Sabtu, 20 Oktober 2012


PANCASILA CEGAH TAWURAN

Oleh: Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan – Serang
PERGESERAN TUJUAN SISTEM PENDIDIKAN
       Pendidikan merupakan salah satu hak dasar yang harus didapat oleh semua warga negara,  tanpa terkeculi. Semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak, baik formal maupun non formal. Tugas semua pihak dalam memajukan dan memberikan pendidikan yang baik bagi generasi penerus bangsa ini. Pemerintah, masyarakat bahkan pihak swasta harus bahu membahu dalam melakukan kegiatan untuk mencerdaskan seluruh generasi yang akan datang. Seperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4, yang didalamnya tertera tujuan negara kesejahteraan yang menjadi konsep dalam memajukan dan menciptakan kehidupan yang nyaman, aman, tentaram dan sejahtera. Mencerdaskan kehidupan bangsa, inilah yang menjadi tujuan dalam sistem pendidikan di negara kita. Tetapi, kenyataan yang terjadi sekarang  ini, telah bergesar kepada sistem pendidikan yang tidak mempunyai arah tujuan di tingkat implementasinya. Para pelajar kita hanya sekedar mengejar ijazah dan kelulusan belaka. Sistem pendidikan yang coba untuk diterapkan, ternyata tidak memberikan kontribusi positif pada pengembangan moral, skiil dan kepribadian para pelajar. Sebenarnya tidak semua pelajar melakukan hal negatif, tetapi yang terekspos akhir-akhir ini adalah kegiatan oknum pelajar yang melakukan tindak kekerasan sehingga mengakibatkan jatuh korban. Contoh kasus tawuran yang pecah dan menjadi headline dibeberapa surat kabar dan statiun televisi adalah tawuran antara SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta dan tawuran mahasiswa seperti di Universitas Negeri Makassar. Kekerasan yang terjadi sebenarnya mungkin diawali dengan hal yang sepele, misalnya ketersinggungan, mengatasnamakan solidaritas kawan dan membela nama sekolah karena nama sekolah mereka di jelek-jelekan, sehingga mereka tidak terima lalu emosi mereka tersulut dan terjadilah tawuran. Tindakan yang seperti ini sudah keluar dari nilai-nilai yang terkandung secara tersurat maupun tersirat dalam Pancasila.
PANCASILA TAMENG TAWURAN PELAJAR
Empat pilar Kebangsaan Indonesia adalah UUD 1945, Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila, inilah salah satu pilar yang kebangsaan Indonesia. Pancasila terdiri dari lima sila, tentu semua orang sudah mengetahuinya dan bahkan hafal diluar kepala. Sila kesatu sampai ke lima dari pelajar tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi dipastikan hafal. Akan tetapi, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sekarang sudah mulai luntur dan tidak dilaksanakan oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan adanya  korupsi yang sudah mendarah daging, kekerasan mudah ditemukan dimana-mana dan dari pedesaaan sampai perkotaan perbuatan-perbuatan asusila banyak dilakukan. Norma-norma agama, kesusilaan, sosial dan hukum dianggap angin lalu, tidak diperdulikan, bahkan lebih ekstrim lagi, apabila orang berbuat baik dianggap aneh, dan orang yang berbuat diluar ketentuan norma dan nilai-nilai dianggap hebat. Sungguh semua sudah tidak beraturan dan sungguh tragis.
Tawuran pelajar merupakan salah satu dampak dari tidak terimplementasikannya sila kesatu Pancasila oleh para pihak. Sila kesatu Ketuhanan Yang Maha Esa. Konsep dari sila kesatu terkandung makna yang mendalam yaitu; hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam. Hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan ini bersifat vertikal. Hubungan yang tertanam secara bathiniah dan lahiriah dengan penguasa dan pencipta mahluk. Jika manusia sudah mengimani hubungan manusia dengan Tuhannya, dipastikan manusia tersebut akan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangn-Nya. Jika pelajar sudah menerapkan konsep ini, tentu dia akan berusaha melakukan tugasnya sesuai porsi. Tugas pelajar adalah belajar dan berusaha mencari identitas diri dengan cara-cara yang positif. Tawuran dijadikan alasan bagi mereka untuk mencari identitas diri, tetapi cara seperti ini berdampak negatif bagi diri dan orang lain. Apabila mereka sudah mengenali siapa Tuhannya, dapat dipastikan mereka akan lebih banyak melakukan hal positif dan segala sesuatu yang diperbuat diniatkan untuk ibadah kepada Tuhan. Hubungan manusia dengan manusia, konsep ini mengedapankan rasa sosial kemanusiaan tanpa melihat ras, agama, golongan dan perbedaan-perbedaan lainnya. Mereka akan berusah menjaga hubungan yang baik terhadap sesama manusia, dan tidak akan menyakiti manusia lain. Jika konsep ini terlaksana, maka tawuran tidak akan terjadi dengan alasan apapun yang sebenarnya hanya mengedepankan ego masing-masing tanpa berpikir panjang.  Hubungan manusia dengan alam, pada konsep ini manusia akan selau menjaga sikapnya terhadap alam dan mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Pada tataran ini pelajar diberi pemahaman bahwa yang hidup di jagat raya ini tidak hanya manusia, bahkan manusia hanyalah salah satu komponen dari begitu banyak ciptaan Tuhan lainnya. Secara logika, manusia tanpa alam tidak akan bisa hidup, tetapi jika alam tanpa manusia, rasanya alam akan baik-baik saja. Sila kesatu Pancasila jika memang sudah dilaksanakan dengan baik, maka ketentuan sila-sila lainnya mulai dari sila ke-2 Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab sampai sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, secara otomatis sudah dapat terimplemetasikan. Nilai yang terkandung dalam Pancasila yang merupakan nilai relegius, sosio, politik ekonomi, nasionalisme dan demokrasi yang disusun oleh para stakeholders kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu Ir. Soekarno, Dr. Muhammad Hatta, Mr. Dr. Muhammad Yamin dan Dr. Soepomo, telah dibuat sesempurna mungkin sesuai dengan nilai-nilai yang sudah ada terlebih dahulu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di masyarakat Indonesia sejak jaman Majapahit dan Sriwijaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa  Pancasila disusun berdasarkan nilai-nilai kearifan yang sudah ada dan berkembang di masyarakat Indonesia sejak jaman dahulu.
Makna Pendidikan dalam sila-sila yang terdapat dalam Pancasila, merupakan makna fundamental dari keseluruhan perkembangan pendidikan seorang warga negara secara batiniah dan lahiriah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam sila ke satu, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung paham relegius-nasionalisme; yaitu paham Ketuhanan yang berdasarkan keyakinan individu masing-masing warga negara terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan tetap mengedepankan rasa toleransi beragama, contoh dalam Islam terdapat dalam QS. 109:6 yang berarti “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. Paham sila kesatu ini menanamkan bahwa setiap warga negara berhak melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing dan menghargai perbedaan keyakinan yang ada sehingga kerukunan antar umat beragama terwujud dengan baik. Dalam sila kedua dan ketiga, Kemanusiaan Yang adil dan Beradab serta Persatuan Indonesia mengandung paham sosio-nasionalisme; yaitu paham hubungan sosial yang terjalin baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok serta kelompok dengan kelompok lainnya sehingga dapat menciptakan kondisi lingkungan kehidupan bernegara yang nyaman, aman, tentram dan sejahtera sesuai dengan konsep welfare state yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4. Terakhir dalam sila keempat dan kelima, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung makna politis ekonomi-demokrasi nasionalisme  yaitu paham yang merupakan dasar setiap warga negara dalam melakukan kegiatan politik dan ekonomi dengan asas demokrasi nasionalisme untuk kesejahteraan rakyat demi kemajuan bangsa Indonesia di dalam maupun luar negeri sehingga dapat diperhitungkan dalam kancah pergaulan internasional.
Pelajar atau peseta didik adalah tiap warga negara yang melakukan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan formal maupun nonformal yang melalui proses sehingga menjadi manusia cerdas secara akidah, moral dan intelektual. Pendekatan pendidikan yang dilakukan dapat dengan cara pendekatan psikologis, pendekatan sosial dan pendekatan edukatif/pedagogis. Idealnya pendekatan pendidikan yang dilakukan tidak hanya dalam tataran lingkungan sekolah saja, tetapi peran keluarga, masyarakat dan segenap stakeholders harus ikut menunjang program tersebut demi tercapainya tujuan pembentukan manusia yang ideal.
Kenyataan yang terjadi sekarang ini, pelajar dalam melakukan kegiatan belajar mengajar ternyata hanya sekedar formalitas. Esensi dari sila kesatu Pancasila-pun mereka tidak memahami, apalagi sila-sila berikutnya. Semua ini tidak terlepas dari cara pembelajaran atau sistem pendidikan sekarang yang hanya mengedepankan output berupa nilai yang bagus. Para stakeholders tanpa sadar telah membuat generasi robot. Mereka diciptakan untuk memenuhi tuntutan program yang harus dilaksanakan. Pelajar sekarangpun lebih mengagungkan materiil dibanding kemampuan otak, moralitas dan akidah. Sehingga nilai intelektualitas, empati dan nilai relegius tidak terserap dengan baik. Sergapan perkembangan teknologi dan materi global yang mereka dapat dengan mudah melalui gadget-gadget yang mereka milki, telah meninabobokan mental generasi penerus kita menjadi generasi yang berakhlak rendah, matrealistis, instan, egois dan manja. Sekarang menjadi tugas bersama khususnya para pembuat kebijakan, orang tua, guru dan pemuka agama untuk memberikan pendidikan yang baik secara lahir dan batin kepada para penerus bangsa supaya mereka tidak terjerumus, dan menjadi calon penerus bangsa yang bisa membawa perubahan lebih baik dan maju demi kebanggaan bangsa Indonesia. Wallahu ‘alam Bisshawaab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar