Senin, 09 Juli 2012

PENGULASAN TUDUHAN JUAL BELI BANGKU SEKOLAH YANG MENGARAH PADA GRATIFIKASI KEPADA OKNUM ANGGOTA DEWAN CILEGON

PENGULASAN TUDUHAN JUAL BELI BANGKU SEKOLAH YANG MENGARAH PADA GRATIFIKASI KEPADA OKNUM ANGGOTA DEWAN CILEGON

Jual beli bangku sekolah, jual beli ijasah, jual beli lowongan kerja,,ini adalah secuil kegilaan masyarakat yang tidak mengedepankan hati nurani,,memang kita harus hidup realistis, tidak boleh hanya berangan-angan, akan tetapi, angan-angan yang positif tidak bisakah terwujud dengan cara yang baik dan jalan yang positif pula? ini kemudian menjadi hal tabu yang biasa, mencari jalan yang positif dianggap aneh sekarang, terkesan kita diharuskan ikut berkompromi juga dengan jalan yang mungkin tidak sesuai dengan hati nurani kita, jaman sudah gila, ataukah manusianya yang gila?!.
Keanehan moralitas kehidupan yang mulai terjadi atau mungkin bahkan sudah terjadi sejak jaman jahiliah dulu, menjadi asupan kegiatan keseharian kita sekarang ini, tinggal bagaimana kita dapat menyaring dan mengambil makna positif berdasarkan aturan dan rel yang sudah dibuatkan oleh yang maha kuasa untuk manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini,,kabar berita berdasarkan koran radar banten tertanggal 10 juli 2012, diberitakan tentang dewan atau anggota DPRD Cilegon yang berani bersumpah pocong bahwa mereka tidak ikut-ikutan jual beli kursi siswa baru. Tuduhan ini disampaikan oleh sejumlah aktivis LSM generasi Muda Peduli Tanah Air (Gempita) di Cilegon yang menyebutkan adanya oknum anggota Dewan yang terlibat aksi jual beli kursi pada Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini.
jika memang benar hal tersebut terjadi, maka ini dapat dikategorikan sebagai gratifikasi.

Berdasarkan laman http://id.wikipedia.org/wiki/GratifikasiGratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik [1]
Walaupun batas minimum belum ada, namun ada usulan pemerintah melalui Menkominfo pada tahun 2005 bahwa pemberian dibawah Rp. 250.000,- supaya tidak dimasukkan ke dalam kelompok gratifikasi. Namun hal ini belum diputuskan dan masih dalam wacana diskusi. Dilain pihak masyarakat sebagai pelapor dan melaporkan gratifikasi di atas Rp. 250.000,- wajib dilindungi sesuai PP71/2000.
Landasan hukum tindak gratifikasi diatur dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12 dimana ancamannya adalah dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
Pada UU 20/2001 setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, namun ketentuan yang sama tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

[sunting]Contoh kasus yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi

  • Pembiayaan kunjungan kerja lembaga legislatif, karena hal ini dapat memengaruhi legislasi dan implementasinya oleh eksekutif.
  • Cinderamata bagi guru (PNS) setelah pembagian rapor/kelulusan.
  • Pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak jelas, oknum yang terlibat bisa jadi dari petugas kepolisian (polisi lalu lintas), retribusi (dinas pendapatan daerah), LLAJR dan masyarakat (preman). Apabila kasus ini terjadi KPK menyarankan agar laporan dipublikasikan oleh media massa dan dilakukan penindakan tegas terhadap pelaku.
  • Penyediaan biaya tambahan (fee) 10-20 persen dari nilai proyek.
  • Uang retribusi untuk masuk pelabuhan tanpa tiket yang dilakukan oleh Instansi Pelabuhan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pendapatan Daerah.
  • Parsel ponsel canggih keluaran terbaru dari pengusaha ke pejabat.
  • Perjalanan wisata bagi bupati menjelang akhir jabatan.
  • Pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah (karena biasanya sudah tersedia anggaran untuk pembangunan tempat ibadah dimana anggaran tersebut harus dipergunakan sesuai dengan pos anggaran dan keperluan tambahan dana dapat menggunakan kotak amal).
  • Hadiah pernikahan untuk keluarga PNS yang melewati batas kewajaran.
  • Pengurusan KTP/SIM/Paspor yang "dipercepat" dengan uang tambahan.
  • Mensponsori konferensi internasional tanpa menyebutkan biaya perjalanan yang transparan dan kegunaannya, adanya penerimaan ganda, dengan jumlah tidak masuk akal.
  • Pengurusan izin yang dipersulit

Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
  • Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
  • Pengecualian
    Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peraturan yang mengatur Gratifikasi adalah:
Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,
Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK
Penjelasan aturan Hukum
Pasal 12 UU No. 20/2001
Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar:
  1. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
  2. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Sanksi
Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001
Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

PENGULASAN

Berdasarkan pasal 21 UU No.20/2001, kasus posisi diatas jikalau memang terbukti, dapat kita kategorikan sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk jual beli bangku sekolah,yang sudah tentu bertentangan dengan kewajibannya dan atau pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, maka oknum pejabat tersebut mendapat sanksi pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
wallahu a'lam bisshawaab.

[sunting]Referensi

  1. ^ Penjelasan Pasal 12B, ayat 1, UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/ 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Diambil dari Buku Gratifikasi. Apa, Mengapa, dan Bagaimana. Penerbit: Indonesian Business Link didanai oleh CIP dan Rio Tinto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar