Selasa, 09 Oktober 2012


MENELISIK TAWURAN PELAJAR YANG KERAP TERJADI DARI SUDUT PANDANG PANCASILA SEBAGAI SALAH SATU PILAR BANGSA INDONESIA

Oleh: Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan – Serang
       Pendidikan merupakan salah satu hak dasar yang harus didapat oleh semua warga negara,  tanpa terkeculi. Semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak, baik formal maupun non formal. Tugas semua pihak dalam memajukan dan memberikan pendidikan yang baik bagi generasi penerus bangsa ini. Pemerintah, masyarakat bahkan pihak swasta harus bahu membahu dalam melakukan kegiatan untuk mencerdaskan seluruh generasi yang akan datang. Seperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4, yang didalamnya tertera tujuan negara kesejahteraan yang menjadi konsep dalam memajukan dan menciptakan kehidupan yang nyaman, aman, tentaram dan sejahtera. Mencerdaskan kehidupan bangsa, inilah yang menjadi tujuan dalam sistem pendidikan di negara kita. Tetapi, kenyataan yang terjadi sekarang  ini, telah bergesar kepada sistem pendidikan yang tidak mempunyai arah tujuan di tingkat implementasinya. Para pelajar kita hanya sekedar mengejar ijazah dan kelulusan belaka. Sistem pendidikan yang coba untuk diterapkan, ternyata tidak memberikan kontribusi positif pada pengembangan moral, skiil dan kepribadian para pelajar. Sebenarnya tidak semua pelajar melakukan hal negatif, tetapi yang terekspos akhir-akhir ini adalah kegiatan oknum pelajar yang melakukan tindak kekerasan sehingga mengakibatkan jatuh korban. Kekerasan yang terjadi sebenarnya mungkin diawali dengan hal yang sepele, misalnya mengatasnamakan solidaritas kawan dan membela nama sekolah karena nama sekolah mereka di jelek-jelekan, sehingga mereka tidak terima dan emosi mereka tersulut dan terjadilah tawuran pelajar. Tindakan yang seperti ini sudah keluar dari nilai-nilai yang terkandung secara tersurat maupun tersirat dalam Pancasila.

PANCASILA TAMENG TAWURAN PELAJAR
Empat pilar Kebangsaan Indonesia adalah UUD 1945, Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila, inilah salah satu pilar yang kebangsaan Indonesia. Pancasila terdiri dari lima sila, tentu semua orang sudah mengetahuinya dan bahkan hafal diluar kepala. Sila kesatu sampai ke lima dari pelajar tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi dipastikan hafal. Akan tetapi, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sekarang sudah mulai luntur dan tidak dilaksanakan oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan adanya  korupsi yang sudah mendarah daging, kekerasan mudah ditemukan dimana-mana, dari pedesaaan sampai perkotaan perbuatan-perbuatan asusila banyak dilakukan. Norma-norma agama, susila, sosial dan hukum dianggap angin lalu, tidak diperdulikan, bahkan lebih ekstrim lagi, apabila orang berbuat baik dianggap aneh, dan orang yang berbuat diluar ketentuan norma dan nilai-nilai dianggap hebat. Sungguh semua sudah tidak beraturan dan sungguh tragis.
Tawuran pelajar merupakan salah satu ekses dari tidak terimplementasikannya sila kesatu Pancasila oleh para pihak. Sila kesatu Ketuhanan Yang Maha Esa. Konsep dari sila kesatu terkandung makna yang mendalam yaitu; hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam. Hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan ini bersifat vertikal. Hubungan yang tertanam secara bathiniah dan lahiriah dengan penguasa dan pencipta mahluk. Jika manusia sudah mengimani hubungan manusia dengan Tuhannya, dipastikan manusia tersebut akan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangn-Nya. Jika pelajar sudah menerapkan konsep ini, tentu dia akan berusaha melakukan tugasnya sesuai porsi. Tugas pelajar adalah belajar dan berusaha mencari identitas diri dengan cara-cara yang positif. Tawuran dijadikan alasan bagi mereka untuk mencari identitas diri, tetapi cara seperti ini berdampak negatif bagi diri dan orang lain. Apabila mereka sudah mengenali siapa Tuhannya, dapat dipastikan mereka akan lebih banyak melakukan hal positif dsan segala sesuatu yang dilakukan diniatkan untuk ibadah kepada Tuhan. Hubungan manusia dengan manusia, konsep ini mengedapankan rasa sosial kemanusiaan tanpa melihat ras, agama, golongan dan perbedaan-perbedaan lainnya. Mereka akan berusah menjaga hubungan yang baik terhadap sesama manusia, dan tidak akan menyakiti manusia lain. Jika konsep ini terlaksana, maka tawuran tidak akan terjadi dengan alasan apapun yang sebenarnya hanya mengedepankan ego masing-masing tanpa berpikir panjang.  Hubungan manusia dengan alam, pada konsep ini manusia akan selau menjaga sikapnya terhadap alam dan mahluk ciptaan tuhan lainnya. Pada tataran ini pelajar diberi pemahaman bahwa yang hidup di jagat raya ini tidak hanya manusia, bahkan manusia hanyalah salah satu komponen dari begitu banyak ciptaan Tuhan lainnya. Secara logika, manusia tanpa alam tidak akan bisa hidup, tetapi jika alam tanpa manusia rasanya alam akan baik-baik saja. Sila kesatu Pancasila jika memang sudah dilaksanakan dengan baik, maka ketentuan sila-sila lainnya mulai dari sila ke-2 Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab sampai sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, secara otomatis sudah dapat terimplemetasikan. Maka, sebenarnya nilai yang terkandung dalam Pancasila yang merupakan paham sosio-nasionalis yang disusun oleh para stakeholders kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu Ir. Soekarno, Dr. Muhammad Hatta, Mr. Dr. Muhammad Yamin dan Dr. Soepomo, telah dibuat sesempurna mungkin sesuai dengan nilai-nilai yang sudah ada terlebih dahulu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di masyarakat Indonesia sejak jaman Majapahit dan Sriwijaya.
Pelajar dalam melakukan kegiatan belajar mengajar ternyata hanya sekedar formalitas. Esensi dari sila kesatu Pancasila-pun mereka tidak memahami. Semua ini tidak terlepas dari cara pembelajaran atau sistem pendidikan sekarang yang hanya mengedepankan output berupa nilai yang bagus. Para stakeholders tanpa sadar telah membuat generasi robot. Mereka diciptakan untuk memenuhi tuntutan program yang harus dilaksanakan. Pelajar sekarangpun lebih mengagungkan materiil dibanding kemampuan otak dan moralitas. Sergapan perkembangan teknologi dan materi global yang mereka dapat dengan mudah melalui gadget-gadget yang mereka milki, telah menina bobokan mental generasi penerus kita, menjadi generasi yang matrealistis, instan, egois dan manja. Sekarang menjadi tugas bersama khususnya para pembuat kebijakan, orang tua, guru dan alim ulama untuk memberikan pendidikan yang baik kepada para penerus bangsa supaya mereka tidak terjerumus, dan menjadi calon penerus bangsa yang bisa membawa perubahan lebih baik dan maju demi kebanggaan bangsa Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar