Kamis, 31 Mei 2012

Desentralisasi Pengelolaan Lingkungan.


.   Desentralisasi Pengelolaan Lingkungan.
       Semenjak dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah telah diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, maka pengaturan mengenai lingkungan hidup telah mengalami perubahan pula. UU  Pemerintah Daerah sebagai Hukum Positif memerlukan peraturan organiknya berupa peraturan pelaksanaannya.[1] Oleh karena itu, untuk lebih merinci pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya di bidang lingkungan hidup, maka hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat (3) butir 18 PP Nomor 25 Tahun 2000 tersebut menyangkut bidang lingkungan hidup sebagai berikut:[2]
1.      Penetapan pedoman pengendalian sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan.
2.      Pengaturan pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya laut diluar 12 (dua belas) mil.
3.      Penilaian analisis mengenai dampak lingkungan bagi kegiatan-kegiatan yang potensial berdampak negatif pada masyarakat luas dan/atau menyangkut pertahanan dan keamanan, yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah provinsi, kegiatan yang beralokasi di wilayah sengketa dengan negara lain, di wilayah laut di bawah 12 ( dua belas) mil dan berdomisili dilintas batas negara.
4.      Penetapan baku mutu lingkungan dan penetapan pedoman tentang pencemaran lingkungan hidup.
5.      Pedoman tentang konversasi sumber daya alam.
       Kewenangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di luar dari kewenangan yang dialokasikan kepada pemerintah (pusat) dan provinsi menjadi kewenangan otonomi kabupaten/kotamadya yang meliputi kewenangan-kewenangan sebagai berikut:[3]
1.      Pemberian konsesi ( pemanfaatan/pengusahaan ) sumber daya alam yang berdampak pada keseimbangan daya dukung ekosistem dan masyarakat adat/setempat (penyelenggara perizinan).
2.      Pengendalian dampak dari suatu kegiatan terhadap sumber daya air, udara, tanah, termasuk melaksanakan pengawasan penataan sampai dengan penjatuhan sanksi administratif (pengendalian dampak lingkungan).
Kedua kewenangan  tersebut selama ini dimiliki pemerintah pusat. Selama diserahkannya wewenang pengelolaan lingkungan hidup kepada daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota,  kondisi lingkungan tidak lebih baik dari sebelumnya. Padahal dengan terjadinya penyerahan tersebut, pemerintah pusat dan masyarakat berharap pengelolaan lingkungan akan lebih baik. Terlalu banyak masalah yang terjadi di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, misalnya:
1.      Tersedianya sumber daya manusia yang andal dalam bidang lingkungan.
2.      Kurangnya perhatian gubernur atau bupati/walikota dalam menata atau menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan yang terjadi di daerahnya.


[1] [1]  Supriadi, Hukum  Lingkungan Indonesia Sebuah Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.hlm.175.
[2] PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang  Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. 
[3]Supriadi., op., cit., hlm. 177.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar