38 KUHD
Akta pendirian sebuah PT harus dibuat dalam bentuk otentik dengan ancamannya akan batal. Maksudnya adalah Akta pendiriannya harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu dibuat oleh atau di hadapan notaris. Bila tidak dibuat demikian maka akta tersebut dianggap batal.
b.    Memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman RI menurut Pasal 36 KUHD
Tahap ini merupakan langkah awal untuk sahnya suatu pendirian suatu perseroan terbatas.
c.    Didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat kedudukan perseroan, dan
d.   Diumumkan dalam Berita Negara RI, sesuai dengan Pasal 38 KUHD.
Persetujuan Menteri Kehakiman
       Surat Keputusan Persetujuan oleh Menteri Kehakiman RI memuat klausula yang berbunyi:
“Menyatakan bahwa PT ini baru dianggap badan hukum setelah mendapat pengesahan dari Departemen Kehakiman, pendaftaran pada Pengadilan Negeri yang bersangkutan dan pengumuman dalam Berita Negara RI”.      
       Ini menunjukan bahwa sebelum suatu PT diakui sebagai badan hukum, maka PT tersebut belum bisa bertindak melakukan perbuatan hukum. Dengan kata lain tidak bisa melakukan kegiatan transaksi, seperti melakukan jual-beli, membuat perjanjian dan lain sebagainya (rectsbetrekkingen). Kemudian pada tanggal 26 Oktober 1972, hal tersebut telah diubah menjadi persetujuan pengesahan tidak lagi dengan memakai klausula tersebut. Dengan demikian maka perusahaan sudah mulai dapat menjalankan kegiatannya tanpa harus menunggu sampai pendirian perusahaan diumumkan dalam Berita Negara RI.
Dasar pertimbangan
     Pertimbangan yang dipergunakan dalam memberikan persetujuan atas pendirian suatu PT adalah apabila pendirian tersebut:
1. Tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum menurut Pasal 37 KUHD;
2.  Tidak ada keberatan-keberatan yang penting terhadap pendiriannya;
3.  Tidak memuat ketentuan-ketentuan yang berlawanan dengan hal-hal yang diatur dalam KUHD Buku Kesatu Bab III Bagian 3 mengenai PT, yaitu mulai Pasal 38 sampai dengan Pasal 55.
Cara pemberian persetujuan
       Persetujuan yang diberikan oleh Menteri Kehakiman itu ada 2 macam:
1.    Bersyarat, yaitu persetujuan diberikan dengan catatan bahwa perseroan akan bersedia dibubarkan apabila Menteri Kehakiman mengganggap perlu untuk kepentingan umum;
2.    Tanpa syarat, yaitu persetujuan diberikan tanpa catatan yang artinya tidak bisa dibubarkan kecuali oleh Mahkamah Agung atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila pendirian PT tidak disetujui maka alasan untuk itu akan disampaikan kepada pemohon agar diketahui, kecuali pemberitahuan itu dianggap tidak sepantasnya.
       Tahap berikutnya adalah mendaftarkan pendirian PT pada Kantor Panitera Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau domisili perseroan atau PT tersebut, dan yang akhirnya adalah pengumuman atau diumumkan secara resmi dalam Berita Negara RI.

Cara Mendirikan PT Menurut UUPT Tahun 2007

            Pendirian perseroan diatur dalam Bab II, Bagian Kesatu UUPT 2007, yang terdiri atas Pasal 7-14.
Syarat sahnya pendirian perseroan
            Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi supaya pendirian perseroan sah sebagai badan hukum, yang terdiri atas:
a.       Harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih;
b.      Pendirian berbentuk akta notaris;
c.       Dibuat dalam bahasa Indonesia;
d.      Setiap pendiri wajib mengambil saham;
e.       Mendapat pengesahan dari Menkumham.
Syarat tersebut bersifat “kumulatif” bukan bersifat “fakultatif” atau “alternative”. Satu saja dari syarat itu cacat (defect) atau tidak terpenuhi, mengakibatkan pendiriannya tidak sah sebagai badan hukum.
a.      pendiri perseroan 2 (dua) orang atau lebih
         Syarat pendiri perseroan harus 2 (dua) atau lebih diatur pada Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007. Pengertian “pendiri” (promoters) menurut hukum adalah orang-orang yang mengambil bagian dengan sengaja (intention) untuk mendirikan perseroan. Selanjutnya orang-orang itu dalam rangka pendirian itu mengambil langkah-langkah yang penting untuk mewujudkan pendirian tersebut, sesuai dengan syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan.[21]  Jadi syarat pertama, pendiri perseroan paling sedikit 2 (dua) orang. Kurang dari itu, tidak memenuhi syarat, sehingga tidak mungkin diberikan “pengesahan” sebagai badan hukum oleh Menteri.
1).  Didirikan berdasarkan perjanjian
            Cara mendirikan perseroan oleh para pendiri (promoters), dilakukan berdasarkan “perjanjian”. Hal ini ditegaskan pada Pasal 1 angka 1 UUPT 2007 yang mengatakan, perseroan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan oleh para pendiri “berdasarkan perjanjian”. Berarti pendirian perseroan dilakukan secara “konsensual” (consensueel, consensual) dan “kontraktual” (contractueel, by contract) berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata.
            Pendirian perseroan berdasarkan perjanjian menurut penjelasan Pasal 7 ayat (1) aline Kedua, merupakan penegasan prinsip yang berlaku bagi UUPT 2007. Pada dasarnya perseroan sebagai badan hukum, didirikan berdasarkan perjanjian. Karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham.
                              2).  Yang dimaksud dengan orang
            Pendiri (promoters) perseroan terdiri atas “orang”, yakni 2 (dua) orang atau lebih. Yang dimaksud dengan “orang” merujuk kepada alinea pertama penjelasan Pasal 7 ayat (1) adalah:
a.       orang perorangan (naturlijk persoon, natural person) yakni perorangan atau pribadi kodrati atau manusia secara alamiah (human being) baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing;
b.      badan hukum (rechts persoon, legalperson or legal entity)
                              3).  Pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang
            Apabila setelah suatu perseroan mendapat pengesahan atau memperoleh status sebagai badan hukum dari Menteri, namun pemegang sahamnya kurang dari 2 (dua) orang maka telah diatur penyelesaiannya maupun akibat hukumnya pada Pasal 7 ayat (5) dan (6) UUPT 2007 sebagai berikut:

a.   kurangnya pemegang saham dari 2 (dua) orang hanya dapat ditolerir dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
      menurut ketentuan Pasal 7 ayat (5), apabila perseroan telah memperoleh status badan hukum, pada dasarnya pemegang saham tidak boleh kurang dari 2 (dua) orang. Apabila kurang dari 2 (dua) orang, hal itu dapat “ditolerir” oleh undang-undang paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. Selama itu, meskipun pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang, perseroan tetap sah memiliki legalitas sebagai badan hukum. Pada perseroan itu masih melekat prinsip separate entity dan limited liability. Semua perbuatan hukum yang dilakukan selama jangka waktu tersebut, sepenuhnya menjadi tanggung jawab perseroan. Tidak dapat dipikulkan menjadi tanggung jawab pribadi (personal liability) dari pemegang saham.
b.   tindakan yang harus dilakukan pemegang saham, apabila telah lewat 6 (enam) bulan
      kalau keadaan pemegang saham yang kurang dari 2 (dua) orang telah melampaui batas waktu 6 (enam) bulan, pemegang saham “tunggal” wajib melakukan tindakan alternatif berikut:
·   wajib mengalihkan sebagian saham yang dimilikinya kepada orang lain, atau
·   mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
c.       apabila kurangnya pemegang saham lebih dari 6 (enam) bulan
apabila kekurangan itu terus terjadi karena ternyata pemegang saham tunggal tersebut tidak mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau tetap tidak mengeluarkan saham baru kepada orang lain maka akibat hukum yang timbul atas peristiwa demikian sebagaimana diatur pada Pasal 7 ayat (6) UUPT 2007, yaitu sebagai berikut:
·   pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi (personalijkeaanpraakelijkkheid, personal liability) atas segala perikatan dan kerugian yang dibuat dan dialami perseroan.
·   pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pembubaran perseroan. Atas permohonan itu, pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan. Pengajuan permintaan pembubaran perseroan dalam hal pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang baru dapat diajukan pihak yang berkepentingan apabila kekurangan itu telah berlangsung lewat dari 6 (enam) bulan dan bentuk permintaannya adalah “permohonan” (verzoek, petition), bukan berbentuk gugatan (vordering, claim), dengan proses pemeriksaan secara “ex parte”.
Selama tidak ada yang mengajukan pembubaran, perseroan masih tetap eksis dan dapat melakukan kegiatan usaha. Namun tanggung jawab atas segala kontrak, transaksi, dan utang yang timbul sepenuhnya dibebankan menjadi tanggung jawab pribadi (personal liability) pemegang saham. Pada kasus yang seperti ini, prinsip tanggung jawab terbatas (beperkte aanspraakelijkheid, limited liability) yang digariskan pada Pasal 3 ayat (1) UUPT 2007, hapus dan gugur sehingga menembus harta pribadi pemegang saham atau piercing the corporate veil berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UUPT 2007.
                              4).  Pengecualian terhadap syarat pendiri dan pemegang saham terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih
                                                Pengecualian ini dikemukakan pada Pasal 7 ayat (7), yang mengatakan, ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih, tidak berlaku terhadap perseroan tertentu.
a.      persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara
menurut penjelasan Pasal 7 ayat (7) huruf a, yang dimaksud dengan persero adalah badan usaha milik negara (BUMN) yang berbentuk perseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalam UU tentang BUMN. Pengecualian ini baru berlaku kepada BUMN yang berbentuk persero apabila seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Jika tidak seluruhnya dimiliki oleh negara, harus tunduk pada syarat yang ditentukan Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007, yakni pemegang sahamnya minimal 2 (dua) orang.
b.      perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam UU tentang Pasar Modal (UU No. 8 Tahun 1995).

                        b.   Akta pendirian (Akta van Oprichting, Deed of incorporation or Articles of Incorporation) berbentuk akta notaris
                                       Akta pendirian ini harus berupa akta notaris tidak boleh berbentuk akta di bawah tangan. Keharusan akta pendirian harus berbentuk akta notaris ini, tidak hanya berfungsi sebagai probationis causa. Maksudnya akta notaris tersebut tidak hanya berfungsi sebagai “alat bukti”, melainkan juga berfungsi sebagai solemnitatis causa yakni apabila tidak dibuat dalam akta notaris maka akta pendirian perseroan itu tidak dapat memenuhi syarat, sehingga terhadapnya tidak dapat diberikan “pengesahan” oleh Menkumham.[22]  Hal-hal yang menyangkut ruang lingkup syarat akta notaris tersebut.
                              1).  Hal-hal yang harus dimuat dalam akta pendirian
                                          Pasal 8 Ayat (1), menentukan supaya akta notaris yang berfungsi sebagai akta pendirian yang sah menurut hukum, harus memuat hal-hal tertentu yang terdiri dari:
a.      memuat anggaran dasar (AD)
menurut Pasal 8 ayat (1) UUPT 2007, akta pendirian harus memuat AD perseroan yang rumusan dan ketentuannya telah disepakati oleh para pendiri (promoters), dengan ketentuan AD tidak boleh bertentangan dengan UUPT 2007 termasuk ketentuan pelaksanaannya. Akta pendirian yang tidak memuat AD tidak memenuhi syarat, menjadi tidak sah dan tidak dapat dijadikan dasar untuk memberi pengesahan perseroan sebagai badan hukum.
b.      Harus memuat keterangan lain
yang dimaksud dengan keterangan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UUPT 2007, sekurang-kurangnya terdiri atas:
·   nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan.
·   nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat.
·   nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor
                              2).  Pembentukan akta pendirian dapat diwakili
            Menurut ketentuan Pasal 8 ayat (3) UUPT 2007, pembuatan akta pendirian tidak mutlak mesti dilakukan mesti dilakukan para pendiri secara in person atau secara pribadi, tetapi dapat pula diwakili orang lain. Orang ini akan bertindak sebagai kuasa untuk dan atas nama para pendiri sesuai dengan ketentuan Pasal 1792 KUH Perdata.
            Pembuatan akta pendirian juga dapat dituangkan dalam bentuk surat kuasa. Supaya sah bertindak mewakili para pendiri menghadap  notaris atas pembuatan akta pendirian, harus berdasarkan “surat kuasa” (schriftelijk machtiging, written authorization).
                              3).  Akta pendirian dibuat dalam bahasa Indonesia
            Hal lain yang mesti dipenuhi akta pendirian yang digariskan Pasal 7 ayat (1), adalah syarat material yang mengharuskan dibuat dalam bahasa Indonesia. Semua hal yang melekat pada akta pendirian termasuk AD dan keterangan lainnya, harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian AD perseroan yang dibuat dalam bahasa asing, tidak sah.
                        c.   Setiap pendiri wajib mengambil bagian saham
         Syarat formil lain mendirikan perseroan diatur pada Pasal 7 ayat (2) UUPT 2007 yaitu setiap pendiri perseroan “wajib” mengambil bagian saham, dan pengambilan atas bagian itu wajib dilaksanakan setiap pendiri pada saat perseroan didirikan. Dengan demikian, agar syarat ini sah menurut hukum, pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan setian pendiri perseroan pada saat pendirian perseroan itu berlangsung. Tidak sah apabila dilakukan sesudah perseroan didirikan.
                        d.   memperoleh keputusan pengesahan status badan hukum dari Menteri
         Agar suatu perseroan sah berdiri sebagai badan hukum (rechts persoon, legal entity or legal person), harus mendapat pengesahan dari Menteri. Pengesahan diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri yang disebut Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan. Tata cara dan prosedur permohonan untuk memperoleh keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan dari Menteri diatur lebih lanjut pada Pasal 9 dan Pasal 10 UUPT 2007, dan Bab II Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M-01-HT.01.10 Tahun 2007, tanggal 21 September 2007.
1).  Yang mengajukan permohonan pengesahan, notaris sebagai kuasa dari      pendiri
            Pada Pasal 9 ayat (3) UUPT 2007 mengatakan, dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan pengesahan, pendiri hanya dapat memberikan kuasa kepada notaris. Yang dapat atau berhak mengajukan permohonan pengesahan badan hukum perseroan kepada Menteri adalah; pendiri perseroan secara bersama-sama, dan mereka dapat memberi kuasa untuk mengajukan permohonan tetapi yang dapat diberi kuasa hanya terbatas kepada notaris saja.
            Akan tetapi menurut Pasal 2 ayat (1) PERMEN No. M. 01-HT 01-10/2007 memang yang mempunyai hak untuk mengajukan permohonan adalah pendiri perseroan. Namun untuk melakukan pengajuan permohonan, pendiri memberi kuasa kepada notaris sehingga yang sah secara formil mengajukan permohonan harus dilakukan notaris dalam kualitas dan kapasitas sebagai kuasa dari pendiri.
                              2). Permohonan diajukan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk
            Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UUPT 2007, permohonan pengesahan badan hukum perseroan diajukan kepada Menteri. Akan tetapi, pada Pasal 2 ayat (2) PERMEN No. M01 HT 01-10/2007, notaris mengajukan permohonan pengesahan badan hukum perseroan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
            Berdasarkan Pasal 1 angka 8 PERMEN No. M01 HT 01-10/2007, yang dimaksud dengan pejabat yang ditunjuk berkaitan dengan pengajuan permohonan pengesahan dimaksud adalah Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU). Dengan demikian, permohonan pengesahan dapat diajukan notaris baik kepada Menteri atau Dirjen AHU.
                              3).  Bentuk pengajuan permohonan pengesahan, melalui sistem administrasi badan hukum (Sisminbakum) 
                                                Bentuk atau sistem permohonan pengesahan administrasi badan hukum  secara elektronik menurut Pasal 1 angka 2 PERMEN No. M01 HT 01-10/2007, diberi nama Sisminbakum. Sisminbakum pada dasarnya bukan hanya disediakan untuk mengajukan permohonan pengesahan badan hukum perseroan. Tetapi sistem ini meliputi permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan AD maupun pemberitahuan perubahan data perseroan seperti pengangkatan atau penggantian anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris.
                              4).  Caranya, mengisi Format Isian Akta Notaris (FIAN)
                                                Pasal 9 ayat (1) UUPT 2007 menegaskan, pengajuan permohonan melalui Sisminbakum dengan cara mengisi format isian. Dan format isian itu oleh Pasal 1 angka 3 PERMEN No. M01 HT 01-10/2007, disebutkan Format Isian Akta Notaris  (FIAN). Selanjutnya FIAN diklasifikasi pada Pasal 1 angka 4, 1 angka 5, dan 1 angka 6 menjadi:
                                    a.         FIAN model I adalah FIAN untuk permohonan pengesahan status badan hukum perseroan;
                                    b.   FIAN model II adalah FIAN untuk permohonan persetujuan perubahan AD perseroan;
                                    c.         FIAN model III adalah FIAN untuk penyampaian pemberitahuan perubahan AD dan data perseroan yang diwajibkan UUPT 2007.
                                    Berdasarkan klasifikasi FIAN yang dijelaskan di atas, menurut Pasal 3 ayat (1) PERMEN No. M01 HT 01-10/2007, permohonan pengesahan badan hukum perseroan yang diajukan notaris melalui Sisminbakum dengan cara mengisi FIAN Model I, setelah pemakaian nama perseroan disetujui oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk (Dirjen AHU) yang dilengkapi dengan keterangan mengenai dokumen pendukung.
                              5).  Tenggang waktu mengajukan permohonan melalui Sisminbakum
                                                Mengenai jangka waktu permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri melalui Sisminbakum menurut Pasal 10 ayat (1) UUPT 2007 dan Pasal 6 ayat (5) PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007 yaitu harus diajukan kepada Menteri atau Dirjen AHU paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani dan permohonan dilengkapi dengan keterangan dokumen pendukung.
                                                Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (9) UUPT 2007 dan Pasal 6 ayat (5) PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007, apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari dan tanggal penandatanganan Akta Pendirian tidak diajukan permohonan pengesahan badan hukum atas perseroan itu, maka demi hukum atau karena hukum (van recthswege, ipso jure) perseroan yang belum memperoleh status badan hukum itu bubar atau likuidasi (liquidatie, liquidation or winding up).
                              6).  Menteri atau dirjen AHU, dapat menyatakan tidak keberatan secara langsung melalui sistem Sisminbakum
                                                Menurut Pasal 10 ayat (3) UUPT 2007 dan Pasal 5 ayat 1 PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007, apabila FIAN Model I dan keterangan mengenai dokumen pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri atau Dirjen AHU langsung menyatakan tidak keberatan atas permohonan pengesahan yang diajukan dan pernyataan tidak keberatan tersebut dilakukan Menteri atau Dirjen AHU langsung melalui Sisminbakum secara elektronik.
                                                Sebaliknya, menurut Pasal 10 ayat (4) UUPT 2007, apabila FIAN Model I dan keterangan mengenai dokumen pendukung tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan maka Menteri atau Dirjen AHU langsung memberitahukan penolakan atas permohonan pengesahan yang diajukan notaris, dan pemberitahuan penolakan permohonan disertai dengan alasan kepada pemohon melalui Sisminbakum secara elektronik.
                              7).  Berdasarkan pernyataan tidak keberatan, notaris wajib menyampaikan permohonan pengesahan secara fisik
                                                Berdasarkan Pasal 10 ayat (5) UUPT 2007 dan Pasal 5 ayat (2) PERMEN  No. M-01 HT 01-10/2007, apabila Menteri atau Dirjen AHU telah menyampaikan pernyataan tidak keberatan atas permohonan pengesahan badan hukum yang diajukan notaris maka berbarengan dengan pernyataan tidak keberatan itu, notaris yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan pengesahan serta lampiran dokumen pendukung dan dibuktikan dengan tanda terima.
                                                Surat permohonan lan lampiran dokumen pendukung wajib disampaikan kepada Menteri atau Dirjen AHU dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak keberatan melalui Sisminbakum dilakukan.
                              8).  Jika semua persyaratan dipenuhi, Menteri atau Dirjen AHU menerbitkan keputusan pengesahan badan hukum perseroan
                                                Sesuai dengan Pasal 10 ayat (6) UUPT 2007 dan Pasal 5 ayat (3) PERMEN  No. M-01 HT 01-10/2007, apabila semua persyaratan telah terpenuhi secara lengkap maka Menteri atau Dirjen AHU akan menerbitkan Keputusan tentang Pengesahan Badan Hukum Perseroan. Jangka waktu penerbitan Keputusan tentang Pengesahan Badan Hukum Perseroan tersebut paling lambat 14 (empat belas) hari. Keputusan tentang pengesahan tersebut oleh Menteri atau Dirjen AHU ditandatangani secara elektronik.
                              9).  Menteri atau Dirjen AHU memberitahukan kepada notaris apabila persyaratan tidak terpenuhi
                                                Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung tidak terpenuhi maka Menteri atau Dirjen AHU langsung memberitahukan hal tersebut kepada notaris yang bersangkutan melalui Sisminbakum dan permberitahuan disertai penegasan bahwa pernyataan tidak keberatan yang diberikan menjadi gugur. Kecuali juka notaris dapat membuktikan telah menyampaikan secara fisik permohonan yang dilampiri dengan dokumen pendukung dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari dari tanggal pernyataan tidak keberatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 10 ayat (5) UUPT 2007 dan Pasal 5 ayat (2) PERMEN  No. M-01 HT 01-10/2007. dalam hal yang demikian persyaratan tidak keberatan tersebut tidak gugur.
                                                Selanjutnya Pasal 6 ayat (3) PERMEN tersebut mengatakan, apabila notaris dapat membuktikan bahwa penyampaian permohonan secara fisik telah dilampiri dengan dokumen yang dimaksud Pasal 7 PERMEN  No. M-01 HT 01-10/2007 secara lengkap, serta diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pernyataan tidak keberatan maka dalam hal yang demikian, notaris dapat menyampaikan secara fisik “surat kedua” yang dilampiri dokumen pendukung. Penyampaian secara fisik surat kedua, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan persyaratan tentang jangka waktu dan dokumen pendukung tidak dipenuhi.
                              10).Proses penyelesaian apabila penyataan tidak keberatan menjadi gugur
                                                Pasal 6 ayat (4) PERMEN  No. M-01 HT 01-10/2007 mengatur proses penyelesaian hukumnya sebagai berikut:
a.       permohonan dalam hal ini notaris, dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri;
b.      permohonan diajukan oleh notaris melalui Sisminbakum dengan cara mengisi FIAN Model I setelah pemakaian nama disetujui Menteri atau Dirjen AHU yang dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung;
c.       batas waktu pengajuan kembali permohonan adalah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani.
11).Cara penyelesaian permohonan pengesahan badan hukum perseroan bagi notaris yang wilayah kerjanya belum mempunyai jaringan elektronik 
                  Pasal 6 PERMEN  No. M-01 HT 01-10/2007 memberi jalan keluar:
a.    notaris dapat mengajukan permohonan pengesahan badan hukum perseroan secara manual;
b.   permohonan pengesahan dilampiri dengan:
(1)  dokumen pendukung yang disebut pada Pasal 7 PERMEN  No. M-01 HT 01-10/200
(2)  surat keterangan dari Kepala Kantor Telekomunikasi (PT Telkom Tbk) setempat yang menyatakan bahwa wilayah kerja notaris yang bersangkutan belum terjangkau oleh fasilitas internet.

Pertanggungjawaban hukum pendiri dan Direksi atas perbuatan hukum yang dilakukan sebelum perseroan mendapat pengesahan sebagai badan hukum

     Pada dasarnya para pendiri maupun Direksi selama perseroan belum mendapat pengesahan berstatus badan hukum, berada dan berdiri dalam “kedudukan terpercaya” (stands in fiduciary position)[23] terhadap perseroan. Oleh karena itu, mereka bertanggung jawab penuh secara pribadi (personal liability) atas segala tindakan hukum yang mereka lakukan dengan pihak ketiga. Hal ini pun ditegaskan pada Pasal 3 ayat (2) huruf a UUPT 2007, bahwa perbuatan hukum yang dilakukan sebelum perseroan sah sebagai badan hukum menjadi tanggung jawab pribadi orang yang melakukan.
a.      perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham
         Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) UUPT 2007, perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian (Akta van Oprichting, Deed of Incorporation)
1).  Perbuatan hukum dinyatakan dengan akta yang bukan akta autentik
            Apabila perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya itu dinyatakan dengan akta yang bukan akta autentik. Agar perbuatan hukum itu sah dan mengikat, harus diikuti ketentuan Pasal 12 ayat (2), yaitu perbuatan hukum kepemilikan saham dan penyetorannya itu harus dicantumkan dalam Akta Pendirian dan akta yang menyatakan perbuatan hukum yang bentuknya tidak otentik itu dilekatkan pada akta pendirian.
                              2).  Perbuatan hukum dinyatakan dengan akta autentik (authenticke akte, public deed)
                                                Dari ketentuan Pasal 12 ayat (3) UUPT 2007, apabila perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya dinyatakan dalam akta autentik atau akta notaris, agar perbuatan hukum itu sah dan mengikat maka kepemilikan saham dan penyetorannya itu harus dicantumkan dalam akta pendirian. Selanjutnya nomor akta, tanggal, dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat akta autentik tersebut, disebutkan dalam akta pendirian.
                              3).  Tidak dipenuhi tata cara yang ditentukan
            Pasal 12 ayat (4) UUPT 2007, mengatur akibat hukum (rechtsgevolg, legal effect), apabila tata cara pelekatan dan penyebutan yang ditentukan di atas tidak dipenuhi maka perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak (recht, right) dan kewajiban (plicht, duty, or obligation) kepada perseroan, serta perbuatan hukum itu tidak mengikat (niet bindend, no binding) perseroan.
b.      tanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum didirikan
         Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 13 ayat (1) UUPT 2007, pada prinsipnya perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum didirikan “mengikat” kepada perseroan setelah perseroan sah memperoleh status badan hukum. Akan tetapi, tidak langsung demi hukum (van rechtswege, ipso jure) perbuatan hukum itu mengikat perseroan. Namun harus dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 13 yang terdiri dari hal berikut.
1).  RUPS pertama secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alihnya
                  RUPS pertama perseroan secara tegas mengatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri atau kuasanya. Penegasan dan pernyataan itu, tidak dibenarkan, ditegaskan, dan diputuskan pada RUPS kedua dan seterusnya. Rasio dari ketentuan yang mengharuskan diambil pada RUPS pertama, bertujuan untuk tegaknya kepastian hukum (legal certainly), terutama bagi pihak yang terlibat dalam perbuatan hukum itu.
2).  RUPS pertama harus diselenggarakan dalam jangka waktu tertentu
                  Menurut Pasal 13 ayat (2), agar RUPS pertama untuk menerima atau mengambil alih hak dan kewajiban calon pendiri, harus dilakukan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah perseroan memperoleh status badan hukum.
3).  Keputusan RUPS pertama yang dianggap sah
                  Menurut Pasal 13 ayat (3) UUPT 2007, supaya keputusan RUPS pertama yang akan menerima atau mengambil alih hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri itu sah menurut hukum maka RUPS harus dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili semua saham dengan hak suara dan keputusan disetujui dengan suara bulat.
4).  Perbuatan hukum jatuh menjadi tanggung jawab pribadi calon pendiri
                  Kapan perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri jatuh menjadi tanggung jawab  pribadi (persoonlijke aanspraakelijkheid, personal liability), diatur dalam Pasal 13 ayat (4) UUPT 2007:
      a.         RUPS pertama untuk itu, tidak diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari dari tanggal perseroan memperoleh status badan hukum, atau
      b.   RUPS pertama memang diadakan dalam jangka waktu tersebut, akan tetapi RUPS tidak berhasil mengambil keputusan dengan suara bulat.
5).  Persetujuan RUPS tidak diperlukan
                  Pasal 13 ayat (5) UUPT 2007, mengatur tata cara atau metode yang dapat langsung mengalihkan hak dan kewajiban perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri kepada perseroan, dengan ketentuan sebagai berikut:
      a.         perbuatan hukum itu dilakukan oleh semua calon pendiri. Dalam kasus yang seperti ini, oleh karena yang melakukan perbuatan hukum itu semua calon pendiri, cukup beralasan untuk memikulkan tanggung jawabnya kepada perseroan,
      b.   atau disetujui secara tertulis oleh semua calon pendiri sebelum pendirian perseroan.
c.       tanggung jawab perbuatan yang dilakukan atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan hukum
         Terhadap perbuatan hukum yang demikian diatur klasifikasinya pada Pasal 14 UUPT 2007 sebagai berikut.    
1).  Perbuatan hukum dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama semua anggota Dewan Komisaris atas nama perseroan
            Apabila perbuatan hukum dilakukan atas nama perseroan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Komisaris, padahal saat dilakukan perbuatan hukum perseroan belum berstatus badan hukum maka pertanggungjawabannya dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.         pada prinsipnya menjadi tanggung jawab secara tanggung renteng (hoofdelijken gezameljk aanspraakelijk, jointly and severally liable) atas perbuatan hukum tersebut;
b.   tanggung jawab secara renteng itu, beralih menjadi tanggung jawab perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum.
                              2).  Perbuatan hukum yang dilakukan pendiri atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan hukum
                                                Dalam kasus yang demikian, perbuatan hukum itu menjadi tanggung jawab pribadi pendiri yang bersangkutan dan perbuatan hukum itu tidak mengikat kepada perseroan. Hal ini dipertegas dalam penjelasan Pasal 14 ayat (2) UUPT 2007. yang dimaksud dengan tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat perseroan adalah tanggung jawab pendiri yang melakukan perbuatan tersebut secara pribadi, perseroan tidak akan bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan pendiri itu.
                                                Tetapi menurut Pasal 14 ayat (4) UUPT 2007, tanggung jawab pribadi pendiri itu dapat berubah menjadi tanggung jawab perseroan dengan syarat sebagai berikut:
                                    a.         perbuatan hukum itu disetujui oleh semua pemegang saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemegang saham perseroan;
                                    b.   RUPS tersebut adalah RUPS pertama dan harus diselenggarakan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah perseroan memperoleh status badan hukum.



Daftar perseroan

            Pasal 29 ayat (1) menegaskan, daftar perseroan diselenggarakan oleh Menteri. Perlu diingat penegasan ketentuan Pasal 29 ayat (5), bahwa daftar perseroan terbuka untuk umum. Siapa saja dapat melihatnya di Depkumham, tidak terbatas hanya pada orang tertentu saja. Ketentuan ini bersifat hukum dan memaksa (dwingendrecht, mandatory rules).
a.      data yang dimuat dalam daftar perseroan
         Mengenai data apa saja yang dimuat dalam daftar perseroan, disebut dalam Pasal 29 ayat (2) UUPT 2007 meliputi:
1.   nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan seta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian dan permodalan;
2.   alamat lengkap perseroan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5;
3.   nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
4.   nomor dan tanggal akta perubahan AD dan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
5.   nomor dan tanggal perubahan AD dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
6.   nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan AD
7.   nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris perseroan;
8.   nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri;
9.   berakhirnya status badan hukum perseroan;
10. neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi perseroan yang wajib diaudit.
b.      tanggal pemasukan data perseroan dalam daftar perseroan
         Data perseroan yang dimasukkan dalam daftar sebagaimana dijelaskan di atas, dimasukkan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal:
1.   Keputusan Menteri mengenai pengesahan perseroan menjadi badan hukum, atau tanggal persetujuan Menteri atas perubahan AD yang memerlukan persetujuan;
2.   penerimaan pemberitahuan perubahan AD yang tidak memerlukan persetujuan; atau
3.   penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan yang bukan merupakan perubahan AD.
Yang dimaksud dengan perubahan data perseroan menurut penjelasan Pasal 29 ayat (4) huruf c adalah antara lain data tentang pemindahan hak atas saham, penggantian anggota Direksi dan Dewan Komisaris, pembubaran perseroan.

Pengumuman perseroan

            Mengenai pengumuman perseroan diatur pada Bab II, Bagian Ketiga, Paragraf 2 yang terdiri atas Pasal 30 UUPT 2007. Sama halnya dengan penyelenggaraan daftar perseroan, pengumuman pun dibebankan pada Pasal 30 ayat (1) kepada Menteri. Agar pengumuman perseroan sah menurut hukum, harus dicantumkan secara khusus dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (TBNRI). Adapun materi yang harus diumumkan dalam TBN terdiri atas:
a.       akta pendirian perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
b.      akta perubahan AD Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
c.       akta perubahan AD yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.
Jangka waktu pengumuman harus dilakukan Menteri dalam TBN digariskan pada Pasal 30 ayat (2) UUPT 2007:
·   dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkan Keputusan Menteri mengenai pengesahan perseroan menjadi badan hukum;
·   dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkan Keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan AD tertentu yang memerlukan persetujuan Menteri;
·   dalam dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterima perubahan AD yang tidak memerlukan persetujuan.
            Meskipun perseroan telah mendapat pengesahan dari Menteri sebagai badan hukum atau perubahan AD telah mendapat persetujuan Menteri maupun telah disampaikan pemberitahuannya maka selama hal itu belum diumumkan dalam TBN, belum sah dan belum mengikat kepada pihak ketiga. Apabila Menteri lalai mengumumkan pengesahan, persetujuan atau pemberitahuan perubahan AD dalam TBN maka Menteri bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari kelalaian itu.

MODAL PERSEROAN

            Dalam Penjelasan Pasal 41 ayat (1) UUPT 2007, bahwa yang dimaksud dengan modal perseroan adalah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.
Struktur modal perseroan
a.      modal dasar
         Modal dasar (Statutair capital, nominal / authorized capital) adalah seluruh nilai nominal saham perseroan yang disebut dalam AD. Hal itu ditegaskan pada Pasal 31 ayat (1), bahwa modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Secara umum, perkataan modal atau capital dihubungkan dengan perseroan mengandung pengertian sesuatu yang diperoleh perseroan dalam bentuk uang melalui penerbitan saham (issued of shares). Modal dasar perseroan pada prinsipnya merupakan total jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh perseroan.
         Setiap lembar saham mempunyai nilai nominal yang akan menjadi jumlah nilai nominal modal dasar perseroan, yang sama nilainya dengan nilai nominal seluruh saham. Pasal 31 ayat (2) memberi kemungkinan menetapkan saham tanpa nominal. Kemungkinan itu bisa terjadi apabila peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal.
1).  Jumlah modal dasar harus disebut dalam AD
            Aspek yuridis pertama, besarnya modal dasar perseroan harus disebut dan dicantumkan dalam AD:
a.   jumlah modalnya harus terbagi dalam saham dengan nilai nominal yang pasti (fixed nominal values);
b.   namun dapat diperbesar jumlahnya dengan menerbitkan saham baru
                              2).  Batas minimal modal dasar
            Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) UUPT 2007, modal dasar perseroan yang dibenarkan paling sedikit adalah Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
                              3).  Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu, dapat menetukan jumlah minimum yang lebih besar
                                                Pasal 32 ayat (2) membuka kemungkinan menetapkan jumlah minimal modal dasar perseroan yang lebih besar dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Kemungkinan itu terbuka bagi perseroan yang melakukan kegiatan usaha tertentu dengan syarat hal itu ditentukan dalam undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu. Yang dimaksud dengan kegiatan usaha tertentu menurut penjelasan Pasal 32 ayat (2), antara lain usaha perbankan, asuransi, atau freight / forwarding.
                              4).  Perubahan besarnya modal dasar merupakan perubahan AD tertentu
                                          Sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf d UUPT 2007, perubahan AD mengenai besarnya modal dasar termasuk perubahan AD tetentu yang memerlukan persetujuan Menteri.
                              5).  Perubahan batas minimal modal dasar ditempatkan dalam bentuk PP
                                                Perubahan ketentuan Pasal 32 ayat (1) tidak perlu melalui revisi atau amandemen UUPT 2007. Hal itu dianggap menghambat kebutuhan perkembangan hukum yang mendesak. Oleh karena itu, cukup melalui sarana hukum yang berbentuk Peraturan Pemerintah sehingga tidak perlu melalui proses yang berbelit melibatkan campur tangan DPR atau badan legislatif.
b.      modal ditempatkan
         Pengertian modal ditempatkan adalah jumlah saham yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham, dan saham yang diambil itu ada yang sudah dibayar dan ada pula yang belum dibayar.[24] Modal ditempatkan adalah modal yang disanggupi pendiri[25] atau pemegang saham untuk dikuasainya, dan saham itu telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (1) UUPT 2007, paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar, harus ditempatkan.
c.       modal disetor
         Modal disetor (gestort capital, paid-up capital) yakni saham yang telah dibayar penuh oleh pemegang atau pemiliknya. Jadi modal disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham sebagai pelunasan pembayaran saham yang diambilnya sebagai modal yang ditempatkan dari modal dasar perseroan. Ketentuan Pasal 33 ayat (1) UUPT 2007 berbunyi, “paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalamPasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh”.
      Mengenai penyetoran modal yang ditempatkan menurut Pasal 33 ayat (2), dibuktikan dengan tanda bukti penyetoran yang sah. Menurut penjelasan pasal ini, bukti penyetoran yang sah, antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama perseroan, data laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca perseroan yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris.
Setiap pengeluaran saham portefel harus dibayar lunas
            Modal atau saham protefel (aandelen portefeeulle, sahare portfolio) adalah saham yang belum dikeluarkan atau belum ditempatkan. Kalau saham yang dikeluarkan atau ditempatkan berjumlah 25% dari modal dasar, berarti modal portefel yang belum dikeluarkan atau ditempatkan sebesar 75%. Cara pengeluaran saham protefel ini harus sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUPT 2007, yang menegaskan bahwa pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan dalam rangka untuk menambah modal ditempatkan harus disetor penuh. Pembayarannya tidak boleh dilakukan secara mengangsur.

Penyetoran saham dalam bentuk lain
               Pasal 34 ayat (1) UUPT 2007 mengatakan, penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan / atau dalam bentuk lainnya.
a.      syarat-syarat yang harus dipenuhi
         Pada umumnya penyetoran saham adalah dalam bentuk uang. Tetapi tidak menutup kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lainnya dengan ketentuan:
(1). baik berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud;
(2). dapat dinilai dengan uang;
(3). secara nyata telah diterima oleh perseroan;
(4). penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang, harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.
Bentuk penyetoran saham bentuk lain, biasa disebut “pemasukan barang” modal atau “inbreng” atau “capital brought in to / put into the business”.
b.      penilaian ditentukan berdasarkan nilai wajar
         Berdasarkan Pasal 34 ayat (2) UUPT 2007, penyetoran modal saham yang dilakukan dalam bentuk lain, penilaian setoran modal saham tersebut ditentukan berdasarkan “nilai wajar” (fair value):
·   ditetapkan sesuai dengan “harga pasar” (market values), atau
·   berdasarkan “penilaian ahli” yang tidak terafiliasi dengan perseroan.
         Cara penerapan “nilai wajar” sesuai dengan nilai pasar atas barang modal yang dimasukkan sebagai setoran saham, dikemukakan pada Penjelasan Pasal 34 ayat (2) dengan penggarisan:
·   mula-mula wajar itu ditentukan sesuai dengan nilai pasar (market value);
·   jika nilai pasar tidak tersedia, nilai wajar ditentukan berdasarkan “teknik penilaian” yang paling sesuai dengan karakteristik setoran, berdasarkan informasi yang relevan dan terbaik.
Sedangkan penerapan “ahli yang tidak terafiliasi dengan perseroan” adalah ahli yang:
(a). tidak mempunyai hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal dengan pegawai, anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau pemegang saham dari perseroan;
(b). tidak mempunyai hubungan dengan perseroan karena adanya kesamaan satu atau lebih anggota Direksi atau Dewan Komisaris;
(c). tidak mempunyai hubungan pengendali dengan perseroan baik langsung maupun tidak langsung; dan / atau
(d).   tidak mempunyai hubungan kepemilikan saham dalam perseroan sebesar 20% atau lebih.
c.       pengumuman penyetoran saham yang berbentuk benda tidak bergerak
         Apabila penyetoran saham dalam bentuk lain terdiri atas benda tidak bergerak (onroerend goed, immovable property), penyetoran itu menurut Pasal 34 ayat (3) UUPT 2007, harus diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, serta pengumuman dilakukan dalam jangka 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.
         Maksud pengumuman tersebut adalah untuk memenuhi asas publisitas, yakni agar diketahui umum dan memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan atas penyetoran benda tersebut sebagai setoran modal saham padahal benda itu bukan milik penyetor, tetapi milik pihak ketiga.
Kompensasi tagihan pemegang saham kreditor atas kewajiban penyetoran harga saham
            Pasal 35 UUPT 2007 telah mengatur cara penyelesaian yang dapat dibenarkan menurut hukum sebagai berikut.
a.      prinsipnya, hak tagih tidak dapat digunakan sebagai kompensasi penyetoran harga saham
         Berdasarkan Pasal 35 ayat (1), pada prinsipnya hak tagih yang dimiliki pemegang saham atau kreditor terhadap perseroan, tidak dapat dikompensasi (schuldvergelijking, set-off) untuk membayar kewajiban penyetoran atas harga saham yang diambilnya. Bertitik tolak dari ketentuan ini, tidak segala jenis tagihan atau piutang pemegang saham atau kreditor dapat dikompensasi dengan pelunasan pembayaran setoran saham yang diambil.
b.      kebolehan mengkompensasi hak tagih
         Boleh dilakukan kompensasi atas hak tagih terhadap perseroan, apabila dipenuhi ketentuan yang digariskan Pasal 35 ayat (1) dan (2) UUPT 2007.
1).  Kompensasi hak tagih “disetujui” RUPS
            Penjelasan Pasal 35 ayat (1) tersebut mengatakan, diperlukannya persetujuan RUPS adalah untuk menegaskan, bahwa hanya dengan persetujuan RUPS dapat dilakukan kompensasi, karena dengan disetujuinya kompensasi, hak didahulukan (voorrecht, right of priority) pemegang saham lainnya untuk mengambil saham baru dengan sendirinya dilepaskan.
                              2). Hak tagih terhadap perseroan harus memenuhi kategori tertentu
            Agar hak tagih dapat dikompensasi menjadi setoran saham yang diambil pemegang saham atau kreditor, harus sesuai dengan patokan yang ditentukan Pasal 35 ayat (2):
(a). perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang;
(b). pihak yang menjadi penanggung atau penjamin (borg, guarantor) utang perseroan telah membayar lunas utang perseroan sebesar yang ditanggung atau yang dijamin;
(c). perseroan menjadi penanggung atau penjamin utang dari pihak ketiga dan perseroan telah menerima manfaat berupa uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang langsung atau tidak langsung secara nyata telah diterima perseroan.
Larangan mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri
a.      jangkauan larangan meliputi perseroan lain
         Menurut Pasal 36 ayat (1), meliputi perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan. Pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal, oleh karena itu kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain.
b.      kepemilikan saham sendiri yang tidak dilarang
         Ketentuan larangan kepemilikan saham tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh perseroan berdasarkan:
·   perolehan karena hukum;
·   karena hibah; atau
·   karena hibah wasiat.
Sebab dalam peristiwa yang demikian, “tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan setoran dana” dari pihak lain sehingga tidak melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1).

c.       kewajiban mengalihkan kepada pihak lain
         Pasal 36 ayat (3) membatasi jangka waktu kebolehan kepemilikan oleh perseroan:
·   hanya boleh dimiliki sendiri paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dari atau sejak tanggal perolehan;
·   sebelum lewat batas waktu tersebut saham itu harus dialihkan kepada pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam perseroan.
Apabila yang memperoleh pengalihan saham berdasarkan hukum, hibah, atau hibah wasiat adalah perseroan yang merupakan perusahaan efek, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan
            Bab III bagian kedua UUPT 2007 mengatur mengenai Perlindungan Modal Kekayaan Perseroan.
Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan
            Pasal 37 mengatur kebolehan untuk “membeli kembali” saham yang dikeluarkan dengan ketentuan:
·   pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan;
·   jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan / atau perseroan lain yang secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
a.      pembelian kembali yang bertentangan dengan undang-undang
         Ketentuan yang harus ditaati Direksi apabila perseroan hendak membeli kembali saham yang telah dikeluarkan, harus tunduk kepada ketentuan Pasal 37. Apabila pembelian kembali bertentangan dengan ketentuan tersebut, dikategorikan pembelian kembali itu “bertentangan” dengan undang-undang. Akibat hukum atas pelanggaran itu, diatur pada Pasal 37 ayat (2) dan (3).
1).  Pembelian kembali saham itu “batal karena hukum” (van rechtswegenietg, ipso jure null and void)
            Sesuai dengan ketentuan Pasal 1451 KUH Perdata, suatu perikatan atau transaksi yang dikategorikan batal demi hukum, pihak dan barangnya dipulihkan kepada keadaan semula (rechtsherstel in de vorige toestand, restitution in integrum, restitution to the original condition).
                              2).  Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan pembelian kembali
                                                Direksi secara renteng bertanggung jawab (hoofdelijk aanspraakkelijk, jointly and severaly liable) atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik yang timbul dari pembelian kembali yang bertentangan dengan hukum.              
b.      saham yang dibeli kembali hanya boleh dikuasai perseroan paling lama 3 (tiga) tahun
         Pasal 37 ayat (4) UUPT 2007, membatasi kebolehan perseroan untuk menguasainya. Hanya boleh dikuasai perseroan paling lama 3 (tiga) tahun. Pembatasan kebolehan penguasaan itu menurut penjelasan ayat ini, dimaksudkan agar perseroan dapat menentukan apakah saham tersebut akan dijual kepada orang lain atau ditarik kembali dengan cara pengurangan modal perseroan.
Pembelian kembali atau pengalihan lebih lanjut harus berdarsarkan persetujuan RUPS
            Baik pembelian kembali maupun pengalihan lebih lanjut saham tersebut hanya boleh dilakukan Direksi berdasarkan “persetujuan” RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Keputusan RUPS sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara untul perubahan 
RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris untuk meyetujui pelaksanaan keputusan RUPS
            Berdasarkan Pasal 39, RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris untuk menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS untuk membeli kembali atau untuk mengalihkan lebih lanjut saham yang dibeli, dengan ketentuan sebagai berikut:
(1).    penyerahan kewenangan itu kepada Dewan Komisaris, hanya terbatas untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun;
 (2).   namun jangka waktu itu, setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu 1 (satu) tahun; dan
(3).    penyerahan kewenanga itu sewaktu-sewaktu dapat dapat dicabut oleh RUPS.
Saham yang dikuasai kembali tidak mempunyai hak suara dan hak dividen
            Hal lain yang diatur pada Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan berkenaan dengan hak suara (voting right) dan hak dividen (dividend right) atas saham yang dikuasai perseroan menurut Pasal 40 UUPT 2007:
·   yang dimaksud dengan saham yang dikuasai perseroan, karena pembelian kembali, peralihan karena hukum, karena hibah atau hibah wasiat;
·   saham yang dikuasai perseroan yang terjadi karena hal-hal yang tersebut di atas:
(1).    tidak dapat digunakan untuk megeluarkan suara dalam RUPS, dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan / atau AD;
(2).    Saham tersebut tidak berhak mendapat “pembagian” dividen.



Penambahan Modal
            Penambahan modal diatur dalam Bab III, bagian ketiga UUPT 2007, yang terdiri dari pasal 41-43.
Penambahan modal perseroan berdasarkan persetujuan RUPS
            Mengenai penambahan atau pengurangan modal perseroan menurut Pasal 21 ayat (1) UUPT 2007 dikategori perubahan AD tertentu. Dan menurut Pasal 19 ayat (1), setiap perubahan AD ditetapkan oleh RUPS. Oleh karena itu, menurut hukum itu mungkin terjadi penambahan modal perseroan tanpa persetujuan RUPS.
a.      RUPS dapat meyerahakan kewenangan kepada Dewan Komisaris
         Menurut Pasal 41 ayat (2), RUPS dapat meyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS atas penambahan modal perseroan. Selain daripada itu, perlu diperhatikan ketentuan pemberian kewenangan yang diatur pada Pasal 41 ayat (2) dan (3) yang menggariskan hal-hal berikut.
1).  Penyerahan kewenangan kepada dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan RUPS, hanya untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
            Artinya apabila jangka waktu itu dilampaui, dengan sendirinya penyerahan kewenangan itu berakhir.
                       
                              2).  Penyerahan kewenangan tersebut sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS
b.      RUPS untuk menambahkan modal dasar disamakan dengan RUPS perubahan AD tertentu
         Agar keputusan RUPS untuk menambah modal dasar (authorized capital) sah:
1.   harus tunduk kepada ketentuan Pasal 88 jo. Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (2) huruf d UUPT 2007;
2.   oleh karena itu, RUPS dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS, dan keputusan sah jika disetujui paling sedikit 2/3 dari jumlah suara yang dikeluarkan;
3.   keputusan RUPS harus mendapat persetujuan Menteri.
c.       RUPS untuk menambah modal ditempatkan dan disetor
         Kualitas dan sifat RUPS penambahan modal ditempatkan dan disetor, tidak dikategori RUPS perubahan AD, tetapi disamakan dengan RUPS biasa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 86 UUPT 2007. Dengan demikian, keputusan RUPS sah apabila RUPS dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari ½ bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih ½ bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lebih besar dalam AD.

Wajib menawarkan lebih dulu seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal kepada setiap pemegang saham
            Pasal 43 UUPT 2007 mengatur tata cara penawaran saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal kepada setiap pemegang saham, sesuai dengan acuan berikut.
a.      penawaran atas saham klasifikasi yang sama
         Mengenai hal ini diatur pada Pasal 43 ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
      1).  seluruh saham yang dikeluarkan untuk perubahan modal harus “terlebih dahulu” ditawarkan kepada setiap pemegang saham;
      2).  penawarannya “seimbang” dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.
b.      penawaran klasifikasi saham yang belum pernah dikeluarkan
         Menurut Pasal 43 ayat (2) UUPT 2007, yang berhak membeli saham lebih dahulu adalah seluruh pemegang saham dan caranya sesuai dengan “perimbangan” jumlah saham yang dimilikinya.
c.       pengeluaran saham yang tidak perlu ditawarkan kepada pemegang saham
         Pada Pasal 43 ayat (3) UUPT 2007, terdapat ketentuan yang tidak mewajibkan perseroan menawarkan pengeluaran saham dalam rangka penambahan modal kepada setiap pemegang saham. Ketentuan yang mewajibkan penawaran seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi yang sama, “tidak berlaku” apabila pengeluaran saham:
1).  ditujukan kepada karyawan perseroan;
2).  saham yang ditujukan kepada pemegang obligasi atau efek lain yang dapat dikonversikan menjadi saham yang telah dikeluarkan dengan persetujuan RUPS;
3).  dilakukan dalam rangka “reorganisasi” atau “restrukturisasi” yang telah disetujui RUPS
d.      menawarkan sisa yang tidak diambil pemegang saham kepada pihak ketiga
         Tindakan yang demikian dapat dilakukan perseroan apabila pemegang saham tidak menggunakan hak untuk membeli dan membayar lunas saham yang dibeli dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penawaran.
Pengurangan Modal
            Yang dimaksud dengan pengurangan modal perseroan menurut penjelasan Pasal 44 ayat (1) UUPT 2007, adalah pengurangan modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.
Pengurangan modal dikategorikan sebagai perubahan AD tertentu
            Pasal 21 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (2) huruf e, pengurangan modal ditempatkan dan disetor merupakan perubahan AD tertentu yang harus mendapat persetujuan Menteri.
            Kewajiban Direksi atas pengurangan modal
            Apabila RUPS mengambil keputusan untuk mengurangi modal ditempatkan dan modal disetor, Pasal 44 ayat (2) memikulkan kewajiban kepada Direksi untuk melakukan tindakan yang bersifat publisitas yaitu memberitahukan keputusan RUPS pengurangan modal tersebut kepada semua kreditor. Cara pemberitahuannya dilakukan Direksi dalam bentuk pengumuman dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih. Pengumuman tersebut dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS. Tujuan daripada pengumuman ini, agar kreditor mengetahui adanya pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor perseroan.
Prosedur pengajuan keberatan atau gugatan oleh kreditor terhadap pengurangan modal
            Apabila kreditor merasa dirugikan atas pengurangan modal tersebut, yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah sesuai dengan tata cara yang diatur pada Pasal 46.
a.      mengajukan keberatan terhadap keputusan RUPS
         Menurut Pasal 46 ayat (1), kreditor dapat mengajukan keberatan terhadap pengurangan modal tersebut dengan mengajukan keberatan “secara tertulis” disertai alasannya kepada perseroan atas keputusan pengurangan modal dimaksud. Tembusan surat keberatan tersebut kemudian disampaikan kepada Menteri. Dan jangka waktu pengajuan keberatan adalah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman dilakukan oleh Direksi.

b.      Perseroan wajib memberikan jawaban
         Jika ada kreditor yang mengajukan surat keberatan terhadap keputusan RUPS atas pengurangan modal, Pasal 45 ayat (2) menggariskan bahwa perseroan wajib memberikan jawaban secara tertulis atas keberatan yang diajukan kreditor. Jawaban wajib diberikan Direksi perseroan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman dilakukan Direksi.
c.       timbulnya hak kreditor mengajukan gugatan
         Pasal 45 ayat (3) memberi hak kepada kreditor untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri atas keputusan pengurangan modal apabila:
1.   Perseroan menolak keberatan atau tidak memberian penyelesaian yang disepakati kreditor dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban perseroan diterima; atau
2.   Perseroan tidak memberikan tanggapan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal keberatan diajukan kepada perseroan
Terhadap keputusan RUPS pengurangan modal perseroan, kreditor tidak dapat langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Gugatan yang demikian cacat formil dalam bentuk “prematur”. Hak untuk mengajukan gugatan pada diri kreditor baru timbul apabila telah ditempuh lebih dulu proses pengajuan keberatan secara tertulis kepada perseroan.

Syarat-syarat pemberian persetujuan Menteri atas pengurangan modal
            Menurut Pasal 46 ayat (2), persetujuan Menteri atas pengurangan modal perseroan baru dapat diberikan Menteri, apabila terpenuhi hal-hal berikut:
a.       tidak terdapat keberatan tertulis dari kreditor dlaam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman Direksi atas keputusan RUPS mengenai pengurangan modal perseroan;
b.      telah dicapai penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditor; atau
c.       gugatan kreditor ditolak oleh pengadilan berdsarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Cara pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor
            Teknis maupun mekanisme pengurangan modal ditempatkan dan disetor diatur pada penjelasan Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 47, dengan cara berikut.
a.      penarikan kembali saham
         Artinya saham tersebut “ditarik dari peredaran” dalam rangka penguranagan modal ditempatkan dan disetor. Dengan penarikan kembali saham yang demikian, mengakibatkan penghapusan saham tersebut dari peredaran.
b.      penurunan nilai nominal saham
         Mekanisme berikutnya adalah pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor dengan cara menurunkan nilai nominal saham tanpa pembayaran kembali kepada pemegang saham, dan pelaksanaannya meurut Pasal 47 ayat (3) dan 14 UUPT 2007 harus dilakukan secara seimbang terhadap sleuruh saham dari setiap klasifikasi saham, dan keseimbangan tersebut dapat dikecualikan dengan persetujuan semua pemegang saham yang nilai nominal sahamnya dikurangi.

SAHAM PERSEROAN

Saham Perseroan
            Saham perseroan merupakan sejumlah uang yang diinvestasikan oleh investor dalam suatu perseroan. Saham merupakan kekayaan pribadi (personal property) pemegang saham yang bersifat benda bergerak (movable property) yang tak dapat diraba (intangible), namun demikian dapat dialihkan (fronsferable). Pemegang saham sebagai anggota perseroan pada dasarnya tidak mempunyai kepentingan atas pengurusan harta kekayaan perseroan. Kepemilikannya atas saham perseroan dalam kedudukannya sebagai pemegang saham hanya mempunyai keterlibatan yang terbatas mempunyai partisipasi dalam RUPS yang diselenggarakan perseroan serta berhak atas dividen sepanjang perseroan masih berlangsung. Serta berpasrtisipasi atas sisa asset hasil likuidasi perseroan apabila perseroan dibubarkan.
            Pemegang saham tidak bertanggung jawab terhadap kontrak dan transaksi yang dilakukan perseroan. Juga tidak bertanggung jawab atas hutang perseroan melebihi saham yang dimilikinya dalam perseroan.
Saham yang boleh dikeluarkan hanya atas nama
            Pasal 48 ayat (1) menegaskan bahwa, saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Penjelasan pasal ini mengatakan, perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham “atas nama” pemiliknya. Perseroan tidak dibenarkan mengeluarkan “saham atas tunjuk” (aadeel aan toonder, bearer share / share issued in bearer form).
            Persyaratan kepemilikan saham
            Mengenai persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam AD dengan memperhatikan persyaratan yang ditentukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kalau persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan dalam AD dan ternyata persyaratan itu tidak dipenuhi maka pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut, tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham. Tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham antara lain hak untuk dicatat dalam Daftar Pemegang Saham (DPS), hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS atau hak untuk menerima dividen yang dibagikan. Dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan / atau AD.
Nilai nominal saham
            Pasal 49 UUPT 2007 berisi ketentuan, bahwa nilai nominal saham harus dicantumkan pada atau di atas saham, dan nilai nominal yang harus dicantumkan di atas saham dalam mata uang rupiah. Setiap saham mempunyai nilai nominal yang dicantumkan di atas saham. Saham tanpa nilai nominal, tidak dapat dikeluarkan. Dan nilai nominal saham adalah sebesar yang tercantum di atas saham. Nilai nominal itu yang disebut per value stock atau “harga  a pari[26]. Maksudnya nilai saham dengan nilai yang tertulis dihitung sebagai nilai “akutansi” pada neraca perseroan.
Direksi wajib mengadakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham (DPS) dan daftar khusus
            Pasal 50 UUPT 2007 mengatur daftar khusus pengadaan dan penyimpanan DPS, seperti yang dijelaskan berikut ini.
a.      pengadaan dan penyimpanan DPS
         Direksi perseroan wajib mengadakan dan memlihara DPS yang memuat sekurang-kurangnya:
1.   nama dan alamat pemegang sah;
2.   jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham;
3.   jumlah yang disetor atas setiap saham;
4.   nama dan alamat dari perorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut.
5.   keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat(2).
b.      pengadaan dan penyimpanan daftar khusus
         Yang dimaksud dengan daftar khusus adalah salah satu sumber informasi mengenai besarnya kepemilikan dan kepentingan anggota Direksi dan Dewan Komisaris pada perseroan yang bersangkutan atau perseroan lain, sehingga pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin. Daftar khusus memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan dewan Komisaris beserta keluarganya dalam perseroan dan / atau pada perseroan lain, serta tanggal saham diperoleh.
c.       Direksi wajib mencatat segala perubahan kepemilikan saham baik yang terjadi dalam DPS maupun pada daftar khusus
d.      Menyediakan DPS dn daftar khusus di tempat kedudukan perseroan
         Yang dapat melihat DPS dan daftar khusus hanya terbatas pemegang saham saja. Pembatasan ini dianggap wajar, karena yang buka pemegang saham tidak ada kepentingan untuk mengetahui perubahan susunan pemegang saham perseroan yang bersangkutan.
Bukti dan hak kepemilikan saham
a.      bukti pemilikan saham
         Pada umumnya, bukti saham yang diberikan kepada pemegang saham (aandelhouder, shareholder) berbentuk surat “sertifikat saham” (certificaat van aandelen, depositary receipt for shares).
b.      hak pemilik saham
         Sesuai dengan ketentuan Pasal 52, saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
1.   menghadiri dan mengeluarkasn suara dalam RUPS;
2.   menerima pembayaran dividend an sisa kekayaan hasil likuidasi;
3.   menjalankan haknya berdasarkan UUPT 2007.
c.       setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi
         Hak ini dikemukakan pada Pasal 52 ayat (4), Penjelasan pasal ini mengatakan bahwa berdasarkan ketentuan ini, para pemegang saham tidak diperkenankan membagi-bagi hak atas 1 (satu) saham menurut kehendaknya sendiri.
Klasifikasi saham
            Pada Pasal 53 UUPT 2007, yang dimaksud dengan klasifikasi saham adalah pengelompokan saham berdasarkan karakteristik yang sama.
a.      saham biasa
         Disebut juga ordinary share (common share, equity share). Menurut Pasal 53 ayat (3), yang dimaksud dengan dengan saham biasa menurut Penjelasannya adalah, saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan mempunyai hak menerima sisa kekayana hasil likuidasi.
b.      saham dengan tanpa hak suara
         Menurut Pasal 53 ayat (4) huruf a membolehkan pengeluaran saham tanpa hak suara (aandelen zonderstemrecht, non voting share) bagi pemiliknya. Dengan demikian, pemilik saham jenis ini tidak berhak mengikuti RUPS perseroan, karena tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan pengurusan perseroan
c.       saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan / atau anggota Komisaris
         Pemilik saham jenis ini mempunyai “hak berbicara khusus” (bijzondere zeggenschaprechten).[27] Kepada pemilik saham ini diberi hak prioritas atau hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan / atau anggota Dewan Komisaris, dan hak itu tidak diberikan kepada pemilik klasifikasi saham yang lain.
d.      saham yang dapat ditarik kembali
         Klasifikasi selanjutnya yaitu saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi lain (converteerbaar aandelen, convertible share).
e.       saham yang memberikan hak dividen lebih dahulu
         Saham klasifikasi ini disebut juga “saham utama” (preference aandelen). Saham ini memberi atau mempunyai hak lebih dahulu dari saham biasa dalam memperoleh keuntungan dan / atau saldo.
1).  Saham preferen atau saham utama (preferente aandelen, preference share) memperoleh dividen
                  Saham ini mempunyai hal lebih dahulu memperoleh pembagian dividen dari pemegang saham klasifikasi lain.
2).  Saham utama kumulatif (cumulatief preferent aandiel, cumulative preference share)
                  Saham ini mempunyai hak lebih dahulu daripada saham utama atau saham preferen untuk memperoleh hak atas “dividen tunggakan”.
f.       saham utama menerima lebih dahulu pembagian sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi
         Saham jenis ini disebut juga liquidation preference. Dalam AD dapat ditetapkan klasifikasi saham yang mempunyai hak utama memperoleh pembagian hasil sisa kekayaan likuidasi (liquidation preference) dari klasifikasi lain.
Bentuk dan cara pemindahan hak atas saham
            Pasal 55 UUPT 2007, membolehkan pemindahan hak atas saham. Cara pemindahannya diatur dalam AD dengan syarat, caranya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai berikut.
a.      dilakukan dengan akta pemindahan hak
         Pemindahan hak atas saham menurut Pasal 56 ayat (1) harus dilakukan dengan akta pemindahan hak. Boleh berbentuk akta autentik atau akta bawah tangan.
b.      akta atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan
         Menurut Pasal 56 ayat (2), akta pemindahan hak atau salinannya disampaikan secara tertulis (schriftelijke, in writing) kepada perseroan. Penyampaian kepada perseroan dapat dilakukan pihak yang memindahkan hak atau yang menerima hak.
c.        Direksi wajib mencatat dan memberitahukan pemindahan hak atas saham
         Kewajiban Direksi sehubungan dengan pemindahan hak atas saham yaitu memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri. Kemudian Menteri mencatat pemindahan hak atas saham tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak.
         Apabila pemberitahuan pemindahan hak atas saham belum dilakuakn oleh direksi, Menteri menolak permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang dilakukan berdasarkan susunan dan nama pemegang saham yang belum diberitahukan tersebut.
Syarat pemindahan hak atas saham
            Pasal 57 UUPT 2007, menggariskan persyaratan pemindahan hak atas saham, dikatakan dalam AD dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham yaitu sebagai berikut.
a.      keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya
         Apabila pemegang saham hendak menjual sahamnya, harus lebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham dalam klasifikasinya yang sama atau pemegang saham lainnya.
1).  Pemegang saham dapat menawarkan kepada pihak ketiga apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, pemegang saham lain tidak membeli
2).  Pemegang saham penjual berhak menarik kembali penawaran
                  Pasal 58 ayat (2) memberi hak kepada pemegang saham penjual “menarik kembali” (herroepen, revoke) penawaran tersebut sebagai acuan berikut:
·   setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, pemegang saham lain tidak membeli saham yang ditawarkan; dan
·   setelah ditariknya kembali penawaran, tidak ada lagi kewajiban bagi pemegang saham tersebut untuk menawarkan kepada pemegang klasifikasi tetentu atau pemegang saham lain, karena kewajiban menawarkan terlebih dahulu yang demikian, hanya berlaku 1 (satu) kali.
Dengan demikian, apabila telah gugur kewajiban menawarkan kepada pemegang saham lain atau jika pemegang saham penjual telah menarik penawaran tersebut, dia dapat langsung menawarkan kepada pihak ketiga.
b.      keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan
         Apabila AD menentukan pemindahan hak atas saham harus atas persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan, tata caranya adalah sebagai berikut:
1).  Persetujuan atau penolakan harus diberikan organ perseroan secara tertulis (in writing) dan harus diberikan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal organ perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak.
2).  Jangka waktu dilampaui, dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham
                  Dalam jangka waktu 90 (semilan puluh) hari dilampaui atau dilewati organ perseroan tidak memberikan persetujuan tertulis maka organ perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham yang bersangkutan.
3).  Organ perseroan menyetujui pemindahan
                  Apabila dalam jangka waktu yang disebutkan di atas organ perseroan memberikan persetujuan tertulis, pemindahan hak atas saham harus dilakukan dalam bentuk akta pemindahan hak atas saham sesuai dengan ketentuan Pasal 56, bisa dalam bentuk akta autentik (akta notaris) maupun akta bawah tangan. Serta pemindahan hak atas saham itu, harus dilakukan dalam jagka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan organ perseroan.
c.       keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Saham dapat diagunkan

a.      saham merupakan benda bergerak
         Pasal 60 ayat (1) menegaskan, saham merupakan “benda bergerak” (roerende goederen, movable property), dan memberikan hak kepada pemiliknya sesuai dengan ketentuan Pasal 52 UUPT 2007 untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran dividend dan sisa kekayaan hasil likuidasi, serta menjalankan hak lainnya berdasarkan UUPT 2007. oleh karena dia benda bergerak, harus tunduk kepada ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata yang mengatur prinsip bezit atas benda bergerak merupakan title yang sempurna (bezit geldt als volko men title, possession amounts to perfect title), juga pemilik saham dapat atau berhak menjual, menghibahkan, mengagunkan, dan memungut hasil saham tersebut.
b.      bentuk pengagunan yang dibenarkan hukum
         Bentuk pengagunan menurut ketentuan pasal 60 UUPT 2007 adalah sebagai berikut:
1).  Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia
            Mengenai cara penggadaian saham tunduk kepada ketentuan Buku Kedua, Bab Kesepuluh KUH Perdata yang terdiri atas Pasal 1150-1160. Adapun cara pemberian jaminan fidusia tunduk kepada ketentuan UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
                              2).  Gadai saham atau jaminan fdusia atas saham dicatat dalam DPS atau daftar khusus
                                                Apabila saham yang digadaikan atau dijaminkan dalam bentuk jaminan fidusia terdiri dari saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan maka gadai saham atau jaminan fidusia itu wajib dicatat dalam DPS atau daftar khusus sesuai dengan ketentuan Pasal 50. Rasionya adalah agar perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut.
                              3).  Hak suara atas saham yang diagunkan tetap berada pada pemegang saham
                                                Baik dalam bentuk gadai saham atau jaminan fidusia, dalam Pasal 60 ayat (4) menegaskan bahwa haksuara atas saham tersebut tetap berada pada pemegang saham, bukan beralih kepada pemegang gadai atau penerima jaminan fidusia. Menurut Penjelasan ini, ketentuan ini merupakan penegasan kembali asas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak secara terlepas dari kepemilikan saham. Sedangkan hak lain di luar hak suara seperti hak atas dividen dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang saham dan pemegang agunan.

Hak pemegang saham mengajukan gugatan

            Pasal 65 mengatur hak pemegang saham pengajuan gugatan, sesuai dengan ketentuan berikut.


a.      bentuknya gugatan (vordering claim)
         Gugatannya bersifat partai atau inter-partes, dengan proses pemeriksaan secara kontradiktor (contradictoir, counter examination), bukan permohonan (verzoek, petition).
b.      Legal standing atau yang berhak mengajukan gugatan
               Yaitu setiap pemegang saham tanpa digantungkan kepada jumlah saham yang dimilikinya. Oleh karena itu, dapat diajukan oleh seorang pemegang saja atau lebih.
c.       yurisdiksi relatifnya
         Yaitu diajukan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan maka gugatan yang diajukan sesuai dengan asas actor sequitor forum rei yang digariskan Pasal 118 ayat (1) HIR. 

d.      yang ditarik sebagai tergugat
         Yang ditarik sebagai penggugat adalah perseroan. Oleh karena itu, supaya gugatan tidak cacat formil dalam bentuk error in persona, gugatan harus ditujukan terhadap perseroan, bukan terhadap Direksi atau Dewan Komisaris.
e.       dasar dalil gugatan (fundamentum petendi)
         Dasar dalil gugatan menurut Pasal 61 ayat (1), tindakan perseroan dianggap “tidak adil” (unjust) dan “tanpa alasan wajar” (without fair reason) sebagai keputusan RUPS, Direksi dan / atau Dewan Komisaris, dan tindakan perseroan itu, menimbulkan kerugian kepada pemegang saham yang bersangkutan.
f.       petitum gugatan
         Mengenai petitum gugatan, dikemukakan dalam penjelasan Pasal 61 ayat (1) yang terdiri atas:
1.   menuntut atau memohon ke pengadilan agar perseroan menghentikan tindakan yang merugikan tersebut;
2.   menuntut agar perseroan mengambil langkah tertentu baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari.
Agar gugatan tidak kabur (obscuur libel), penggugat harus benar-benar dapat menunjukkan fakta-fakta konkret dan objektif tindakan mana yang tidak adil dan tanpa alasan wajar yang dilakukan perseroan tersebut.
Hak pemegang saham meminta agar perseroan membeli sahamnya
            Hak lain yang diberikan undang-undang kepada pemegang saham, diatur pada Pasal 62 UUPT 2007, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.      hak meminta kepada Perseroan agar sahamya dibeli perseroan
         Hak itu diberikan kepada “setiap pemegang saham” tanpa mempersoalkan berapa besar jumlah saham yang dimilikinya, dengan demikian setiap pemegang saham dapat mempergunakan hak tersebut sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. 
b.      harga yang diminta adalah harga yang wajar (fair value)
         Pemegang saham yang bersangkutan dapat menuntut kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar (fair value) dan perseroan tidak boleh sewenang-wenang menentukan harga saham yang tidak wajar.
c.       dasar alasan yang dibenarkan hukum meminta perseroan membeli saham pemegang saham
         Yaitu apabila pemegang saham tersebut tidak meyetujui tindakan perseroan dan tindakan yang tidak disetujuinya itu, merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa tindakan:
1.   perubahan AD;
2.   pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan;
3.   penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
d.      pembelian saham yang diminta pemegang saham, tidak melebihi batas pembelian kembali saham oleh perseroan
         Pasal 62 ayat (2) mengemukakan, apabila jumlah saham yang diminta pemegang saham untuk dibeli perseroan melebihi 10% (sepuluh persern) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam perseroan maka yang dapat dibelinya hanya sampai batas tidak melebihi 10% dari jumlah modal yang ditempatkan dalam perseroan. Selanjutnya perseroan wajib mengusahakan agar sisanya dibeli oleh pihak ketiga.

















BAB VII

MANAJEMEN DAN PENGAWASAN

 


 Direksi

Dalam Undang – Undang No.40 Tahun 2007 di dalam pasal 1 Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris. Salah satu organ penting dalam sebuah perusahaan harus ada seorang Direksi yaitu Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.[28]
Jadi disatu pihak Direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam hal pengurusan perseroan, dan dipihak lain Direksi berwenang mewakili perseroan. Meski pengurusan itu dijalankan Direksi sesuai dengan kebijakannya sendiri dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, namun harus tetap dalam batas-batas yang ditentukan Undang-Undang dan Anggaran Dasarnya. Dalam menjalankan pengurusan Perseroan, Direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada karyawan Perseroan, atau kepada orang lain, untuk melakukan perbuatan hukum tertentu atas nama Perseroan.
Sebagai pengurus Perseroan, Direksi dapat mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Kewenangan itu dimiliki Direksi secara tak terbatas dan tak bersyarat, selama tidak bertentangan dengan Undang-undang dan Anggaran Dasarnya serta Keputusan RUPS. Jika anggota Direksi terdiri lebih dari satu orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali Anggaran Dasarnya menentukan lain – misalnya Anggaran Dasar menentukan bahwa hanya Direktur Utama yang berwenang.
Menurut Undang-undang, anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan di pengadilan untuk sengketa yang terjadi diantara Perseroan dan anggota Direksi yang bersangkutan. Ketidak berwenangan mewakili itu juga berlaku apabila anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. Dalam keadaan tersebut, yang berhak mewakili Perseroan adalah anggota Direksi yang lainnya, atau jika seluruh anggota Direksi mempunyai perbenturan kepentingan maka kewenangan itu dilaksanakan oleh Dewan Komisaris..
Karena pengurusan Perseroan merupakan tanggung jawab Direksi, maka Direksi bertanggung jawab pula terhadap kerugian Perseroan yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelaliannya dalam menjalankan tugasnya. Anggota Direksi menanggung secara pribadi kerugian tersebut – dalam hal Direksi terdiri dari 2 orang atau lebih maka tanggung jawab itu berlaku secara tanggung renteng.
Anggota Direksi dapat terlepas dari tanggung jawab kerugian itu jika mereka dapat membuktikan bahwa kerugian itu bukan akibat kesalahan atau kelalaiannya, dan Direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan hati-hati, tidak mempunyai benturan kepentingan, serta telah mengambil tindakan pencegahan. Pemegang saham, atas nama Perseroan, dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya itu menimbulkan kerugian Perseroan.
Persyaratan Anggota Direksi
Bila memperhatikan peraturan yang berlaku selama ini, maka tidak ada suatu ketentuan manapun yang mengatur tentang persyaratan bagi seseorang yang hendak diangkat menjadi anggota direksi, seseorang itu harus memenihi persyaratan yang telah ditentukan , yaitu :
** Orang (perseorangan) yang mampu melaksanakan perbuatan hokum, dan tidak pernah dinyatakan pailit, atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyataka pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melaksanakan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara.
Orang perseorangan disini dimaksudkan adalah sebagai lawan atas kebalikan dari badan hukum. Sebab dimasa lampau masih dimungkinkan untuk mengangkat “badan hokum” untuk menjabat sebagai anggota direksi, selain memang dapat mengangkat natural person atau orang perseorangan.
Mengenai pernyataan “tidak pernah dinyatakan pailit, atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyataka pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melaksanakan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara” , dalam hal ini undang – undang memberikan batasan waktu yaitu dalam jangka waktu 5 tahun sebelum pengangkatan. Bagi yang dinyatakan pailit atau bersalah maka waktu 5 tahun tersebut dihitug sejak orang yang bersangkutan dinyatakan bersalah pada kekuatan hokum yang tetap. Sedangkan yang melakukan tindak pidana yang meugikan keuangan Negara, batas waktu 5 tahun dihitung sejak yang bersangkutan selesai menjalani hukumannya.[29]
Pengangkatan dan Pemberhentian Direksi
Orang yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum. Selain syarat umum tersebut, secara khusus undang-undang juga mengatur bahwa seseorang tidak dapat diangkat menjadi anggota Direksi jika dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatannya ia pernah dinyatakan pailit, menjadi anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit, atau dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Anggota Direksi diangkat oleh RUPS. Pada saat pendirian, pengangkatan itu untuk pertama kalinya dilakukan oleh Pendiri Perseroan dan dicantumkan dalam akta pendiriannya. Pengangkatan itu dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelahnya dapat diangkat kembali. Anggaran dasar dapat mengatur tentang tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, termasuk tata cara pencalonannya. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. Jika RUPS tidak menetapkannya, maka mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
Pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi harus diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM – Departemen Hukum dan HAM. Pemberitahuan itu bertujuan agar perubahan anggota Direksi dicatat dalam Daftar Perseroan. Dengan pencatatan tersebut, maka calon anggota Direksi telah sah menjadi anggota Direksi, dan efektif dalam menjalankan pengurusan Perseroan. Pemberitahuan itu dilakukan dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal keputusan RUPS. Jika pemberitahuan itu belum dilakukan, Menteri akan menolak setiap permohonan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang baru – yang belum tercatat dalam Daftar Perseroan.
a.       Pemberhentian Sewaktu – waktu
Anggota Direksi dapat sewaktu – waktu dapat diberhentikan berdasrakan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya setlah yang bersangkutan diberi kesempatan mmbela diri dalam RUPS. Dengan demikian kedudukan sebagai anggota Direksi berakhir.

b.      Pemberhentian sementara
Anggota Direksi juga dapat diberhentikan untuk sementara waktu oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya. Pemberhentian sementara itu diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi, dan anggota Direksi yang diberhentikan sementara itu tidak berwenang melakukan tugas-tugasnya. Namun unntuk itu perlu diperhatikan sebagai berikut :
1.      Dalam jangka waktu paling lambat 30 hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diselenggarakan RUPS. Dalam RUPS anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. Dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota Direksi yang bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya.
2.      Ada dua kemunginan yang dapat ditempuh dalam RUPS yaitu RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan anggota direksi yang bersangkutan.
3.      Apabila dalam waktu 30 hari itu telah lewat dan RUPS tidak juga diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian sementara itu menjadi batal.
4.      Dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan direksi yang kosong, atau apabila direksi diberhentikan untuk sementara atau berhalangan.
Tugas dan Wewenang
Pembagian tugas dan wewenang setiap anggota Direksi serta besar dan jenis penghasilannya ditetapkan oleh RUPS. Namun dalam anggaran dasar dapat ditentukan bahwa wewenang RUPS dilakukan oleh komisaris atas nama RUPS.[30]
Kewajiban Direksi
Dalam menjalankan tugasnya melakukan pengurusan Perseroan, Direksi wajib membuat Daftar Pemegang Saham, Daftar Khusus, Risalah RUPS, dan Risalah Rapat Direksi. Selain dokumen-dokumen tersebut, Direksi juga berkewajiban membuat Laporan Tahunan Perseroan dan Dokumen Keuangan Perseroan, serta memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan itu. Direksi wajib memberikan izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dokumen-dokumen itu atas permohonan tertulis. Dalam mengurus saham Perseroan, anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan keluarganya, untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Khusus.[31]
Dalam mengurus harta kekayaan Perseroan, Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan tersebut atau untuk menjadikannya jaminan hutang. Kekayaan Perseroan yang wajib mendapat persetujuan RUPS itu adalah kekayaan Perseroan yang terdiri lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih Perseroan – baik dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. Transaksi itu adalah transaksi pengalihan kekayaan yang terjadi dalam jangka waktu satu tahun buku, atau bisa juga jangka waktu yang lebih lama asalkan diatur dalam Anggaran Dasarnya.
Persetujuan RUPS tidak diperlukan jika tindakan pengalihan atau penjaminan itu telah diatur dalam Anggaran Dasarnya. Tindakan Direksi dalam mengalihkan atau menjaminkan kekayaan Perseroan, meskipun dilakukan tanpa persetujuan RUPS dan tidak diatur dalam Anggaran Dasarnya, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum itu beritikad baik.


 Tanggung Jawab Direksi Dalam Kepailitan
Dalam hal kepailitan, Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS. Undangn-undang PT telah mensyaratkan, bahwa persetujuan untuk menyatakan pailitnya Perseroan harus dengan persetujuan RUPS. Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi, dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit. Tanggung jawab tersebut juga berlaku terhadap anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Anggota Direksi dapat menghindar dari tanggung jawab kepailitan apabila dirinya dapat membuktikan:
  1. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
  2. Anggota Direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuannya.
  3. Anggota Direksi tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukannya.
  4. Anggota Direksi telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Usia Pensiun Direktur
Berbicara mengenai batas usia seorang Direjtur, sebenarnya tidak ada ketentuan khusus utuk mengatur hal tersebut. Undang – undang hanya memberikan persyaratan mengenai “siapa” yang bias diangkat, dan bukan “usia berapa atau sampai usia berapa”.
Mengenai usia karyawan pada umumnya, memang ada Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI ( Kep.Men 02/1995 ) yang menngatur tentang batas usia karyawan untuk pensiun. Dalam keputusannya diatur usia pensiun sorang karyawan adalah usia 55 tahun. Jika memang mengacu pada Kep.Men trsebut maka seorang Direktur harus pensiun pada usia 55 tahun atau maksimum 60 tahun. Namun dalam hal ini undang – undang tidak menegaskan ketetapan Kep Men tersebut berlaku pada Direktur.[32]
Bahwa pada hakikatnya seorang Direktur diangkat untuk masa jabatan yang sudah ditetapkan jangka waktunya dan masa jabatan direktur diatur dalam anggaran dasar perseroan. Hal ini juga berlaku bagi seorang komisaris, karena seorang komisaris dan direksi diangkat berdasarkan persyaratan yang sama.

Komisaris

Komisaris adalah Organ perseorangan yang ber tugas melakukan pengawasan secara umum atau khussus memberikan masihat kepda direksi dalam menjalan kan perseroan adalah komisaris lebih lanjut mengenai tugas dan kewajiban komisaris adalah sbagai berikut.
Fungsi komisaris
Komisaris seperti juga dan rapat umum pemegang saham, merupakan organ perseroan.
Keberadaan komisaris
Perseroan memiliki komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan.

Tugas dan kewajiban komisaris
Komisaris bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasehat kepada direksi dan menjalankan perseroan. Fungsi control dan pemberian advis ini bias di jabarkan lebih lanjut sebagai berikut:
a.       Komisaris bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasehat kepada direksi.
b.      Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tangung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan (fiduciary duty).
c.       Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya (suami, istri atau anak-anaknya) pada perseroan tersebut dan perseroan lainnya.

Pengangkatan dan pemberhentian
a.       Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembal. Untuk pengkatan komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan, nama lengkap,tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarga negaraan komisaris dengan akta pendirian
b.      Anggota komisaris dapat dihentikan sementara oleh RUPS dengan membritahukan secara tertulis kepada anggota komisaris yang bersangkutan.
c.       Anggota komisaris yang diberhentikan sementara tersebut tidak berwenang melakukan tugasnya.
d.      Dalam waktu lambat 30 (tiga pluh) hari setelah pemberitahuan sementara, harus diadakan RUPS dan anggota komisaris yang bersangkutandiberi kesempatan untuk membela diri.
e.       RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan anggota komisaris yang bersangkutan.
f.       Apabila dalam waktu 30(tiga puluh) hari tidak adakan RUPS sebagai mana disebutkan di atas pemberitahuan sementara tersebut batal.
g.      Anggota komisaris yang dapat sewaktu-waktu yang dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya, sehingga setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
h.      Dengan keputusan tersebut makakedudukannya sebagai anggota komisaris berakhir.
Kualifikasi atau Persyaratan
Orang yang dapat di angkat menjadi  komisaris harus memenuhi persyaratan sebagai berikut;
a.    Orang perseorangan.
b.   Yang mampu melakukan perbuatan hukum, dan
c.    Tidak pernah :
-          Dinyatakan pailit, atau
-          Menjadi anggota direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan failit, atau
-          Dihukum karna melakukan tindak pidana yang mengigatkan keuangan Negara, dalam jangka waktu 5lima) tahun sebelum pengangkatan, terhitung sejak yang bersangkutan dinyatakan pailit atau bersalah penyebab perseroan pailit atau apabila dihukum terhitung sejak dia menjalani hukuman.
Anggaran dasar perseroan
a.       Ditetapkan wewenang dan kewajiban.
b.      Diatur tata cara pencalon, pengangkatan dan pemberhentian komisaris tanpa mengurangi hak pemegang saham dan pencalonan.
c.       Dapat di atur dan didasarkan pada keputusan  RUPS, komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadan tertentu untk jangka waktu tertentu.
Gugatan terhadap komisaris
Atas nama perseroan , pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satupersepuluh) bagian dari seluruh saham dengan hak suara yang sah, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negri terhadap Komisaris yang karna kesalahan atau kekalahannya menimbulkan kerugian kepada perseroan, dan ini tercantum dalam Pasal 98 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1995 tentang Undang-Undang perseroan Terbatas.

 RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

RUPS atau Rapat Umum Pemegang Saham merupakan organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dan memgang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan komisaris. RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
1.      Hak dan Wewenang RUPS
a.       Memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan oleh UU no. 1 tahun 1995 dan atau anggaran dasar.
b.      Berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris.
2.      Kedudukan dan Tempat RUPS Diadakan
a.       Tempat kedudukan perseroan adalah tempat dimana kantor pusatnya berada atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya.
b.      RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan. Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa RUPS dapat dilakukan diluar tempat kedudukan perseroan atau kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar tetapai harus terletak di wilayah Republik Indonesia.
3.      Macam – Macam RUPS
a.       RUPS terdiri dari RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
b.      RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku, dan dalam RUPS tahun tersebut harus diajukan semua dokumen perseroan.
c.       RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan, yang juga biasa disebut Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham.
4.      Penyelenggaraan RUPS
a.       Direksi adalah sebagai penyelenggara RUPS.
b.      Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarankan RUPS lainnya, atau dapat juga dilakukan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan. Permintaan pemegang saham tersebut diajukan kepada direksi atau komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya. Dan RUPS seperti itu hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan alasan yang diajukan tersebut.
5.      Peran Pengadilan Negeri
Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk:
a.       Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan atas permohonan pemegang saham, apabila Direksi atau Komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan; atau
b.      Melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham yang secara bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimanan ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan yang bersangkutan, apabila Direksi atau Komisaris setelah lewat waktu 30 hari terhitung sejak permintaan tidak memanggil RUPS lainnya.
Pengadilan Negeri dalam hal tersebut diatas dapat menetapkan bentuk, isi dan jangka pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat kepada ketentuan UU No. 1 Tahun 1995 atau Anggaran Dasar. Dalam hal RUPS diselenggarakan sebagaimana disebutkan diatas, Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan Direksi dan atau KOmisaris untuk hadir. Ketetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai pemberian izin tersebut diatas merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir, yang dimaksudkan agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.
6.      Kuasa Menghadiri RUPS
Pemegang saham dengaan hak suara yang sah baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya. Dalam pemungutan suara anggota Direksi, anggota Komisaris, dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham tersebut diatas.
7.      Hak Suara dalam RUPS
Setiap saham yang dikeluarakan oleh perseroan mempunyai satu hak suara kecuali Anggaran Dasar menentukan lain. Sejalan dengan ketentuan tentang saham yang menyatakan bahwa perseroan dapat mengeluarkan satu atau lebih klasifikasi saham, maka dimungkinkan untuk diberikan atau tidaknya hak suara kepada saham yang diterbitkan, termasuk dalam hal ini variasi dari hak suara itu sendiri. Dalam hal Anggaran Dasar tidak menentukan lain mengenai hal tersebut, maka dapat dianggap bahwa setiap saham yang dikeluarkan memiliki satu hak suara sebagaimana disebutkan dalam pasal 72 ayat (1) UUPT.

Saham pereroan yang dimiliki perseroan itu sendiri tidak mempunyai hak suara. Dengan ketentuan ini maka saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak mempunyai tidak memiliki hak suara dan tidak dihitung dalam penentuan kuorum.saham perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.
8.      Korum untuk RUPS
“Kuorum” adalah jumlah mininmum anggota yang harus hadir dalam rapat, agar dapat mengesahkan suatu putusan (to make it valid). RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari ½ bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah kecuali UUPT dan atau Anggaran Dasar menentukan lain. Penyimpangan atas ketentuan tersebut hanya dimungkinkan dalam hal yang ditentukan oleh UUPT.
Anggaran Dasar tidak boleh menentukan kuorum yang lebih kecil dari kuorum yang ditentukan oleh UUPT. Dalam hal kuorum atau jumlah anggota yang menghadiri rapat tidak memenuhi ketentuan, maka diadakan pemanggilan RUPS kedua. Karena panggilan RUPS ini sebagai akibat dari tidak tercapainya kuorum dalam RUPS pertama, maka acara RUPS kedua harus sama dengan acara RUPS pertama dan pemanggilan harus dilakukan pailing lambat 7 hari sebelum RUPS kedua diselenggarakan.
RUPS kedua diselenggarakan paling cepat 10 hari dan paling lambat 21 hari dari RUPS pertama. Dan RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah. Apabila kuorum RUPS kedua juga tidak tercapai, maka atas permohonan perseroan kuorum ditetapkan oleh Pengadilan Negeri. Bila Ketua Pengadilan Negeri berjalangan, maka penetapan dilakukan oleh pejabat lain yang mewakili Ketua.
9.      Keputusan RUPS
Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Apabila hal tersebut tidak tercapai, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah kecuali UUPT dan atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besardari suara terbanyak.
Pada dasarnya keputusan RUPS harus dicapai melalui musyawarah untuk mifakat. Apabila setelah diusahakan agar supaya demikian, namun musyawarah untuk mufakat juga tidak bias tercapai maka keputusan RUPS dapat diambil melalui pemungutan suara dengan suara terbanyak. Secara umum suara terbanyak yang diperlukan adalah suara terbanyak biasa, yaitu jumlah suara lebih banyak dari kelompok suara lain, tanpa harus mencapai jumlah yang lebih dari setengah, dari keseluruhan suara dalam pemungutan suara tersebut.
Namun demikian dalam hal-hal tertentu keputusan RUPS yang berkaitan dengan sesuatu yang sangat mendasar bagi keberadaan, keberlangsungan, atau sifat dari suatu perseroan, UUPT, atau Anggaran Dasar dapat menetapkan suara terbanyak yang lebih besar dari suara terbanyak biasa, yaitu suara terbanyak mutlak (absolute majority) atau suara terbanyak khusus (qualified/special majority). Suara terbanyak mutlak adalah suara terbanyak yang lebih dari 1/2 dari seluruh junlah suara dalam pemungutan suara tersebut. Sedangkan suara terbanyak khusus adalah suara terbanyak yang ditentukan secara pasti jumlahnya seperti 2/3, 3/4, 3/5 dan sebagainya.
Keputusan RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh dari jumlah tersebut. Apabila kuorum yang dimaksudkan tersebut tidak tercapai dalam RUPS kedua, keputusan sah apabila dihadiri 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh suara terbanyak dari jumlah suara tersebut.
Dalam hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan, kepailitan, dan pembubaran perseroan, keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara tersebut.
Keputusan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang, seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan, sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ bagian jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ bagian dari seluruh jumlah suara tersebut.
Setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat risalah dan dibubuhi tanda tangan ketua rapat dan paling sedikit satu orang pemegang saham yang ditunjukan dari dan oleh RUPS. Maksud pembuatan risalah dengan penandatangannan tersebut dimaksudkan dalah untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi risalah tersebut. Isi risalah RUPS tersebut dibuat oleh Notaris maka kewajiban untuk menandatangani sebagaimana yang dimaksudkan di atas tidak diperlukan. diambil dengan cara lain dari rapat, yaitu keputusan yang diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang saham dan keputusan ini hanya sah apabila semua pemegang saham menyetujui secara tertulis cara pengambilan keputusan dan usul tersebut. Perlu diperhatikan bahwa “cara lain” ini tidak berlaku bagi perseroan yang mengeluarkan saham atas tunjuk. Apabila Anggaran Dasar tidak mengatur ketentuan seperti dimaksud tersebut, keputusan dapat diambil apabila semua pemegang saham dengan hak suara yang sah telah menyetujui secara tertulis baik mengenai cara maupun keputusan yang diambil.
Pemanggilan RUPS
Untuk menyelenggarakan RUPS, Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham. Dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris.
Pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi. Namun dalam hal Direksi berhalangan atau terdapat pertentangan kepentingan antara Direksi dan Perseroan, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris.
Ketentuan yang harus dipenuhi dan hal-hal yang patut memperoleh perhatian dalam pemanggilan adalah sebagai berikut:
a.       Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat paling lambat 14 hari sebelum RUPS diadakan. Maksudnya ialah untuk memastikan bahwa panggilan telah dilakukan dan ditujukan ke alamat pemegang saham. Pemanggilan RUPS untuk Perseroan Terbuka dilakukan dalam dua surat kabar harian.
b.      Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan sejak hari pemanggilan RUPS dilakukan sampai dengan hari RUPS diadakan dan perseroan wajib memberikan salinan bahan yang akan dibicarakan kepada pemegang saham secara cuma-Cuma.
c.       Apabila waktu dan cara pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan, keputusan tetap sah asalkan RUPS dihadiri oleh seluruh pemegang saham dengan hak suara yang sah dan disetujui dengan suara bulat.
Untuk Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan, wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dalam dua surat kabar harian dengan maksud untuk memberikan kesempatan kepada pemegang saham untuk menyampaikan usul penambahan acara RUPS kepada Direksi dan pengumuman tersebut dilakukan paling lambat 14 hari sebelum pemanggilan RUPS.

Laporan Tahunan

 Laporan tahunan merupakan laporan perkembangannya dan pencapaian yang berhasil diraih organisasi dalam setahun. Data dan informasi yang akurat menjadi kunci penulisan laporan tahunan. Isi dari laporan tahunan tersebut mencakup laporan keuangan dan prestasi akan kinerja organisasi selama satu tahun.[33]
Fungsi Laporan Tahunan
 Terdapat beberapa fungsi mendasar dari sebuah laporan tahunan yang dibuat oleh masing-masing perusahaan, yaitu sumber dokumentasi informasi perusahaan tentang apa yang telah dicapai perusahaan selama setahun, sebagai alat pemasaran yang kreatif bagi perusahaan melalui integritas desain dan tulisan, menambah daya tarik perusahaan di mata konsumen, sebagai dokumen lengkap yang menceritakan secara mendetail kinerja perusahaan, beserta dengan neraca rugi laba perusahaan dalam setahun, serta memberikan gambaran mengenai tugas dan pekerjaan masing-masing bidang.
Pedoman Penulisan Laporan Tahunan
 Penulisan laporan tahunan bukanlah sebuah proses yang mudah, melainkan memerlukan waktu yang cukup lama. Laporan tahunan ini biasa ditulis oleh seorang praktisi humas yang mengetahui secara rinci kinerja organisasi. Terdapat beberapa acuan penulisan laporan tahunan yaitu:
  1. Disusun secara objektif. Pesan yang disusun digunakan untuk membangun kesadaran publik akan perkembangan suatu perusahaan.
  2. Disusun dan ditulis dalam bentuk majalah berita dengan disertai foto yang mengkilap dan desain yang menarik.
  3. Evaluasi atas laporan tahunan sebelumnya menjadi dasar untuk penulisan laporan tahunan selanjutnya
  4. Dilengkapi dengan fakta dan data-data statistik untuk menggambarkan keadaan perusahaan secara lebih detail.

Tahapan Laporan Tahunan
 Penulisan laporan tahunan bukanlah sebuah proses yang mudah, melainkan memerlukan waktu yang cukup lama. Laporan tahunan ini biasa ditulis oleh seorang praktisi humas yang mengetahui secara rinci kinerja organisasi .Terdapat beberapa acuan penulisan laporan tahunan yaitu:
  1. Disusun secara objektif. Pesan yang disusun digunakan untuk membangun kesadaran publik akan perkembangan suatu perusahaan.
  2. Disusun dan ditulis dalam bentuk majalah berita dengan disertai foto yang mengkilap dan desain yang menarik.
  3. Evaluasi atas laporan tahunan sebelumnya menjadi dasar untuk penulisan laporan tahunan selanjutnya.
  4. Dilengkapi dengan fakta dan data-data statistik untuk menggambarkan keadaan perusahaan secara lebih detail.
Kelebihan dan Kelemahan Laporan Tahunan
Kelebihan laporan tahunan yang dibuat secara lengkap dan didesain secara menarik akan menjadi sebuah dokumen yang sangat efektif untuk menginformasikan sekaligus mempromosikan perusahaan tersebut kepada publik sasaran, sedangkan kelemahan dari laporan tahunan yang berbentuk seperti buku dan tebal seringkali membuat publik sasaran enggan untuk membaca keseluruhan laporan tahunan tersebut.





DAFTAR PUSTAKA


Sumber Buku
Nadapdap, Binoto, SH.MH., 2009, Hukum Perseroan Terbatas, cetakan 1, Jakarta: Jala Permata Aksara.

Widjaya, I.G.Rai, 2002, Hukum Perusahaan, cet.ke-2, Jakarta: Kesaint Blanc.
Khaerandy, Ridwan, 1999, Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, cet.ke-4, Yogyakarta: Gama Media
Purwosutjipto, H.M.N, 1983, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia I, cet.ke-3, Jakarta: Djambatan
Sulaiman, Robintan, 2001, Otopsi Kejahatan Bisnis, cet ke-1, Jakarta: PT. Delta Citra Grafindo    
Kosidin, Koko, 1999, Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, cet.ke-1,
Harahap, M. Yahya, 2009, Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika.
Hasyim, Farida, 2009, Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika.
Kansil,C.C.T dan Christine Kansil, 1995, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dalam Ekonomi). Jakarta: Pradnya Paramita.
Hasyim, Farida. 2009. Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika.

Muhammad, Abdulkadir, 1999, Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Redaksi Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).2010. Hatta Jejak yang Malampaui Zaman dalam Seri Buku Tempo: Bapak Bangsa. Jakarta: Gramedia.
Rido, R. Ali. 2004. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,      Koperasi, Yayasan, dan Wakaf. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. Bandung: Alumni.
Ritonga, dkk. 2004. Ekonomi SMA untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsudin. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
 Harahap,M. Yahya. 1996. Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, Bandung: Citra Aditya Bakti.
 Gautama, Sudargo dan Rizawanto Winata. 1987. Himpunan Keputusan Merek Dagang. Bandung: Alumni.
Sumber Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.
Indonesia, Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Indonesia, Undang-Undang No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Indonesia, Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Indonesia, Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Indonesia, Peraturan Pemerintah No.4 tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi .
Indonesia, Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah.
Indonesia, Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.
Indonesia, Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi.
Indonesia, Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.
Sumber Internet
http://m.lawindo.biz/site.com
http://id.m.wikipedia.org




[1]  Mulhadi, hukum perusahaan (bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia), (Bogor:Ghalia Indonesia,2010), hal.3.
[2] ,.ibid, hal.6.
[3] .,ibid
[4] .,ibid, hal.7.
[5] .,ibid, hal.16.
[6] .,ibid, hal.4.
[7] H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia : Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, (Jakarta, Penerbit Djamban,1995), Cetakan 11, hal. 42.
[8] .,ibid, hal.43.
[9] .,ibid, hal.44.
[10] .,ibid, hal.17.
[11]Pengijon adalah pemberi kredit/pinjaman kepada para petani/pengusaha yang pembayarannya dilakukan dengan hasil panen/hasil produksi.
[12] Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia, Op.Cit.
[13] Ibid
                [14] Pasal 1 ayat (1) PP No.4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi: “Akta Pendirian Koperasi adalah akta perjanjian yang dibuat oleh para pendiri dalam rangka pembentukan Koperasi, dan memuat anggaran dasar Koperasi.”       

[15] Vide pasal 11 PP No.4 tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
[16] Vide pasal 35 UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
[17] Ritonga dkk, Ekonomi SMA untuk Kelas X, Erlangga, Jakarta, 2004, hlm.221.
[18] Modal penyertaan berdasarkan pasal 1 ayat (1) PP No.33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi adalah  Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh Pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya.
[19] Vide pasal 54 UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
[20] Berdasarkan pasal 6 PP No.63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan, kekayaan awal suatu yayasan adalah:
(1) Jumlah kekayaan awal Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Jumlah kekayaan awal Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
[21] Charlesworth and Morse, Company Law, ELBS, Fourteenth Edition, 1991, hlm. 98.
[22] Achmad Ichsan, S.H., 1987, Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturann Amgkutan, Pradnya Paramita,  hlm. 146.
[23] Op. Cit., Charles Worth and Merse, hlm. 99.
[24] Op. Cit., Achmad Ichsan, hlm. 167.
[25] HMN Purwosutjipto, S.H., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Bentuk Perusahaan, jilid 2, Djambatan, hlm. 103.
[26] Ibid., hlm. 113.
[27] Ibid., hlm.119.
[28] Undang – Undang No.40 Tahun 2007
[29] I.G.Rai Widjaya, S.H., M.A. Hukum Perusahaan, Cet 1, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2000)Hlm 209
[30] Ibid hal 215
[31] http://m.lawindo.biz/site.com
[32] Ibid hal .239
[33] http://id.m.wikipedia.org