Selasa, 03 Juli 2012

MENGULAS BISNIS INVESTASI BODONG


MENGULAS  BISNIS INVESTASI BODONG BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KASUS KOPERASI LANGIT BIRU)
Oleh: Ikomatussuniah, SH., MH.
Tenaga Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan – Serang

PENDAHULUAN
Berdasarkan Badan Pusat Statistik dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 21, Februari 2012 menyatakan; dari hasil final sensus penduduk 2010 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 jiwa, yang terdiri dari laki-laki  sebanyak  119.630.913 orang dan perempuan  sebanyak  118.010.413 orang, jumlah itu tersebar di 33 provinsi dimana sekitar 57 persen dari jumlah penduduk tersebut tinggal di Pulau Jawa. Potensi penduduk yang banyak merupakan peluang untuk mengembangkan investasi diberbagai bidang. Maraknya berbagai bisnis investasi yang mengiming-imingi keuntungan yang signifikan, berkisar antara 10% sampai 20%, akhir-akhir ini menjadi magnet yang mempunyai daya tarik kuat bagi masyarakat untuk menanamkan uangnya dengan harapan mendapat keuntungan luar biasa tanpa harus bersusah payah. Dorongan untuk mendapat uang dari keuntungan besar yang mudah tanpa berusaha atau bekerja keras, merupakan gula yang manis yang mengundang semut untuk menikmatinya. Begitupun dengan bisnis investasi yang semenjak tahun 2000-an sampai dengan sekarang ini menjamur. Bisnis dengan cara menanamkan modal mulai dari ratusan ribu sampai milyaran rupiah, dengan estimasi keuntungan sekitar 10-20 persen setiap bulannya, memang sangat menggiurkan. Fenomena sekarang yang terjadi, masyarakat berbondong-bondong menanamkan uangnya disebuah bisnis investasi baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, untuk mendapat keuntungan besar tanpa memikirkan resiko yang akan mereka terima, mereka tidak berfikir higher risk higher turn, semakin besar modal (resiko) yang mereka tanam, maka akan semakin besar juga kemungkinan untuk kemacetan pengembalian keuntungannya. Mereka berfikir sebaliknya, semakin besar uang yang mereka tanam, maka mereka berharap untuk mendapat keuntungan lebih besar juga.
Sungguh ironis, fenomena seperti ini jika di telaah lebih dalam adalah merupakan kegagalan pemerintah untuk dapat menyejahterakan rakyatnya sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Oleh karena itu,  rakyat mencari sensasi “kesejahteraan”nya dengan jalannya sendiri, yaitu mencari cara instan untuk mendapat penghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Apabila diperhatikan, apapun dan bagaimanapun kebijakan pemerintah, yang katanya pro rakyat, toh rakyat tetap harus “mencari makan” sendiri. Perhatian pemerintah demi kesejahteraan rakyatnya masih minim, pemerintah yang pada umumnya terdiri dari para birokrat, politisi dan akademisi, lebih nyaman memikirkan dirinya sendiri dan kerabatnya saja. Sudah tentu kita bisa lihat, implementasi dari sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, tidak terlaksana. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa–pun ternyata tereliminasi juga, rakyat lebih mentuhankan materi dari pada keyakinan relegiusnya. Pada hukum Islam, bisnis seperti ini seperti judi, jika anda mendapat keuntungan, maka anda akan coba untuk menanam modal lebih besar lagi untuk mendapat keuntungan yang lebih besar, jika anda belum mendapat keuntungan atau bonusnya, maka anda akan menyimpan modal lagi dengan berharap keuntungan yang nanti akan didapat di bulan berikutnya bisa berlipat. Bisnis yang dijalankanpun tidak kasat mata, barang yang di perjualbelikan yang merupakan objek suatu perdagangan tidak jelas, dan sudah tentu jenis usaha yang seperti ini dalam hukum positif Indonesia, tidak diperbolehkan.
BISNIS INVESTASI
Bisnis berasal dari kata business (Inggris) yang artinya dapat berupa: usaha, perusahaan, urusan, tugas, perkara dan atau kewajiban. Sedangkan kata investasi berasal dari kata investment (Inggris) yang artinya ; penanaman modal, pemberian hadiah. Dari arti kata diatas maka dapatlah didefinisikan bisnis investasi adalah usaha untuk menanamkan modal dengan mengharapkan keuntungan. Berdasarkan forum.vibizportal.com, investasi terbagi atas:
a.       Finansial, terbagi atas:
-          Langsung ; dapat diperdagangkan dan tidak dapat diperdagangkan (pasar modal, pasar uang & bursa komoditi berjangka).
-          Tidak langsung; terdiri atas kontrak investasi kolektif dan reksadana.
b.      Non finansial (Riil) seperti teknologi, jasa, manufaktur dan property.
Bisnis Investasi dalam hukum perdata merupakan suatu perikatan (verbintenis) yang timbul karena perjanjian (overeenkomst). Perjanjian merupakan bagian dari perikatan. Jadi, perjanjian melahirkan perikatan dan perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan (P.N.H.Simanjuntak, 1999 : 331). Menurut pasal 1313 KUHPer, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari berbagai jenis perjanjian, bisnis investasi merupakan bentuk perjanjian atas beban, yaitu perjanjian dengan mana terdapat prestasi pihak yang satu terdapat prestasi pihak yang lain dan antara prestasi itu ada hubungan hukum. Pihak yang satu melakukan prestasi berupa penanaman modal, dan pihak yang lain harus mengelola modal tersebut dan kemudian memberikan keuntungan kepada pihak pemodal.
Dalam hukum Islam, bisnis investasi merupakan bentuk muamalat yaitu suatu kegiatan yang mengatur hubungan antar manusia dibidang ekonomi. Menurut fikih, hukum hubungan antara manusia adalah boleh (mubah), kecuali yang memang jelas terlarang (haram) dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam melarang jual beli yang dilakukan secara buruk, mendatangkan mudharat (bahaya) bagi orang lain serta mengambil harta seseorang dengan cara yang bathil.
Kegiatan muamalat ekonomi, secara eksplisit diartikan sebagai jual beli. Sebagai suatu kegiatan ekonomi, investasi dapat dianalogikan sebagai kegiatan jual beli. Berdasarkan laman blog proteksi syariah, sampai tahun 2004 terdapat enam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan investasi pasar modal, yaitu:
1.      No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham.
2.      No. 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah.
3.      No. 32/DSN-MUI/IX/2000 tentang Obligasi dan Syariah.
4.      No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
5.      No. 40/DSN-MUI/IX/2003 tantang Pasar Modal dan pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
6.      No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
KASUS INVESTASI BODONG KOPERASI LANGIT BIRU
Koperasi Langit Biru yang terletak di daerah Tangerang-Banten, awalnya bernama PT. Transindo Jaya Komara (PT.TJK). Koperasi ini berdiri tahun 2011. Koperasi ini, awalnya merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pengelolaan daging sapi, dengan memiliki 62 suplier peternakan, penggemukan, pemotongan dan pendistribusian daging sapi. Kegiatan ini berawal dari diadakannya arisan daging oleh Ustad Jaya Komara untuk masyarakat sekitar, yang hasilnya dibagikan setiap lebaran haji berupa uang dan daging sapi itu sendiri. Untuk mengembangkan  usahanya, Jaya Komara menggandeng masyarakat sekitar untuk menanamkan modalnya dengan iming-iming mendapat bagi hasil keuntungan dan tentu daging sapinya. Sejak berdiri sampai sekarang, Koperasi Langit Biru telah memiliki 150 ribu nasabah yang tersebar di berbagai daerah ( Apa Kabar Indonesia, Tv One : 3 Juni 2012) dengan potensi dana yang sudah tergalang sebesar 6 trilliun rupiah. Investasi yang ditanamkan terdiri atas dua macam paket, yaitu paket kecil senilai 5 juta rupiah dan paket besar senilai 10 juta rupiah.
Pada akhir Mei 2012, terjadilah suatu insiden. Nasabah melakukan aksi perusakan terhadap aset Koperasi Langit Biru. Hal ini dipicu karena nasabah belum mendapat keuntungan yang dijanjikan oleh pihak pengurus semenjak Februari 2012.  Berdasarkan kesepakatan antara pengelola koperasi dan nasabah, apabila sampai dengan tanggal 2 juni 2012, pihak pengelola belum juga memberikan keuntungan yang dijanjikan, maka nasabah diperkenankan mengambil produk  yang tersimpan di gudang Koperasi. Semenjak terjadi kemacetan pemberian bonus tersebut, pimpinan Koperasi Langit Biru, Ustad Jaya Komara keberadaannya tidak diketahui.
Investasi jenis ini termasuk dalam jenis investasi finansial yang tak langsung, dengan bentuk kontrak investasi kolektif. Dalam investasi ini, dilakukan perjanjian antara individu masyarakat sebagai investor dengan pimpinan Koperasi Langit Biru dengan bentuk perjanjian atas beban, dimana investor melakukan prestasi berupa penanaman modal, dan management Koperasi Langit Biru melakukan prestasi berupa penglolaan modal tersebut dengan janji memberikan keuntungan sebesar 10%. Dalam kasus ini, investasi yang mengiming-imingi bonus besar (10% - 20%) , secara logika tidak masuk akal, karena:
a.       Perputaran modal dalam suatu usaha selama jangka waktu satu sampai tiga bulan belum dapat dilihat secara signifikan perkembangan bisnisnya apalagi keuntungannya. Jika memang modal itu diputarkan dengan cara membeli barang tertentu, maka untuk mendapat keuntungan, tentu barang tersebut harus terjual lebih dahulu, sedangkan potensi pasar terkadang naik turun, tidak stabil. Jadi keuntungan yang dijanjikan setiap bulan atau per tiga bulan sekali sebesar 10% - 20% tersebut, kecil kemungkinannya untuk slalu dapat terpenuhi. Kecuali sistemnya jelas bagi hasil, dimana si penerima modal melakukan kegiatan jual belinya secara langsung terlihat oleh si penanam modal, dan diperjanjikan dalam hal terburuk penerima modal rugi bukan karena kesalahannya, maka si penanam modalpun ikut menanggung kerugian tersebut. Jadi tidak ada yang terdzolimi.
b.      Dalam bisnis investasi yang jelaspun, seperti stock trading di Bursa Efek ataupun diperusahaan tertutup lainnya, dividen atau keuntungan baru dapat dibagikan minimal per satu tahun, bukan hitungan bulan.
c.        Break even point atau titik impas tidak akan bisa tercapai, jika keuntungan selalu dijanjikan setiap bulan atau per tiga bulan. Maka perusahaan akan collapse atau runtuh.
Berdasarkan penalaran logika diatas, bisa terlihat, koperasi ini runtuh, karena untuk memenuhi janji memberikan bonus setiap bulan kepada investor ternyata mustahil. Mungkin pada awalnya berjalan baik, tetapi apabila modal yang dipakai harus diambil untuk memenuhi bonus investasi yang dijanjikan, maka lama kelamaan koperasi ini mismanagement dan bangkrut. Dilihat dari cara pandang hukum Islam, bisnis investasi dengan cara menjanjikan keuntungan luar biasa yang secara logika mustahil, merupakan bentuk jual beli yang dilakukan secara buruk, mendatangkan mudharat (bahaya) bagi orang lain serta mengambil harta seseorang dengan cara yang bathil.
Sebagai penutup, berhati-hatilah kita dalam menginvestasikan dana, jangan tergiur dengan cara mendapat keuntungan instan, tanpa bekerja keras. Apabila rezeki kita cari dengan cara yang instan maka jikalaupun ada hasilnya, maka hasil tersebutpun akan hilang dengan cara instan pula. Wallahu a’lam bisshawaab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar